Jilid 150

1.1K 20 1
                                    

Suara itu datang dari kiri, dan ketika empat orang kakek dan Lian Hong memandang ke kiri, yang nampak hanyalah bayangan-bayangan orang bersembunyi di balik batu-batu dan nampak pula ujung senapan yang dipasangi bayonet. Beratus-ratus jumlahnya!

"Hei, kalian pasukan asing! Kami yang datang lebih dahulu dan harta pusaka itu adalah hak milik kami! Kalian orang-orang asing tidak berhak dan pergilah!" teriakan ini terdengar dari sebelah kanan. Ketika lima orang itu memandang ke arah sana, di belakang batu-batu besar nampak ujung topi ratusan orang prajurit pemerintah Ceng yang bersenjata tombak, golok dan anak panah.

"Hemm, kita lihat saja siapa yang akan berhasil mendapatkan harta pusaka itu!"

Terdengar ledakan-ledakan senapan dari kiri yang dibalas dengan sama gencarnya oleh pihak tentara Ceng dengan anak panah mereka. Terjadilah pertempuran yang seru antara tembakan-tembakan senapan dan hujan anak panah dan kanan kiri.

Melihat ini, Siauw-bin-hud, San-tok, Tee-tok, Hai-tok dan Lian Hong, terpaksa harus berlari mencari tempat perlindungan di balik batu-batu besar. Sambaran peluru-peluru dan anak panah itu terlalu gencar dan terlalu berbahaya bagi mereka sekalipun.

Setelah berada di tempat perlindungan di balik batu-batu besar, Siauw-bin-hud berkata dengan suara sungguh-sungguh.

"Omitohud, kiranya pasukan asing dan pasukan Ceng sudah menyerbu pula tempat ini. Agaknya pemerintah Ceng menyerbu melalui kuil, dan pasukan asing menyerbu melalui jalan terowongan yang kalian buat! Dan mereka semua hendak merebut peti itu! Anehnya, pinceng sendiri sama sekali tidak pernah menduga bahwa peti yang dipangku arca itulah yang terisi harta karun itu. Akan tetapi, benarkah itu?"

"Kurasa benar, Siauw-bin-hud. Menurut petunjuk peta yang disimpan sebagai rahasia pedang Giok-liong-kiam, memang di sinilah tempatnya. Dan dimana lagi disimpannya harta pusaka itu kalau tidak di dalam peti yang dipangku oleh arca besar itu?" kata San-tok dengan yakin.

Ruangan itu kini penuh asap dan ledakan-ledakan senapan. Keadaan menjadi gelap dan membuat mata terasa pedas, bahkan terdengar banyak di antara para pasukan kedua pihak batuk-batuk.

"Kita harus turun tangan," bisik Siauw-bin-hud.

"Kalau tidak, pertempuran itu tentu akan berlarut-larut dan akhirnya harta itu akan terjatuh ke tangan satu di antara mereka. Pinceng tidak boleh menentang pasukan Ceng, karena hal itu akan mengakibatkan dimusuhinya Siauw-lim-si yang memang sudah dianggap suka memberontak oleh pemerintah.

"Kini kita membagi tugas. Kalian bertiga, San-tok, Tee-tok dan Hai-tok, menerjang ke kanan, hajar pasukan pemerintah Ceng agar mereka itu mundur, sedangkan pinceng dan nona ini akan mendesak pasukan asing agar mundur keluar dan sini. Kalau kita lakukan secara berbareng, tentu kedua pihak menjadi kacau dan mudah-mudahan berhasil mendesak mereka mundur. Dan setelah mereka mundur, kita mengambil peti itu dan pergi dari sini melalui jalan rahasia yang pinceng kenal."

Tiga kakek itu menganguk-ngangguk.

"Rencanamu bagus sekali, Siauw-bin-hud. Dan maafkan persangkaan kami tadi......." kata San-tok.

Tiga orang kakek itu lalu berloncatan dan menyelinap di antara batu-batu, lalu membuat sergapan ke kanan dimana berkumpul pasukan pemerintah Ceng yang ratusan orang banyaknya. Sebaliknya, Siauw-bin-hud ditemani oleh Lian Hong, menyelinap ke kiri dan mereka berdua juga melakukan penyergapan kepada pasukan asing. Terjadilah kekacauan di kedua pihak.

Biarpun Siauw-bin-hud dan Lian Hong hanya merobohkan para serdadu itu tanpa membunuh mereka, tidak seperti amukan tiga orang datuk sesat yang menyebar maut, namun para prajurit asing menjadi panik dan ketakutan ketika tiba-tiba saja teman-teman mereka roboh bergelimpangan tanpa mereka ketahui sebabnya.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang