Jilid 168

1K 26 0
                                    

"Nah, mengapa mencampuri urusan perjuangan, bahkan membantu pemerintah penjajah dan menentang perjuangan para pendekar yang hendak membebaskan bangsa dan tanah airnya dari cengkeraman penjajah? Sikap ini membuat rakyat menjadi benci dan timbul anti kulit putih, dan hal itu kurasa amat merugikan bangsa kita sendiri."

"Wah-wah, agaknya engkau kini menjadi pembela para pemberontak itu, Diana!"

"Pembela yang benar, Peter. Dan itu adalah tugas setiap orang manusia, bukan? Aku pulang ini untuk membuka mata kalian. Hentikan permusuhan terhadap para pejuang, bahkan kalau mungkin, bantulah perjuangan mereka. Kalau perjuangan mereka berhasil, tentu hubungan perdagangan antara kita dan rakyat akan menjadi semakin akrab dan menguntungkan."

"Jadi engkau pulang untuk membujuk pamanmu agar bersekongkol dengan pemberontak dan memusuhi pemerintah yang syah?"

"Engkau memandang persoalannya dari sudut yang lain, demi keuntungan pemerintah penjajah! Memang pemerintah yang syah, akan tetapi benarkah itu kalau orang Mancu memegang pemerintahan di negeri ini? Rakyat yang berjuang untuk membebaskan tanah airnya dari cengkeraman penjajah bukanlah pemberontak jahat!"

"Ah, sudahlah, Diana. Bukan tugas kita untuk bicara tentang politik, ada jenderal-jenderal yang pekerjaannya mengurus hal-hal demikian. Mari, minumlah air jeruk itu, kemudian beristirahatlah. Oya, engkau tentu belum makan malam, bukan? Biar kusuruh sediakan makan malam untuk kita."

Peter mengalihkan percakapan. Diana merasa penasaran, akan tetapi diam-diam otaknya bekerja. Ia harus yakin benar bagaimana sebenarnya sikap Peter terhadap dirinya. Ia harus yakin tentang minuman ini, tentang segalanya.

"Oya........ kau tadi bilang ada gaun untuk pengganti pakaianku? Coba tolong ambilkan hendak kulihat, kalau cocok, boleh juga berganti pakaian."

Berkata demikian, Diana mengangkat gelasnya dan menempelkan gelas itu di bibirnya. Peter memandang dengan wajah berseri, bangkit berdiri.

"Baik, akan kuambilkan. Nah, begitu sebaiknya sikapmu, Diana. Minumlah, kalau kurang akan kuambilkan lagi."

Dan diapun melangkah ke arah kamar. Secepat kilat, Diana menuangkan seluruh isi gelasnya ke dalam pot bunga yang berdiri di sudut. Gerakannya cepat sekali dan tidak mengeluarkan suara sehingga Peter tidak mendengar sesuatu.

Tak lama kemudian, Peter kembali lagi membawa sebuah gaun berwarna merah muda, juga sepasang sepatu. Dia memang menyimpan banyak pakaian wanita untuk persediaan, karena sering dia membawa wanita cantik ke dalam benteng untuk menghiburnya dan dia suka sekali memberi hadiah pakaian-pakaian indah kepada wanita yang dibawanya. Diana memperhatikan Peter dari sudut matanya dan ia melihat betapa wajah Peter berubah girang ketika pria itu memandang ke arah gelas minuman yang telah kosong.

"Sudah kau minum habis? Ah, engkau tentu haus sekali. Kuambilkan lagi, ya?"

"Tidak usah, Peter, sudah cukup. Enak dan segar sekali air jeruk itu."

"Sebentar lagi engkau tentu akan merasa lebih segar!"

"Apa maksudmu?"

"Tidak apa-apa....... nah, inilah gaun itu. Bagus dan tentu cocok sekali wama merah muda ini untuk kulitmu yang putih mulus itu. Nah, bergantilah di dalam kamarku itu, Diana."

Diana bangkit berdiri dan tiba-tiba ia terhuyung, tangan kirinya meraba dahi dan tangan kanannya memegangi ujung meja.

"Ohhh........ kepalaku pening......." rintihnya.

"Hai, berhati-hatilah....... engkau tentu lelah sekali. Nah, beristirahatlah di dalam kamar, Diana. Mari kupapah engkau......."

Peter lalu menggandeng tangan Diana dan merangkul pundaknya. Karena rangkulan ini wajar saja, Dianapun tidak menolak dan masih melanjutkan sandiwaranya, pura-pura pening dan mengantuk, meniru lagak orang yang mengantuk dan lemas.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang