Jilid 160

1.1K 23 0
                                    

"Aku datang untuk mencarimu dan hanya kebetulan saja mendengar apa yang kalian percakapkan, maka aku memberi nasihat dan peringatan. Berbahaya sekali usaha membebaskan tawanan karena penjagaan amat ketat. Salah-salah tawanan tidak dapat dibebaskan dan kalian malah tertawan atau terbunuh."

"Suheng, kau mencariku ada urusan apakah?" Siu Coan bertanya dan bersikap waspada karena inilah yang ditakuti. Jangan-jangan mencari karena menaruh dendam atas penyerangan anak buahnya yang dibantu suhunya itu.

Koan Jit melihat sikap ini dan dia tersenyum lembut.

"Jangan khawatir, sute. Aku sudah melupakan masa laluku, dan apa yang kulakukan sekarang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan masa laluku. Aku mencarimu untuk meminta penjelasanmu tentang harta pusaka Giok-liong-kiam."

Wajah Siu Coan berubah dan matanya memandang tajam.

"Apa maksudmu, suheng?"

"Sute....... mungkin orang lain tidak ada yang menyangka, akan tetapi aku sudah mendengar akan dongeng tentang gagalnya Empat Racun Dunia menemukan harta karun karena peti itu sudah kosong dan isinya yang tinggal seperempat sudah lenyap dalam keributan ketika terjadi perebutan di dalam guha itu. Dan aku mendengar pula betapa engkau mendirikan Pai Sang-ti Hwe, menyebarkan banyak uang untuk menyebarkan agamamu yang baru.

"Aku tahu akan kecerdikanmu sute, dan dapat menghubungkan satu peristiwa dengan yang lainnya. Nah, aku hanya mengharapkan kejujuranmu dan penjelasanmu. Apa maksudmu dengan pengangkangan atas harta pusaka itu untuk dirimu sendiri?"

Siu Coan memandang tajam.

"Apakah suheng bermaksud merampas harta pusaka itu?"

"Omitohud....... dijauhkan Tuhan aku dari pikiran seperti itu. Sudah kukatakan bahwa aku telah meninggalkan masa laluku dan tidak akan kembali lagi ke jalan sesat. Aku hanya ingin tahu, karena kalau engkau berlaku curang terhadap para pejuang, terpaksa aku akan menentangmu."

"Memang tak perlu kusangkal, suheng. Akan tetapi engkau tentu sudah dapat menduga akan cita-citaku. Aku akan mengembangkan Pai Sang-ti Hwe, bukan hanya sebagai sebuah perkumpulan agama, melainkan untuk menjadi batu loncatan agar aku dapat mempunyai pasukan yang kuat untuk menumbangkan pemerintah penjajah. Hanya itulah cita-citaku, karena itu, sebagian harta pusaka itu kuuangkan dan kupergunakan untuk memperbesar dan memperkuat perkumpulanku.

"Dan seperti yang kaulihat, akupun tidak tinggal diam melihat para pemimpin pejuang ditawan. Aku ingin mempersatukan semua pejuang agar menjadi suatu kesatuan yang amat kuat untuk menghadapi pemerintah penjajah dan orang-orang kulit putih."

Siu Coan berhenti sebentar, lalu melihat betapa pandang mata suhengnya itu tidak berubah, dia berkata lagi.

"Suheng, kalau benar engkau kini membantu perjuangan, kuharap engkau merahasiakan ini dari orang lain. Kalau Empat Racun Dunia mengetahuinya, mungkin mereka akan berusaha merampasnya kembali dan cita-citaku yang tinggi akan mengalami kegagalan."

"Omitohud, semoga cita-citamu yang baik itu berhasil. Aku tidak akan membocorkan rahasiamu sute."

Siu Coan menjadi girang, juga semakin terheran-heran. Dia mendekat dan menyentuh pundaknya.

"Koan-suheng, terima kasih atas kebaikanmu. Akan tetapi aku sungguh merasa heran. Apakah yang telah terjadi pada dirimu, suheng? Bukan aku tidak merasa girang dengan perubahan ini, akan tetapi sungguh engkau telah mengalami perubahan yang luar biasa, seperti bumi dan langit kalau dibandingkan dengan keadaanmu dahulu. Apakah yang terjadi pada dirimu?"

Koan Jit tersenyum dan Siu Coan melihat betapa keseraman sudah lenyap sama sekali dan wajah suhengnya itu. Matanya memandang lembut!

"Sute....... segala sesuatu pasti ada akhirnya. Aku telah tersesat sejak kecil, dan sudah sepatutnya kalau semua masa lalu itu berakhir! Kuharap saja engkau kelak tidak akan mabok kemenangan kalau engkau berhasil sehingga engkau lupa diri, dan tidak akan menaruh dendam kalau engkau gagal.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang