Jilid 154

1.1K 21 0
                                    

Koan Jit adalah orang yang selama ini bergelimang dalam kejahatan, tidak pernah peduli lagi akan kesadaran atau kebajikan. Bagaikan sebuah lampu yang sudah tebal dan kotor oleh debu, maka sinarnya tak mampu menyorot keluar, tidak mampu mendatangkan penerangan dan selalu berada dalam kegelapan.

Akan tetapi, latihan yang diberikan oleh Siauw-bin-hud, yang mengharuskan dia menghafal semua ujar-ujar itu sedemikian rupa sampai meresap dan dapat menjiwai, mendarah daging dalam kehidupannya, seolah-olah membersihkan debu dan lampu itu, dan diapun dapat melihat karena sinarnya menjadi terang.

Perlahan-lahan namun pasti, terjadi perubahan hebat dalam diri dan batin Koan Jit. Makin dia memperdalam Ilmu Silat Kebahagiaan itu, semakin hebat pula terjadi perubahan itu. Selama seratus hari dia berlatih, dan Koan Jit seperti orang yang baru lahir kembali, bedanya dengan Koan Jit sebelumnya, seperti bumi dan langit!

Matanya yang biasanya tajam seperti mata kucing, penuh kebencian dan kekejaman, kini berubah menjadi tajam penuh kewaspadaan dan kelembutan. Sikapnya yang biasanya gelisah dan selalu ketakutan, kini berubah lembut dan ramah tersenyum.

Bukan hanya lahirnya yang berubah karena pencerminan keadaan batinnya, bahkan ilmu silatnya pun mengalami perubahan hebat. Dulu, gerakan-gerakannya dalam ilmu silat penuh dengan gerak-gerak tipu yang penuh kecurangan dan kekejaman, penuh dengan ancaman maut.

Kini, gerakan-gerakannya yang masih sama cepatnya itu menjadi gerakan yang aneh dan terutama sekali Ilmu Silat Kebahagiaan itu dapat diresapinya sehingga merupakan ilmu yang dapat mengatasi dan menundukkan lawan dengan cepat tanpa melakukan pembunuhan.

Setelah seratus hari berlatih siang malam dengan sungguh-sungguh di bawah pimpinan Siauw-bin-hud, kakek ini tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha-ha! Omitohud....... berkah Sang Buddha yang berlimpahan telah membuat engkau berhasil Koan Jit. Melihat gerakan-gerakanmu dalam berlatih tadi, engkau telah menguasai seluruh duabelas jurus Ilmu Silat Kebahagiaan, dan semoga engkau akan dilimpahi damai dan bahagia.

"Nah, engkau sudah lulus sekarang dan tepat seperti yang pinceng janjikan, setelah pinceng mewariskan ilmu baru ini kepadamu, pinceng siap untuk kau bunuh. Terimalah pedang ini dan lakukanlah niatmu membunuh pinceng!"

Kakek itu sambil tersenyum ramah lalu menyerahkan sebatang pedang terhunus kepada Koan Jit. Sejenak Koan Jit memandang nanar dan tertegun, seolah-olah tidak percaya akan apa yang didengarnya, dan seolah-olah dia sudah lupa dan kini terkejut karena diingatkan kembali bahwa dia pernah mempunyai keinginan membunuh kakek ini.

Hawa panas karena haru naik dari dadanya dan seperti menyangkut dan mencekik tenggorokannya. Dia menerima pedang itu dari tangan Siauw-bin-hud tanpa berkata apapun, kemudian diapun mengayun pedang itu! Bukan untuk membunuh Siauw-bin-hud, melainkan untuk membacok dan membuntungi kedua kakinya sendiri.

"Siancai........!"

Siauw-bin-hud menggerakkan tangannya dengan kecepatan yang sukar diikuti oleh pikiran lumrah.

"Trakkk!"

Pedang itu tertangkis dan terlepas dan pegangan Koan Jit.

"Omitohud, Koan Jit....... apa yang kaulakukan itu?"

Siauw-bin-hud berkata dengan suara membentak. Koan Jit menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Siauw-bin-hud, dan dia menangis menggerung-gerung seperti anak kecil sambil membentur-benturkan dahinya ke atas tanah.

Selama hidupnya, baru sekali inilah dia mengalami hal seperti itu. Jiwanya seperti meratap, perasaannya meluap-luap, keharuannya membuat dia menangis sesenggukan seperti seorang anak kecil. Dia tidak mampu mengeluarkan kata-kata, melainkan menggerung-gerung dan membentur-benturkan dahinya di atas tanah depan kaki Siauw-bin-hud, kakek yang pernah mau dibunuhnya itu.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang