Jilid 110

1.3K 18 0
                                    

"Orang yang mampu mempergunakan ilmu mengirim suara dari jauh adalah orang-orang gagah. Akan tetapi perbuatan bersembunyi dan menyuruh orang-orang lain untuk bicara sedangkan diri sendiri bersembunyi, sama dengan melempar batu bersembunyi tangan, dan perbuatan itu adalah perbuatan yang rendah dan pengecut!"

Orang yang memakai baju kuning dan berusia tigapuluh tahun segera bangkit berdiri dan berkata suaranya lantang.

"Sebaliknya, orang Cina yang membantu orang bule untuk merusak bangsa sendiri adalah seorang pengkhianat yang tak patut diampuni!"

Siu Coan terkejut dan dia memandang tajam. Biarpun dia tidak teringat pernah bertemu dengan orang ini, namun dia dapat menduga bahwa tentu orang ini seorang pejuang yang menyelundup ke dalam gereja dan membuat kacau. Dia tidak merasa mengkhianati bangsanya, maka ucapan itu tidak membuat mukanya menjadi merah. Dia masih tersenyum ramah dan menjura ke arah orang itu.

"Aih, kiranya di tempat ini ada seorang pendekar yang berilmu tinggi. Ketahuilah, saudara....... bahwa di dalam gereja tidak ada permusuhan, tidak ada perbedaan bangsa atau kulit. Di depan Tuhan Allah, semua manusia sama saja, apapun warna kulitnya. Kalau saudara merasa tidak setuju dengan pelajaran Agama Kristen dan hendak memprotes, kenapa tidak dilakukan sendiri."

Kini si baju biru yang bertubuh tinggi besar itu bangkit pula dan berkata lantang.

"Kami bukan anggauta gereja, karena itu terpaksa kami meminjam mulut anggauta gereja untuk menyatakan rasa penasaran hati kami."

Kini Pendeta Allan yang sudah merasa girang karena Siu Coan dapat membongkar rahasia itu dan menemukan biang keladinya, lalu berseru dengan suaranya yang halus.

"Ya Tuhan, semoga diampuni dosa-dosa kalian! Saudaraku yang baik, sebetulnya mengapakah anda berdua menyangkal kebenaran ajaran dari Alkitab?"

Kini si baju kuning yang menjawab.

"Kami tidak tahu menahu tentang isi Alkitab, akan tetapi mendengar ceramahmu, kami sama sekali merasa bahwa semua ceramahmu itu bohong belaka. Engkau mengajarkan tentang cinta kasih sesama manusia. Apakah engkau dan bangsamu itu mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama?

"Pelajaranmu menganjurkan cinta kasih, akan tetapi apa yang telah kalian lakukan di tanah air kami? Meracuni bangsa kami, memerangi bangsa kami, membunuh, menyiksa, menjajah dan menginjak-injak kebebasan bangsa kami. Kalian mengajarkan cinta kasih, akan tetapi melaksanakan permusuhan dan kebencian!

"Bukankah itu berarti bahwa semua ceramahmu itu bohong belaka? Dan pelajaran tentang mencinta musuh-musuhmu itu. Huh, pernahkah engkau mencinta bangsa kami yang kalian musuhi?"

Ucapan orang ini demikian penuh semangat, terasa sampai ke dalam hati para pendengar di dalam gereja itu, sehingga kini pandang mata mereka terhadap pendeta itu seketika berubah. Diam-diam Siu Coan memuji orang ini yang pandai sekali melakukan penyerangan dengan kata-kata.

Mendengar ucapan itu, sang pendeta merangkap kedua tangan di depan dada sambil memejamkan mata dan seperti orang berdoa, kemudian dia membuka mata dan berkata.

"Saudaraku yang baik. Memang manusia adalah makhluk yang lemah dan penuh dosa. Karena itulah maka diturunkan Yesus ke dunia untuk menebus dosa dan untuk mengajarkan kebaikan kepada umat manusia. Tidak hanya terbatas pada Bangsa Cina, juga Bangsa Inggeris, merupakan manusia-manusia penuh dosa yang harus bertobat."

Kini orang berbaju biru segera berseru.

"Kalau begitu, apa perlunya kau mengajarkan kami tentang cinta kasih dan mencinta musuh? Kami orang-orang tertindas kau ajarkan untuk mencinta musuh, bukankah berarti engkau menyuruh kami diam saja dan mandah diperlakukan semena-mena dan menderita tekanan dan bangsamu?

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang