Jilid 26

2.1K 36 0
                                    

Semenjak terjadi peristiwa antara Ciu Lok Tai dengan mendiang guru silat Siauw Teng yang kemudian disusul pula dengan peristiwa dengan Tan-siucai, hati hartawan ini merasa tidak enak dan selalu terancam. Dia dapat merasakan bahwa sesungguhnya banyak terdapat orang-orang seperti mereka itu, dan bahwa tulisan-tulisan Tan-siucai menghasut orang-orang yang mungkin kini memandang kepadanya dengan penuh kebencian. Orang-orang yang tidak setuju adanya candu yang beredar di kalangan masyarakat.

Oleh karena itu, dia lalu memanggil jagoan-jagoan dari seluruh Kanton untuk menjadi pengawal-pengawalnya. Akan tetapi dia selalu kurang puas dengan mereka ini.

Dari hubungan dagangnya dengan orang barat, dia berhasil memperoleh sebuah senjata api yang selalu dibawanya kemanapun dia pergi. Bahkan waktu tidur sekalipun, senjata api itu disimpan di bawah bantalnya.

Saking khawatirnya akan keselamatan diri sendiri dan keluarganya yang timbul dari perasaan banyak dimusuhi orang, Ciu Wan-gwe atau Ciu Lok Tai selalu merasa tidak puas dengan jagoan-jagoan yang mengawalnya, dan setiap ada jagoan baru yang datang untuk bekerja padanya, dia mengujinya dengan pistolnya! Setiap orang calon harus mampu menghadapi serangan pistolnya dalam jarak tiga tombak sebanyak tiga kali tembakan!

Dan sampai beberapa tahun lamanya, hasilnya tidak memuaskan. Entah sudah berapa banyaknya jagoan yang roboh tertembus peluru, ada yang tewas dan banyak yang luka-luka. Tentu saja mereka tidak diterima, hanya diberi uang sekedar biaya berobat atau mengurus penguburannya saja. Dan makin jarang yang berani datang melamar pekerjaan kepala pengawal itu.

Terpaksa Ciu Wan-gwe harus mengandalkan keselamatannya pada pengawalan hampir seratus orang pengawal yang selalu mengepung gedungnya, hal yang amat tidak enak dirasakannya. Dia menghendaki satu dua orang saja pengawal yang benar-benar tangguh, yang mampu menghadapi musuh yang datang menyerang dengan senjata api!

Dan sesungguhnya bukan karena ingin mempunyai pengawal yang tangguh saja dia mencari orang yang mampu menandingi pistolnya, akan tetapi selain itu juga, dia ingin mencarikan seorang guru untuk puterinya yang terkasih. Ciu Wangwe mempunyai banyak istri, akan tetapi hanya dari seorang selirnya yang paling disayangnya sajalah dia memperoleh keturunan, seorang anak perempuan.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila dia dan sekeluarganya amat sayang kepada Ciu Kui Eng, puterinya itu. Puterinya itu sejak kecil suka sekali dengan ilmu silat dan sejak kecil telah disuruhnya para pengawal yang memiliki ilmu silat yang lihai untuk memberi gemblengan kepada puterinya.

Namun semua usahanya itu sia-sia. Agaknya tidak ada ahli silat yang berani lagi mencoba ujian dengan pistol itu.

Tentu saja, di dunia persilatan banyak yang akan mampu menandingi lawan yang berpistol, akan tetapi para pendekar yang berjiwa patriot mana sudi menghambakan diri kepada seorang hartawan yang membantu penyebaran racun madat kepada rakyat jelata?

Itulah sebabnya mengapa sampai lewat enam tahun setelah terjadi peristiwa dengan Tan-siucai, Ciu Wan-gwe belum juga mendapatkan seorang jagoan yang mampu menandingi pistolnya. Dan selama enam tahun itu, terpaksa pula Kui Eng hanya belajar ilmu silat dari guru-guru biasa yang menjadi pengawal-pengawal ayahnya.

Pada suatu pagi, Kui Eng berlatih ilmu silat di pekarangan depan gedungnya, dipimpin oleh tiga orang guru silat sekaligus. Guru-guru silat ini merupakan kepala-kepala pengawal di gedung Ciu Wangwe. Anak ini memang manja, karena dimanja oleh keluarga orang tuanya.

Kalau berlatih kadang-kadang ia minta dilakukan di pekarangan depan. Hal ini adalah karena kemanjaannya, untuk pamer karena kalau ia berlatih di pekarangan itu, orang-orang di luar gedung dapat melihatnya melalui pintu besi terbuka. Ia senang sekali mendengar seruan kagum dari orang-orang yang lewat, dan pandang mata mereka yang penuh kagum.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang