Jilid 73

1.4K 21 0
                                    

"Ci Kong, engkau sudah bersumpah. Jadi benar engkau tidak menciumku, melainkan hendak meniupkan napas ke dalam paru-paruku yang kau kira macet?"

Tentu saja Ci Kong terheran, akan tetapi dia mengangguk.

"Benar."

"Jadi engkau tidak ingin mencium aku, Ci Kong?"

Sepasang mata pemuda itu terbelalak.

"Ah, Kiki....... itu....... itu....... tidak sopan namanya. Kita baru saja bertemu, mana aku berani melakukan perbuatan yang melanggar tata susila itu?"

Kiki tersenyum, akan tetapi sepasang matanya memandang penuh selidik, dan Ci Kong merasa seolah-olah sinar mata gadis itu dapat menembus ke dalam ruang dadanya dan melongok, mengintai isi hatinya.

"Andaikata kita sudah berkenalan lama, kita sudah menjadi sahabat, apakah engkau tidak ingin mencium aku, Ci Kong?"

Tentu saja pertanyaan ini seolah-olah sebatang pedang yang ditodongkan di depan hidung pemuda itu. Dan dia tidak mau menjawab, bahkan masih bengong saking kaget dan herannya.

"Aku....... aku....... ah, aku tidak tahu......."

Gadis itu mengerutkan alisnya. Jawaban ini mengesalkan hatinya. Entah bagaimana, ia merasa bahwa andaikata Ci Kong menciumnya, seperti yang dilakukan penjahat dalam perahu, mencium dengan lembut bukan paksaan, agaknya....... ia tidak akan menolak dan akan merasa senang sekali. Akan tetapi tentu saja, Ci Kong tidak tahu!

"Tentu saja engkau tidak tahu, memang kau bodoh! Sudah kuketahui itu sejak tadi."

Dan gadis itu lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, hatinya kecewa dan mendongkol, kakinya agak terpincang-pincang karena sepatu yang diganjal itu sungguh tidak enak rasanya, sama tidak enaknya dengan perasaan hatinya.

Sejenak Ci Kong bengong mengikuti tubuh Kiki dengan pandang matanya, lalu dia menjatuhkan diri duduk di atas rumput, memegangi kepala dengan kedua tangan.

"Memang aku bodoh.......!"

Dan ini bukan pura-pura. Dia merasa benar-benar bodoh dan tidak mengerti sama sekali akan sikap Kiki!

Setelah gadis itu tidak nampak bayangannya lagi, Ci Kong membayangkan wajah Kiki dan juga wajah Kui Eng. Ketika dia berjumpa dengan Kui Eng, diapun dibikin bingung dan tidak mengerti akan sikap gadis itu.

Kini, bertemu dengan Kiki, dia menjadi semakin bingung. Betapa anehnya dan luar biasanya mahluk yang disebut wanita itu. Aneh, luar biasa, berbahaya, dan amat menarik hati! Dulu diapun tertarik sekali kepada Kui Eng, dan sekarang dia lebih tertarik lagi kepada Kiki, dengan wataknya yang angin-anginan, kekanak-kanakan, keminter, dan....... mengguncangkan kalbu itu.

◄Y►

Sesuai dengan petunjuk yang diterima suhunya, Lian Hong menyelidiki jejak Koan Jit di selatan, karena perjalanannya itu membawanya ke daerah Kanton, maka timbul keinginan hatinya untuk menjenguk makam ayah ibunya di luar kota Tung-kang, di sebuah tanah kuburan umum untuk orang-orang dusun yang sederhana. Kuburan ini memang berada di tempat sunyi di luar kota, dimana terdapat daerah perbukitan batu yang tandus dan banyak terdapat guha-guha di situ, disebut guha kelelawar karena di situ terdapat banyak kelelawar sehingga tempatnya menjadi kotor menyeramkan.

Jarang ada orang suka mendatangi tempat ini, kecuali mereka yang mengunjungi kuburan nenek moyang pada waktu-waktu tertentu. Perbukitan tandus itupun jarang didatangi orang karena tidak ada pohon, tidak ada kayu, yang ada hanya batu-batu besar. Daerah yang amat tandus dan mati.

Dalam perjalanannya yang lalu ketika ia mencari jejak Koan Jit, ia pernah datang ke makam orang tuanya dan telah ditemukannya makam itu menurut petunjuk penduduk Tung-kang. Oleh karena itu, kini ia langsung saja pergi ke tanah kuburan itu walaupun hari telah menjelang senja. Bahkan ia mengambil keputusan untuk bermalam di kuburan orang tuanya malam itu.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang