Jilid 60

1.6K 27 1
                                    

Kita dapat melihat cinta kasih seperti itu, cinta kasih Tuhan melalui sinar matahari, melalui harumnya bunga, melalui tanah, air, hawa, udara. Biar ada manusia yang mengutuk dan membenci alam dan semua kekuasaan Tuhan, namun tetap saja semua itu diberikan dengan rela, kepada siapa saja tanpa pilih kasih, kepada mereka yang membenci sekalipun. Orang yang sejahat-jahatnya sekalipun, yang segala tindakannya berlawanan dengan kebaikan, akan tetap memperoleh hawa udara, memperoleh sinar matahari, dapat menikmati keharuman bunga, sama seperti orang yang paling baik, paling saleh sekalipun.

Akan tetapi, seperti Ong Siu Coan, kita selalu ingin untung, lahir maupun batin, oleh karena itu berbondong-bondong orang lari ke agama dengan dasar ingin untung itulah. Ingin memperoleh hiburan batin karena pahitnya kehidupan, ingin memperoleh jaminan keadaan yang enak menyenangkan setelah mati kelak, ingin memperoleh berkah sebanyaknya.

Lenyapkanlah janji-janji pahala dan hadiah ini dari agama, dan para munafik itu tentu akan mundur meninggalkannya dan yang tinggal hanyalah mereka yang benar-benar sadar dan waspada akan segala kekotoran yang memenuhi batin sendiri, karena hanya mereka inilah yang akan dapat berobah. Orang yang sadar akan kekotoran diri sendiri sajalah yang akan dapat berobah menjadi bersih, tanpa ada usaha membersihkan, karena usaha membersihkan ini akan menumpuk pamrih dan menciptakan kemunafikan.

Semenjak ribuan tahun, semua pelajaran kerohanian ini tersebar di antara seluruh manusia di dunia. Akan tetapi, bagaimana hasilnya? Manusia tetap saja hidup dalam lembah kesengsaraan, hidup dalam neraka dunia yang penuh dengan kebencian, iri hati, dengki, kemurkaan, permusuhan sehingga cinta kasih makin muram kehilangan sinarnya karena tertutup oleh segala macam hawa nafsu angkara yang merupakan debu-debu kotor hitam tebal itu.

Permusuhan terjadi bukan hanya antara perorangan, bukan hanya antara suku dan antara kelompok, bahkan meluas menjadi antara bangsa, antara negara sehingga timbullah perang yang amat kejam, pembunuhan dan pembantaian semena-mena yang lebih biadab dari pada perbuatan golongan yang dianggap masih liar dan buas sekalipun! Jelaslah di sini bahwa manusianya yang menentukan, bukan agamanya. Dan jelaslah bahwa yang dapat merobah manusia adalah diri sendiri masing-masing, dengan pengenalan diri sendiri sehingga nampak segala kekotoran yang membutakan mata hati, yang menulikan telinga hati.

Demikianlah halnya dengan Ong Siu Coan. Pemuda ini memiliki cita-cita yang muluk, dan makin besar cita-cita seseorang, makin besar pulalah 'aku' nya, dan makin besar pamrihnya sehingga semua perbuatannya ditujukan dengan pamrih untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri sebesar-besarnya.

Perbuatan itu mungkin di mata umum bisa disebut perbuatan buruk atau perbuatan baik, akan tetapi apapun macam perbuatan itu, selalu di belakangnya terkandung pamrih untuk kepentingan diri pribadi.

Tidak ada seorangpun mengetahui bahwa penyerbuan pasukan pemerintah di malam hari itupun adalah hasil perbuatan Ong Siu Coan! Dialah yang diam-diam mengirim berita tempat persembunyian para pejuang itu kepada pihak pasukan pemerintah!

Dia rela berkhianat untuk kepentingan diri sendiri, untuk melampiaskan iri hatinya terhadap Seng Bu, kemarahannya terhadap Sheila, dan untuk membuka kesempatan agar dia dapat merampas Sheila dengan dalih menyelamatkannya, dan kalau mungkin membunuh sutenya sendiri. Tentu saja pihak pasukan pemerintah tidak tahu bahwa yang mengirim berita itu adalah Ong Siu Coan.

Dan memang bukan maksud Siu Coan untuk membantu pasukan pemerintah. Sama sekali tidak! Dia membenci pemerintah Mancu, dan dia bercita-cita untuk membasmi pemerintah penjajah itu. Kalau dia dapat berbuat khianat pada malam hari itu adalah karena ada pamrih terhadap Seng Bu dan Sheila.

Karena serbuan itu, beberapa orang pejuang tewas dan selebihnya cerai berai dan kacau balau, kocar kacir. Dan Siu Coan melarikan diri ke selatan, dan beberapa hari kemudian dia sudah bergabung kembali dengan orang-orang Thian-te-pang, dan dia memperoleh perawatan dengan baik. Untung tidak ada yang tahu tentang peristiwa antara dia dan Seng Bu, dan mereka mengira bahwa tembakan yang mengenai ujung pundak Siu Coan itu dilakukan oleh seorang opsir pasukan pemerintah.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang