Jilid 159

979 21 0
                                    

Lima orang muda itu terkejut bukan main dan berlompatan ke belakang seperti hendak menghindarkan diri dari ular berbisa yang amat berbahaya. Tidak aneh kalau mereka terkejut setengah mati, karena orang berpakaian serba putìh yang memakai caping lebar itu bukan lain adalah Koan Jit.

"Kau.......!!"

Tiga orang gadis perkasa itupun berseru kaget.

"Dia tentu datang untuk memata-matai kita!" kata pula Kiki.

Dan teman-temannya juga menduga demikian. Mereka semua mengenal siapa adanya Koan Jit yang pernah menjadi tokoh penjilat dan pembantu pasukan kulit putih, dan terkenal sebagai penentang para pejuang. Tempat persembunyian mereka telah diketahui orang ini dan hal itu amatlah berbahaya.

"Keparat ini harus dibasmi!" bentak Kui Eng yang membenci Koan Jit karena pernah ia hampir menjadi korban kejahatan dan kekejaman orang ini. Gadis ini sudah menerjang ke depan dan menyerang dengan pukulan kilat ke arah muka Koan Jit. Akan tetapi, dengan gerakan yang ringan sekali, Koan Jit mengelak sambil mundur dan berkata.

"Aku datang bukan dengan niat buruk, harap maafkan aku!"

Melihat betapa Kui Eng telah maju menyerang, Lian Hong dan Kiki juga tidak tinggal diam. Mereka menerjang ke depan dan mengeroyok Koan Jit, karena mereka tahu betapa lihainya orang ini.

Koan Jit cepat menggerakkan tubuhnya dan mengatur langkah, dan tiga orang gadis itu terkejut bukan main. Tubuh Koan Jit bagaikan sesosok bayangan saja yang tak mungkin dapat dirobohkan.

Agaknya, kemanapun mereka menyerang, tubuh itu selalu mendahului tangan kaki mereka dan selalu serangan mereka tidak mengenai sasaran. Yang amat aneh, gerakan Koan Jit itu kadang-kadang luar biasa sekali, tidak seperti orang bersilat, melainkan seperti orang melakukan samadhi, bersembahyang dan sebagainya.

Gerakan seorang pendeta yang melakukan ibadat! Dan berkali-kali mulut Koan Jit mengucapkan 'Omitohud!' disambung dengan suara membujuk agar ketiga orang gadis itu suka bersabar dan bahwa dia tidak menghendaki kekerasan dan perkelahian! Sungguh seorang Koan Jit yang aneh sekali.

"Haiiiittt!"

Kui Eng menyerang dengan cengkeraman, disusul oleh Lian Hong yang memukul ke arah dada, sedangkan Kiki tak mau kalah, sudah menghantam pula dengan jari telunjuk kanan ditekuk mengarah tengkuk.

Akan tetapi, Koan Jit membuat gerakan aneh untuk menghadapi tiga serangan yang amat berbahaya ini. Tiba-tiba dia memutar tubuh, meloncat ke atas dan turun dengan kaki kiri ditekuk berlutut, kaki kanan berjungkit di depan sehingga tubuhnya setengah berlutut dan kedua tangannya dìangkat ke depan dada seperti orang memberi hormat. Akan tetapi betapapun aneh gerakan ini, ternyata dia mampu menghindarkan serangan tiga orang gadis itu!

Siu Coan mengeluarkan seruan. Tentu saja dia mengenal hampir seluruh iImu silat Koan Jit karena Koan Jit adalah toa-suhengnya. Akan tetapi apa yang dimainkan Koan Jit sekarang ini benar-benar membuat dia bengong, karena dia belum pernah melihat ilmu silat seperti itu! Apalagi melihat wajah toa-suhengnya itu. Sungguh jauh sekali bedanya dengan dahulu.

Dahulu, Koan Jit selalu berpakaian serba hitam, mukanya hitam gelap dan sepasang matanya kehijauan mencorong seperti mata kucing. Kini, wajah Koan Jit kehilangan warna gelapnya, menjadi cerah dan bibirnya selalu mengarah senyum penuh kesabaran, matanya mengeluarkan sinar lembut dan seperti orang yang penuh pengertian dan mengalah.

Anehnya, ketika mainkan ilmu silat aneh yang hanya dipergunakan untuk menghindarkan diri dari serangan tiga orang gadis itu, Koan Jit tersenyum dan wajahnya memancarkan sinar kebahagiaan.

Hal ini tidaklah aneh, karena Koan Jit yang maklum bahwa dia dikeroyok oleh tiga orang gadis yang amat lihai, sudah mengeluarkan ilmu yang dipelajarinya dan Siauw-bin-hud, yaitu Ilmu Silat Kebahagiaan. Dia menggerakkan tubuhnya sambil mengingat ujar-ujar dalam kitab Dharmapada, sedikitpun tidak mempunyai niat untuk membalas dan sama sekali tidak marah. Dia menganggap tiga orang pengeroyoknya itu seperti tiga orang anak nakal yang tidak tahu apa yang mereka lakukan sehingga dia memandang penuh pengertian dan sama sekali tidak menjadi marah.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang