Jilid 179

1K 20 0
                                    

"Hai-tok, kau majulah kalau tubuhmu sudah gatal-gatal ingin merasakan hajaranku, ha-ha-ha!" Thian-tok berseru sambil mengamang-amangkan guci arak dan mangkoknya ke atas kepala.

"Thian-tok iblis tua bangka gendut, aku sudah sejak tadi bersiap. Engkau yang datang menantangku, majulah untuk menerima gebukan tongkatku!" tantang Hai-tok.

"Heh-heh-heh, engkau mencari penyakit!"

Kata Thian-tok, dan diapun melangkah maju, bergerak aneh dan tiba-tiba guci arak itu menyambar ke arah pelipis kiri lawan sedangkan mangkok bututnya bergerak menyambar ke arah pusar. Nampaknya kedua senjata itu tidak berbahaya, namun Hai-tok yang lebih tahu bahwa biarpun kelihatannya tidak meyakinkan, namun sepasang senjata itu telah mengangkat nama Thian-tok ke puncak ketenarannya.

Dia maklum betapa lihainya lawan ini, yang dalam banyak hal memiliki tingkat yang sama dengan dia, maka diapun tidak berani bersikap sembrono. Kakinya melangkah mundur dan untuk menghindarkan serangan berganda lawan itu, dia memutar tongkatnya, bukan hanya untuk melindungi tubuh, melainkan sekaligus untuk balas menyerang!

Akan tetapi, dengan dua buah senjatanya yang istimewa, Thian-tok juga dapat menghindarkan diri dari serangan tongkat itu. Serang menyerang terjadi dan berkali-kali terdengar suara keras ketika tongkat bertemu dengan guci atau mangkok.

Hai-tok yang maklum akan kelihaian lawan, segera mengeluarkan ilmunya yang paling diandalkan melalui tongkatnya, yaitu ilmu Tongkat Kim-kong-pang (Tongkat Sinar Emas). Tongkatnya berputar seperti kitiran bahkan semakin cepat lagi sehingga tidak nampak bentuknya, yang kelihatan hanyalah sinar keemasan yang menyilaukan mata saja dibarengi suara mendengung-dengung.

Thian-tok juga tidak berani memandang rendah. Dia mengerahkan tenaganya dan memainkan limu Silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang sudah mencapai puncak kesempurnaannya, dan mengimbangi kekuatan lawan dengan Kim-ciong-ko, yaitu ilmu kebal yang menbuat tubuhnya dapat menahan senjata tajam.

Lawannya, Hai-tok, terkenal dengan tenaga saktinya yang disebut Thai-lek Kim-kong-jiu, yang membuat tangan kakek ini dapat menghancurkan batu karang, maka Thian-tok selalu melindungi tubuhnya dengan ilmu kebalnya.

Mereka saling serang dan saling desak dengan senjata masing-masing, dan ratusan kali senjata mereka saling bertemu, menimbulkan suara nyaring dan bunga api berpijar. Seberapa kali mereka menarik senjata dan mengamankan senjata masing-masing, takut kalau-kalau senjata yang disayang itu menjadi rusak. Akhirnya, setelah mereka bertanding selama ratusan jurus, Thian-tok melompat ke belakang.

"Nanti dulu, Hai-tok!"

"Thian-tok, kau mundur. Apakah mengaku kalah?" tanya Hai-tok sambil menggunakan lengan baju menghapus keringatnya di leher.

"Ha-ha-ha-ha, belum lecet kulitku, belum retak tulangku, bahkan belum keluar keringatku, siapa yang kalah! Ha-ha-ha!" Thian-tok tertawa bergelak.

Hai-tok mengerutkan alis. Memang benar, lawannya belum berkeringat di leher dan dahinya. Dia lupa bahwa hal ini adalah karena lawannya memakai baju yang terbuka sehingga dada, leher dan perutnya telanjang, dan tentu saja tidak mudah berkeringat seperti dia yang berbaju rapat dan tebal.

"Hemm, manusia sombong! Kalau tidak kalah, kenapa mundur dan menghentikan perkelahian?" bentak Hai-tok sambil melintangkan tongkatnya.

"Aku hanya takut kalau-kalau senjata-senjataku ini rusak. Aku hendak menyimpan senjata-senjataku ini dan menantangmu untuk berkelahi dengan kedua tangan kosong.

"Kita dilahirkan hanya dengan kaki tangan, maka marilah kita lanjutkan dengan menggunakan kaki tangan saja untuk melihat siapa yang sesungguhnya lebih unggul. Atau, engkau takut bertangan kosong dan hendak menghadapi kedua tanganku dengan tongkat itu? Ha-ha-ha, begitupun aku berani!"

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang