Jilid 193

1.1K 22 0
                                    

Pada saat itu, Thian He Hwesio yang tidak keburu mencegah, membisikkan kepada tamunya bahwa pengacau itu adalah datuk sesat yang dijuluki Hai-tok. Nampak pendeta pendeta kecil kurus itu terkejut, juga dua orang kawannya terkejut.

"Omitohud, kiranya seorang di antara Empat Racun yang tersohor itu!" kata pula pendeta kecil kurus bertongkat.

"Kabarnya Empat Racun telah mencuci kotoran dan batinnya dengan membantu perjuangan rakyat menentang kelaliman, akan tetapi ternyata sekarang Hai-tok masih saja melanjutkan kesesatannya dengan perbuatan rendah, mengacau di Siauw-lim-si dan hendak merampok kitab. Sungguh patut disesalkan!"

Melihat tiga orang tamunya yang merupakan tamu agung yang dihormati, yaitu para wakil golongan Agama Buddha dari Nepal, Tibet dan Yun-nan, kini maju hendak menandingi Hai-tok, dua orang pimpinan Siauw-lim-si itu merasa tidak enak hati. Thian He Hwesio segera maju.

"Sam-wi suhu harap tidak turun tangan sendiri, ini adalah urusan dalam Siauw-lim-pai, biarlah para murid yang menanggulanginya."

Tanpa menanti jawaban, Thian He Hwesio memberi tanda kepada Thian Kong Hwesio, dan pelatih para murid Siauw-lim-pai ini segera memberi aba-aba kepada para murid.

"Ngo-heng-tin silahkan maju!" bentaknya.

Dari para pengepung itu, berloncatan keluar lima orang murid Siauw-lim-pai yang berkepala gundul, mereka itu masing-masing memegang sebatang toya kuningan yang berat, senjata khas golongan hwesio yang merupakan senjata terkuat dari Siauw-lim-pai. Setelah berloncatan, mereka berlima segera membentuk posisi segi lima dan itulah yang dinamakan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Unsur).

Dikurung oleh lima orang itu, Hai-tok nampak masih tenang saja. Dia maklum akan kelihaian Ngo-heng-tin dan tahu pula bahwa dengan berani maju berlima, tentu mereka ini merupakan murid-murid Siauw-lim-pai yang sudah cukup tinggi tingkatnya.

Dia menggerakkan tangan ke belakang dan sudah mencabut tongkatnya, sebatang tongkat yang terbuat dari pada emas berhiaskan permata! Sebuan tongkat yang indah dan mahal sekali, namun merupakan senjata utama Hai-tok yang luar biasa ampuhnya pula.

Barisan Ngo-heng-tin itu kini bergerak perlahan mengitari lawan, gerakan mereka ketika bergeser ke depan itu amat gagah dan tegap, kaki mereka hanya bergeser ke depan sehingga terdengar suara 'sstt-sstt-sstt' yang berirama.

Keadaan menjadi menegangkan, dan kepungan itu kini agak mundur sehingga terdapat ruangan yang cukup luas untuk perkelahian keroyokan. Juga kedua orang pimpinan Siauw-lim-pai dan tiga orang tamu agungnya mengundurkan diri. Beberapa orang murid segera menyediakan lima buah bangku untuk mereka duduk menonton.

Pimpinan barisan Ngo-heng-tin itu adalah seorang yang bertubuh tinggi kurus. Dia memimpin barisan bukan dengan aba-aba, melainkan dengan gerakan.

Dialah yang lebih dahulu bergerak, menjadi kepala binatang sedangkan yang lain menjadi tubuh dan ekornya, yang akan bergerak secara otomatis melanjutkan atau menyambung gerakan pertama dari pemimpin barisan itu. Setiap gerakan atau serangan dari pemimpin, memiliki perkembangan tertentu dan mereka berlima sudah berlatih selama belasan tahun, sehingga kalau mereka maju sebagai Ngo-heng-tin, mereka itu seolah-olah menjadi kesatuan yang bergerak secara otomatis.

Tiba-tiba kepala barisan itu sudah menggerakkan toyanya, menyerang ke arah kepala Hai-tok, dan begitu dia bergerak menyerang, empat orang yang lain juga bergerak dengan serangan susulan! Hebatnya, di dalam serangan mereka berlima ini terdapat unsur yang saling melindungi!

"Trang-trang-trang-trang-trang!"

Lima kali beruntun terdengar suara nyaring ketika nampak gulungan sinar emas, dan ternyata serangan lima batang toya itu telah dapat tertangkis semua oleh tongkat di tangan Hai-tok. Bukan itu saja, bahkan kini Hai-tok membalas dengan serangan-serangan yang amat cepat dan kuat secara bertubi-tubi kepada lima orang lawannya!

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang