Jilid 173

1K 22 0
                                    

Setelah yakin bahwa malam itu Song Kim akan mengadakan pertemuan di sebuah kuil Agama To yang hanya dipakai sebagai kedok saja oleh para tosu Pek-lian-pai, Ci Kong dan Lian Hong cepat memberi kabar kepada Ceng Hiang yang segera mendatangi Jenderal Ciong Ti.

Malam hari itu, sesosok bayangan yang memakai mantel lebar, jalan mengendap-endap menuju ke kuil yang berdiri di luar kota raja sebelah utara. Sukar dikenal mukanya, karena orang itu selalu berjalan di tempat-tempat gelap dan menutupi mukanya dengan sebuah topi lebar. Yang nampak hanyalah bahwa dia seorang laki-laki memakai mantel hitam yang lebar.

Orang tidak tahu apakah dia itu tua ataukah masih muda, dan bagaimana macam mukanya. Dia tidak segera memasuki kuil, melainkan lewat di depan kuil, kemudian kembali lagi dan lewat lagi.

Setelah dia merasa yakin benar bahwa di sekitar kuil sunyi saja tidak nampak seorangpun, baru dia menengok ke kanan kiri, lalu menyelinap masuk ke dalam kuil itu dengan amat cepatnya. Sebelum dia, ada dua orang tosu tua memasuki kuil dan karena sebagai tosu-tosu merupakan hal yang wajar saja memasuki kuil itu, mereka berdua itu tidak bersikap sebagai orang yang bermantel hitam.

Namun semua peristiwa ini nampak jelas oleh Ciong-goanswe yang sejak sore tadi telah bersembunyi di tempat aman, agak jauh dari kuil, bersama Ceng Hiang yang menjemputnya. Ketika dua orang tosu itu lewat, Ceng Hiang berbisik.

"Kenalkah Ciang-kun kepada dua orang tosu itu?"

Yang ditanya memandang tajam penuh perhatian, akan tetapi menggeleng kepala.

"Yang bertubuh tinggi besar dan berperut gendut itu adalah Ban Hwa Seng-jin, tokoh Pat-kwa-pai yang terkenal sekali. Sedangkan yang tinggi kurus berjenggot panjang itu adalah Ciok Im Cu, tokoh Pek-lian-pai. Mereka berdua itu lihai sekali, dan merupakan dua orang tokoh pemberontak yang mempunyai banyak anak buah dan amat berpengaruh di dalam dua perkumpulan itu."

"Akan tetapi, kenapa tidak ada gambar Teratai Putih dan Pat-kwa pada baju mereka."

"Tentu mereka bersikap hati-hati dan tidak mau menonjolkan diri. Akan tetapi, aku berani bertaruh bahwa di balik jubah mereka itu tentu tersembunyi tanda-tanda kedudukan mereka."

"Akan tetapi, mana Lee-ciangkun? Apakah sudah berada di dalam?"

"Ssttt, nanti dulu, dia tentu akan datang," kata Ceng Hiang sambil memandang ke kiri.

Ceng Hiang melihat betapa daun-daun di sebatang pohon besar di tepi jalan bergoyang-goyang. Itulah isyarat dari Lian Hong agar jangan mengeluarkan suara berisik.

Adapun Ci Kong, tentu kini sedang membayangi Lee Song Kim, yang menurut rencana persekutuan itu yang sudah dapat diketahui Lian Hong dan Ci Kong, tentu malam itu akan datang ke kuil. Munculnya dua orang tosu tadi saja sudah membuktikan kebenaran hasil penyelidikan mereka.

Kemudian muncullah orang bermantel hitam dan bertopi lebar itu. Kembali ada tanda dari Lian Hong, dan Ceng Hiang segera berbisik.

"Itulah dia orang yang kau tunggu-tunggu, Ciong-goanswe."

Jenderal Ciong terkejut dan memandang penuh perhatian. Akan tetapi malam sudah gelap dan orang itu hanya lewat saja di depan kuil. Mula-mula dia merasa curiga dan tidak percaya karena sukar mengenal Lee Song Kim dalam pakaian hitam dan topi lebar itu, apalagi bayangan itu tidak memasuki kuil dan terus saja. Akan tetapi tak lama kemudian, bayangan itu datang kembali, lewat lagi beberapa kali di depan kuil, kemudian menyelinap masuk.

Jantung jenderal itu berdebar penuh ketegangan.

"Mari ikut denganku, Ciang-kun."

Ceng Hiang mengajak dan menarik tangan jenderal itu untuk bangkit berdiri.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang