Jilid 25

2K 33 0
                                    

Setelah merasa paham betul, dia lalu menghampiri Seng Bu dan segera menyerang dengan gerakan seperti yang diajarkan oleh kakek gendut. Seng Bu juga melihat gerakan seperti yang diajarkan oleh kakek itu, akan tetapi dia tidak tahu bagaimana cara menghadapinya, maka dengan ngawur saja diapun mencoba untuk menangkis.

"Dess.......!"

Akibatnya, tubuhnya tiba-tiba terpelanting dan jatuh terbanting cukup keras, membuat kepalanya menjadi pening.

"Ha-ha-ha....... diserang orang bukan melawannya dengan jatuh bangun dan membiarkan diri dipukul!" Tiba-tiba kakek itu berseru lagi.

"Seng Bu, beginilah kalau engkau menghadapi serangan Burung Bangau Menyambar Katak tadi, perhatikan baik-baik."

Kakek itu memberi contoh, kedua tangannya membentuk cakar dan lengannya bergerak seperti gerakan dua kaki depan harimau, kedua kakinya membuat kuda-kuda yang kokoh kuat.

Seng Bu mencontohnya dan merasa dapat memahaminya.

"Nah, kalian lanjutkan sekarang!" kata si kakek gendut.

Siu Coan yang merasa bangga dengan jurusnya yang berhasil baik tadi, menjadi penasaran. Tak mungkin Seng Bu dapat menahan serangannya seperti tadi, pikirnya. Diapun maju lagi dan menyerang dengan jurus tadi, yang oleh si kakek gendut dinamakan Burung Bangau Menyambar Katak.

Seng Bu menyambutnya dengan jurus seperti yang diajarkan si kakek, tangan kanannya berhasil menangkis patukan burung yang dilakukan oleh tangan lawan, kemudian dengan cepat tangan kirinya yang membentuk cakar itu menyambar muka lawan. Siu Coan terkejut dan menarik muka ke belakang, akan tetapi cakaran tangan kanan menyusul dan diapun terjengkang ke belakang dan terbanting jatuh!

"Ha-ha-ha! Itulah jurus Harimau Mencakar Batang Pohon! Engkau harus berhati-hati, Siu Coan....... dan jangan terlalu mengandalkan sebuah seranganmu, melainkan membagi perhatian untuk berjaga diri."

Dengan gembira sekali kakek itu lalu memberi petunjuk kepada kedua orang muda remaja itu, mengajarkan jurus baru kepada yang kalah sehingga yang kalah berbalik menang, dan yang menang itu berbalik kalah. Persis seperti tadi, akan tetapi kalau tadi dia hanya memberi petunjuk-petunjuk gerakan tertentu, kini dia memberi petunjuk jurus-jurus silat sehingga dua orang muda itu berkelahi dengan menggunakan jurus-jurus ilmu silat.

Dua orang pemuda remaja itupun makin lama makin gembira mempelajari jurus-jurus itu. Lenyaplah semua permusuhan di antara mereka, dan kini mereka menganggap lawan menjadi teman berlatih silat! Akan tetapi tenaga mereka terbatas dan akhirnya kembali mereka mendeprok di atas lantai.

Mereka saling pandang dan jantung mereka berdebar keras karena dalam sinar mata mereka ketika saling pandang itu, keduanya merasa seolah-olah mereka saling memberi isyarat yang mereka mengerti, yaitu bahwa keduanya merasa girang dapat saling berkenalan, bahwa terdapat kecocokan yang hangat karena mereka saling serang dan sama-sama berlatih silat tadi, dan bahwa mereka berdua sama-sama ingin menjadi murid kakek gendut sakti itu! Ong Siu Coan berkedip memberi isyarat, lalu dia bangkit duduk, berlutut menghadap kakek gendut.

"Kakek yang baik, kami berdua mohon agar dapat menjadi muridmu."
Kakek itu membuka matanya dan sinar mencorong menyambar ke arah Siu Coan.

"Heh-heh-heh!" Dia hanya tertawa.

Akan tetapi Seng Bu juga sudah bangkit duduk, lalu berlutut di samping kiri Siu Coan sambil berkata.

"Benar, locianpwe, kami berdua mohon dapat menjadi murid locianpwe."

"Ha-ha-ha-ha, bukankah kalian tadi berkelahi dan saling bermusuhan?"

Siu Coan dan Seng Bu menoleh dan saling pandang. Tidak ada sedikitpun rasa permusuhan dalam hati mereka terhadap satu sama lain, dan keduanya tersenyum.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang