Jilid 15

2.3K 41 0
                                    

Keduanya terdorong mundur dan hal ini saja membuat mereka maklum bahwa tenaga mereka berimbang. Akan tetapi Lui Siok Ek, murid Thian-te-pai itu, tanpa banyak cakap lagi sudah menerjang pula ke depan dan gerakannya demikian aneh dan cepat, sehingga tahu-tahu tangan kirinya sudah dapat menangkap ujung Giok-liong-kiam pada saat Kam Hong Tek miringkan tubuhnya karena kembali Pek-bin Tiat-ciang menyerangnya.

Kam Hong Tek terkejut dan mencoba untuk menarik pedang batu kemala itu, namun murid Lui Siok Ek itu mempertahankannya. Terjadilah betot membetot, tarik-menarik, dan pada saat itu, Theng Ci wanita baju merah itu mengirim tendangan kilat yang ditujukan ke arah pergelangan tangan Kam Hong Tek.

Pada saat yang sama pula, seperti sudah direncanakan saja, Pek-bin Tiat-ciang juga mengirim tendangan, ditujukan ke arah pergelangan tangan murid Thian-te-pai. Dua tendangan kilat itu amat kuat dan berbahaya dan mereka yang sedang bersitegang memperebutkan pedang pusaka itu maklum akan hal ini, dan terpaksa mereka lalu melepaskan pegangan dan melontarkan pedang pusaka itu ke atas, kemudian tangan mereka membalik dan menangkis tendangan.

Pedang pusaka Giok-liong-kiam itu dilontarkan oleh gabungan dua tenaga, terlempar jauh dan tinggi ke udara. Lima orang yang sedang memperebutkan pedang pusaka itu memandang ke atas dan mereka sudah siap untuk meloncat dan berlumba memperoleh pusaka itu lebih dahulu, walaupun masing-masing maklum bahwa empat orang yang lain pasti akan menghalanginya atau akan merampasnya kembali.

Setiap jalur urat syaraf di tubuh lima orang itu sudah menegang dan masing-masing sudah siap untuk meloncat ke atas ketika benda yang berkilauan hijau itu melayang turun dari atas. Akan tetapi, ketika benda itu sudah meluncur turun sampai kira-kira lima tombak dan semua orang sudah siap meloncat, tiba-tiba saja benda itu menyeleweng ke arah barat dan lenyap di antara daun-daun pohon, menimbulkan suara berkerosakan ketika benda itu menerjang daun-daun pohon yang lebat.

Tentu saja semua orang menjadi terkejut dan heran, akan tetapi juga penuh kekhawatiran karena benda itu tiba-tiba saja lenyap. Seperti dikomando saja, lima orang itu lalu berloncatan dan lari ke arah pohon besar di sebelah barat itu.

Dan merekapun berdiri tertegun ketika melihat seorang kakek berjubah pendeta, bertubuh gendut sekali sehingga kelihatannya bulat. Kepalanya yang nampak kecil karena tubuh yang gendut itu juga bulat, dan kakek itu nampak lucu karena kepalanya gundul licin tanpa penutup kepala. Dia duduk bersila di atas batu hitam, sama sekali tidak bergerak, dan kedua matanya terpejam, kedua tangan dirangkap di depan dada. Jubah kuningnya sudah kumal dan warnanya hampir keputihan, kedua kakinya yang bersilang itu memakai sepatu kain yang bawahnya dilapis besi.

Sukar menaksir usia kakek ini karena kepalanya gundul dan mukanya kelimis, bisa saja dia baru limapuluh tahun, akan tetapi juga mungkin usianya sudah tujuhpuluh tahun lebih. Alisnya yang tebal dan masih hitam itu menambah bingung bagi penaksir usianya.

Lima orang itu memandang penuh perhatian, terutama sekali dengan sinar mata mereka mencari-cari apakah di situ terdapat pedang Giok-liong-kiam. Akan tetapi, kakek gundul yang gendut itu sedang bersemadhi, hanya pernapasannya saja yang membuat perut gendutnya bergerak perlahan turun naik. Jelas bahwa kakek itu tidak memegang Giok-liong-kiam, juga di dekatnya tidak nampak benda pusaka itu.

Lima orang itu celingukan akan tetapi tidak nampak ada orang lain di sekitar tempat itu, dan pusaka itupun lenyap tanpa bekas. Siapa lagi kalau bukan kakek ini yang menyebabkan pusaka yang sedang melayang turun itu tiba-tiba menyeleweng dan lenyap. Bukankah ke arah sini tadi terbangnya pedang kemala itu?

Lima orang itu adalah orang-orang kang-ouw yang cukup maklum bahwa orang seperti kakek tua ini sama sekali tidak boleh dipandang ringan dan sangat boleh jadi sekali kakek ini adalah seorang datuk persilatan yang amat lihai, walaupun tak seorang di antara mereka merasa pernah mengenalnya.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang