Jilid 21

2.3K 36 0
                                    

Lian Hong merasa betapa telapak tangannya bertemu dengan batok kepala yang amat lunak dan dingin seperti es! Ketika ia hendak menarik kembali tangannya, ternyata telapak tangan itu melekat pada batok kepala yang halus itu. Berkali-kali ia mengerahkan tenaga untuk membetotnya kembali, akan tetapi makin dibetot makin melekat dan semakin dingin sehingga ia menggigil dan kehabisan tenaga untuk meronta. Dan sebentar saja, iapun pingsan dengan tangan masih menempel pada kepala kakek itu!

Terdengar Hai-tok terkekeh.

"Ha-ha-ha....... ternyata Siauw-bin-hud setelah bertapa duapuluh tahun, tidak berobah menjadi dewa. Sama saja dengan San-tok!"

Mendengar ejekan ini, Siauw-bin-hud tertawa lalu dia menggerakkan kepalanya sambil berkata.

"San-tok, kauterimalah cucumu yang baik ini!"

Dan tubuh anak perempuan yang pingsan itupun terlempar ke arah Bu-beng San-kai yang cepat menyambutnya. Ternyata Lian Hong pingsan dengan muka kebiruan seperti orang yang menderita kedinginan hebat! San-tok meletakkan telapak tangannya ke punggung cucunya, lalu tertawa girang.

"Ha-ha-ha....... agaknya engkau bukan orang yang suka berhutang, Siauw-bin-hud. Terima kasih!"

Tentu saja semua orang menjadi terheran-heran. Jelas bahwa San-tok tadi melukai Ci Kong, akan tetapi Siauw-bin-hud malah berterima kasih, dan sekarang Siauw-bin-hud melukai Lian Hong akan tetapi San-tok juga berterima kasih! Hanya Hai-tok yang ilmunya paling tinggi di antara mereka yang lain, diam-diam merasa mendongkol sekali.

Dia dapat menduga bahwa dua orang kakek itu bukan melukai untuk mencelakakan, melainkan masing-masing telah menyalurkan tenaga ke dalam tubuh dua orang anak itu sehingga dua orang anak itu bukannya dirugikan, malah menerima tenaga yang hebat. Dua orang kakek itu telah saling menukar kebaikan!

"Cukuplah semua permainan sandiwara dan badut ini!" Hai-tok berkata dan diapun melangkah maju menghadapi Siauw-bin-hud.

"Siauw-bin-hud, mari kita main-main sebentar saja untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pemilik Giok-liong-kiam, baik sekarang maupun kelak."

Kakek ini sudah mengangkat tongkatnya ke atas. Tongkat itu panjangnya lima kaki, berlapis emas dan terhias batu permata sehingga nampak indah dan berkilauan ketika diangkatnya di depan dada.

"Wah-wah, Racun Lautan ini hendak menjual lagak di sini? Kita sama-sama menjadi tamu di Siauw-lim-si, sungguh tidak enak kalau aku membiarkan saja engkau mengacau. Pergilah dan jangan membikin malu aku sebagai sama-sama tamu Siauw-lim-si!" Tiba-tiba Bu-beng San-kai atau San-tok sudah melompat ke depan, menghadapi Hai-tok dengan kipas bututnya di tangan.

Dua orang kakek itu, dua di antara Empat Racun Dunia, kini saling berhadapan dengan mata melotot seperti dua ekor ayam jago berlagak dan hendak saling bertempur mati-matian. Entah sudah berapa puluh kali dua orang ini dahulu saling mengukur kepandaian, dan belum pernah di antara mereka ada yang menang atau kalah. Di antara empat orang Racun Dunia, memang tidak ada yang lebih kuat atau lebih lemah.

Mereka masing-masing memiliki keistimewaan sendiri, dan karena maklum bahwa tidak seorangpun di antara mereka yang dapat menjagoi, maka merekapun dapat bekerja sama kalau menghadapi lawan. Tentu saja untuk membela kepentingan sendiri, para tokoh sesat ini seringkali saling gempur sendiri.

Dan sekarangpun, setelah belasan tahun tidak saling jumpa dan berhubungan, kini sekali bertemu mereka sudah siap untuk saling gebuk lagi!

Tentu saja semua orang memandang dengan hati tegang sekali. Sudah belasan tahun mereka mendengar nama besar Empat Racun Dunia, dan baru sekarang berkesempatan melihat orangnya, dua di antara mereka, bahkan kini dua orang itu siap untuk saling serang. Tentu saja mereka merasa tegang dan juga gembira karena berkesempatan menyaksikan kehebatan dua orang yang dianggap sakti dan jahat seperti iblis itu.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang