Happy Reading
***
Jam telah menunjukkan pukul 9 malam. Mereka juga sudah selesai menonton bioskop dan sekarang tengah berjalan keluar dari mall. Mereka hanya terdiam sembari berjalan beriringan. Azel tampak merasa aneh dengan Ares yang tiba-tiba berubah seperti ini. Biasanya dia akan heboh atau menjahili Azel, tapi tidak sekarang ini karena wajahnya memancarkan tengah memikirkan sesuatu.
"Res!" panggil pelan Azel sembari menatap Ares di sampingnya.
"Iya?" jawab Ares mengalihkan pandangannya ke Azel.
"Lo lagi ada masalah ya? Kok tiba-tiba sikap lo jadi aneh? Kalau ada masalah cerita, bukannya lo yang bilang kalau nggak boleh pendem sendiri." Jelas Azel dengan wajah cemas pada Ares.
Ares langsung terdiam, menatap sekejap Azel lalu mengalihkan pandangannya ke depan. Dia menarik napas panjang, lalu kembali membalikkan wajahnya ke Azel.
"Nggak kok, gue cuma sedikit pusing. Makanya gue diem aja, maaf ya kalau bikin lo risih." Jawab Ares berusaha tersenyum.
Azel yang melihat masih merasa kalau Ares tengan menyembunyikan sesuatu padanya. Dia ingin tau, tapi dia juga tidak mungkin memaksa Ares untuk bercerita padanya. Apalagi Ares memang tidak mau menceritakan karena memang belum siap.
"Ya udah, kalau memang cuma itu. Gue harap lo nggak sembunyiin apapun dari gue, karena gue juga nggak mau lihat lo ada masalah. Tapi gue nggak bisa bantu lo dan diam aja." Senyum Azel pada Ares.
Ares kembali terpaku mendengar perkataan Azel. Dilain sisi, dia merasa bersalah tidak menceritakan pada Azel. Namun, dilain sisi dia belum siap untuk menceritakannya. Apalagi ini mengenai masa lalunya.
"Maaf ya Zel, gue belum siap untuk cerita. Suatu saat gue pasti bakal cerita," ujar dalam hati Ares sembari menatap Azel dari samping.
***
Sesampai Ares di rumahnya setelah mengantar Azel tadi. Dia langsung masuk setelah meletakkan motornya ke garasi. Didalam ternyata bundanya masih sibuk menyelesaikan pesanan kue dari customer-nya.
Ares tampak terdiam melihat sang bunda yang telaten membungkus satu persatu kue yang sudah matang. Rasa takut, cemas dan trauma itu kembali dia rasakan. Ada rasa yang begitu menakutkan didalam hatinya ketika melihat punggung sang bunda.
Tubuhnya kembali bergetar, apakah kejadia lama akan kembali terulang karena kehadiran dia kembali. Dia takut kalau orang itu bertemu dengan bundanya. Dilain sisi dia begitu bahagia karena sudah sekian lama tidak berjumpa, apalagi dia tidak pernah menghubungi semenjak kejadian itu.
Namun, disisi lain dia sangat khawatir dengan penyakit bundanya. Takut kalau dia bertemu dengan orang itu akan membuatnya seperti dulu lagi dan penyakitnya kembali kambuh. Begitu juga Ares yang sangat takut kalau hal itu kembali terjadi.
Ares lama melamun, memikirkan kejadian lama yang takut kembali terjadi. Sehingga dia tidak sadar kalau sang bunda sudah membalikkan tubuhnya dan sedikit kaget kalau sang anak sudah pulang.
"Kamu sudah pulang? Tumben nggak teriak-teriak? Kaget bunda, lihat kamu tiba-tiba berdiri di belakang bunda," ujar Intan tersenyum tipis dan kembali sibuk memindahkan kue-kue ke tempat lain.
"Hehehe ... Maaf Bun, aku tadi ngelamun merhatiin bunda selalu sibuk tiap malam. Maaf ya Bun, aku belum bisa bahagiain bunda. Masih jadi beban." Jawab Ares mengalihkan topik.
"Hei! Siapa bilang kamu beban bunda? Lagian udah tanggung jawab bunda buat jagain kamu. Kamu itu anugerah buat bunda, jadi bunda nggak bakal buat kamu kecewa." Jelas Intan membalikkan kembali tubuhnya lalu berjalan mendekati Ares dan mengusap kepala Ares penuh sayang.
"Makasih ya Bun." Balas Ares tersenyum lebar pada Intan.
"Sana bersih-bersih dulu, habis itu makan. Udah malam nanti kedinginan mandi." Suruh Intan sembari melihat jam yang telah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
"Aku udah makan Bun, jadi langsung istirahat aja. Bunda jangan terlalu dipaksain, nanti sakit." Jawab Ares yang ikut menasehati bundanya.
"Iya sayang, ya udah sana mandi." Angguk Intan tersenyum melihat anaknya itu.
"Good night bundahara," ucap Ares lalu langsung naik ke atas menuju kamarnya.
"Good night anak ganteng bunda."
***
Setiba Azel di rumah setelah diantar oleh Ares tadi, dia langsung masuk dan tidak heran lagi si setan carmuk langsung menghadangnya di pintu masuk. Azel mendengus kesal melihat si setan kembali mengganggunya.
"Hebat ya baru pulang jam segini. Itu latihan atau ngapain? Bisa-bisanya pulang sampe jam segini. Keluyuran aja kek jalang." Sindir Elina menatap tajam Azel yang tampak tidak mengacuhkannya sama sekali.
"Terus urusan lo apa? Gue juga yang pulang malam." Jawab Azel ketus tampa melihat Elina.
"Urusannya sama gue biar nama keluarga ini tetap baik. Karena kan nggak baik dilihat tetangga jam segini baru pulang. Terus diantar cowok lagi, emang lo mau nama papa jelek gara-gara lo?" sewot Elina menatap tidak suka Azel.
"Semua orang berhak berpendapat. Walaupun gue pulang sore kalau orang tetap berpikiran jelek ke gue, sama aja." Balas Azel melengang masuk tak mengacuhkan Elina yang semakin muak.
"Ihhhhh ... Lo ya, gue bilang baik-baik malah nyolot." Teriak Elina menggema di ruang tamu.
"ELINA! Tidak usah membuat keributan malam-malam begini. Biarin dia mau pulang malam atau sekalian mau pulang pagi. Selagi tidak mengganggu kita, tidak usah dipedulikan." Teriak Wisnu dari arah dapur yang tengah mengambil segelas air.
"Tuh denger! Nggak usah ngurus kehidupan gue!" kesal Azel yang melihat Elina yang bertingkah sok baik padanya, jelas-jelas hanya mencari perhatian papanya saja.
"Ihhh ... Papa ngapain sih selalu belain dia? Papa udah nggak sayang sama aku?" teriak kesal Elina yang membuat Azel menghela napasnya dengan keras.
"Papa ngelakuin itu karena papa sayang kamu, biarin aja dia nggak usah diurusin. Kamu urus aja urusan kamu sekarang, lagian kalau emang kamu ikut campur urusan dia. Dia bakalan berubah, nggak kan?" jawab Wisnu berjalan ke ruang tamu tanpa mengacuhkan Azel yang tengah berjalan melewatinya.
"Papa pilih kasih! Papa udah ng ...."
"ELINA! CUKUP YA! Papa bilang udah ya udah, jadi nggak usah ribut lagi. Sekarang masuk kamar kamu!" bentak Wisnu menatap tajam Elina yang kesal mendengar jawaban papanya.
"Arrrggghhhh ...." Teriak Elina lalu berjalan tergesa sembari menghentakkan kakinya ke lantai dengan penuh emosi.
Azel yang mendengar dari atas hanya tertawa, karena papanya tidak membelanya sama sekali. Malahan papanya sampai marah hanya karena kelakuannya.
"Rasain, siapa suruh selalu ikut campur urusan gue." Senyum miring Azel lalu langsung masuk kamarnya.
Dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang miliknya, sembari membuang ke sembarang arah tas yang dia pakai tadi. Dia menatap langit-langit kamar sembari menghembuskan napas lelah.
Dia juga sedikit beryukur kalau masalah di rumah ini tidak lagi mengganggunya. Apalagi setelah papanya yang memilih mengacuhkannya sehabis diancam Ares waktu itu. Namun, tidak dengan Elina yang masih gencar berusaha mencari masalah dengannya.
Dia kembali menghela napas dan langsung teringat kejadian tadi. Ketika Ares yang tiba-tiba terdiam lalu bergetar melihat ke satu titik dengan wajah berubah pucat pasi. Azel masih penasaran dengan apa yang dilihat Ares tadi, karena setelah Azel melihat pandangan Ares. Azel hanya melihat kumpulan orang-orang yang tengah berjalan menuju eskalator.
Azel bertambah bingung lagi ketika Ares yang tiba-tiba memeluknya dan mengatakan kalau dia sangat takut kalau Azel akan pergi dari hidupnya. Azel dibuat pusing oleh tingkah Ares. Apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki itu? Apa ada kaitannya sama masa lalu Ares?
"Ah tau ah, pusing gue jadinya. Mungkin seperti yang dia bilang kalau dia lagi pusing. Udah ah, mending gue mandi, daripada mikirin tuh masalah nggak kelar-kelar." Lelah Azel bangun dari tidurnya dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA [Completed]
Fiksi Remaja⚠️Follow dulu sebelum membaca⚠️ Ini bukan kisah seorang cewek yang berkonflik dengan cowok bad boy, bukan juga kisah cewek yang humble ke semua orang dan berakhir disukai cowok idaman satu sekolah dan bukan juga kisah cewek yang dikejar seorang cowo...