Jilid 188

996 21 0
                                    

"Engkau cinta padanya?"

Ceng Hiang terkejut. Pertanyaan tiba-tiba ini tidak diperhitungkannya sebelumnya dan ia tertegun, tak mampu menjawab. Akan tetapi ia seorang gadis yang cerdik dan jujur, maka ia dapat mengatasi rasa kagetnya, dan dengan menentang pandang Ci Kong yang penuh selidik itu ketika ia menjawab halus.

"Aku tidak tahu, toako, akan tetapi sudah pasti aku akan belajar mencintanya, atau setidaknya aku akan berusaha untuk membahagiakan orang yang menjadi suamiku kelak. Engkau tahu, aku adalah seorang gadis yang masih terikat oleh tradisi kebangsawanan. Tak mungkin bagi seorang gadis dari golonganku untuk menentukan jodohnya sendiri.

"Ayahku memilihkan untukku, dengan segala pertimbangan dan kebijaksanaan, dan aku tidak kecewa atas pilihan ayah. Yu-koko adalah seorang pemuda bangsawan yang amat baik. Kurasa tidak akan sukar bagiku untuk mencintanya kelak setelah dia menjadi suamiku."

Ci Kong mengangguk-angguk. Dia tadi menatap wajah gadis itu penuh selidik dan dia tahu bahwa gadis itu tidak menyembunyikan sesuatu, bicara dengan sejujurnya. Dia dapat menghargai sikap gadis itu dan membuat dia menjadi semakin kagum, akan tetapi juga membuat hatinya terasa semakin pedih. Dia lalu menarik napas panjang.

"Aku mengerti, lihiap. Aku yakin bahwa pilihan orang tuamu tentu tepat sekali. Seorang bangsawan seperti engkau ini memang sudah sepatutnya kalau berjodoh dengan seorang pemuda bangsawan yang kaya raya dan berkedudukan tinggi pula.

"Sedangkan aku, ah....... biarlah aku menyadari keadaanku sendiri, lihiap. Maafkan atas kelancanganku semalam. Setelah aku sadar, aku merasa malu karena sungguh-sungguh aku seorang pemuda yang tidak tahu diri. Nah, aku mohon diri, lihiap. Aku akan pergi sekarang juga."

"Toako! Apakah engkau tidak berpamit kepada ayah dulu?"

Ceng Hiang terkejut melihat pemuda itu akan pergi begitu mendadak, dan di dalam hatinya timbul perasaan iba yang mendalam.

"Tidak perlu, lihiap. Tolong agar engkau nanti menyampaikan ucapan maaf dariku, juga terima kasihku kepada beliau. Selamat tinggal!"

"Nanti dulu, toako!"

Ci Kong yang sudah bergerak hendak memutar tubuh itu, berhenti dan membalikkan tubuhnya memandang wajah gadis itu. Dia melihat ada titik air mata turun dan kedua mata Ceng Hiang, dan hatinya merasa terharu sekali. Gadis ini amat baik, terlalu baik. Dialah yang sial dan bukan jodoh gadis ini.

"Tan-toako, aku tidak ingin melihat engkau pergi membawa dendam dan sakit hati kepadaku."

Ci Kong memaksa dirinya untuk tersenyum.

"Dendam dan sakit hati? Aihhh, mengapa engkau menduga begitu, lihiap? Tidak, selamanya aku tidak akan mendendam kepadamu. Aku mengerti keadaanmu, dan cinta seseorang tak mungkin dapat dipaksakan. Sungguh mati, aku sama sekali tidak menyesal kepadamu, hanya menyesali diri sendiri yang tak tahu diri......."

"Tan-toako, tunggu dulu, aku mau bicara......."

"Lihiap, ada urusan apalagi yang dapat dibicarakan antara kita?"

Mendengar suara yang mengandung kepahitan itu, Ceng Hiang menghapus dua titik air matanya, dan berkatalah ia dengan halus, namun nadanya mengingatkan.

"Tan-toako, sesungguhnya, pernyataan cintamu kepadaku itu salah alamat."

Sepasang mata Ci Kong terbelalak dan alisnya berkerut. Apa maksud gadis ini, pikirnya heran. Benarkah bahwa Ceng Hiang sengaja hendak menghinanya setelah menolak cintanya? Dia menatap tajam penuh selidik, namun pandang mata gadis itu sedikitpun tidak nampak bahwa ia melakukan suatu kesalahan yang disembunyikan.

"Ceng-lihiap, apa maksudmu?" tanyanya, suaranya agak gemetar.

"Maksudku, engkau menyatakan cinta kepada gadis yang keliru. Semestinya bukan aku yang harus kaunyatakan cinta, akan tetapi kepada seorang gadis lain yang selalu mengharapkan pernyataan cintamu."

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang