Jilid 129

1K 21 0
                                    

Song Kim mengerutkan alisnya. Pertanyaan seperti itu tak suka dia mendengarnya. Tentu saja tidak mungkin baginya untuk mengaku bahwa dia adalah murid dari Hai-tok, seorang di antara Empat Racun Dunia yang bahkan kini oleh pemerintah Ceng sudah dinyatakan sebagai pemberontak.

"Kalau aku tidak salah ingat, pernah saya bercerita di depan pangeran dan nona bahwa saya belajar ilmu silat dari orang tua saya sendiri yang kini telah tiada. Ilmu silat kami adalah ilmu silat keluarga."

Dia memandang tajam lalu melanjutkan.

"Mengapa nona menanyakan lagi hal itu? Pentingkah bagimu dari perguruan mana aku datang, nona?"

"Ah, tidak mengandung maksud apa-apa. Hanya banyak aku mendengar tentang jagoan-jagoan di dunia persilatan, maka aku ingin tahu apakah engkau bukan murid dari seorang di antara tokoh-tokoh yang pernah kudengar namanya."

"Nona tidak pernah atau jarang sekali merantau di dunia kang-ouw, bagaimana bisa mengenal nama tokoh-tokoh persilatan? Siapa saja di antaranya yang pernah nona dengar?"

"Banyak sekali! Terutama tokoh-tokoh yang kini mengadakan pemberontakan-pemberontakan, banyak aku mendengar namanya. Bukankah atas jasamu pula, banyak tokoh kang-ouw yang sedang mengadakan rapat di hari ulang tahun Hai-tok telah disergap pasukan pemerintah? Jasamu itu sungguh besar sekali Lee-ciangkun."

Wajah Song Kim agak berubah. Tak senang dia diingatkan akan hal itu. Memang dia sudah mengkhianati dan melaporkan gurunya sendiri, bukan sekali-kali karena dia membenci gurunya, melainkan karena dengan laporan itu, dia memperoleh dua keuntungan. Pertama, dia berjasa pada pemerintah dan semakin dipercaya. Kedua, makin banyak tokoh kang-ouw yang tewas, makin berkuranglah saingannya untuk memperebutkan Giok-liong-kiam.

"Hal itu sudah menjadi tugas kewajibanku, nona."

"Baiklah, mari kita mulai. Bersiaplah kau menerima seranganku, Ciang-kun!"

Berkata demikian, Ceng Hiang lalu memasang kuda-kuda dengan berdiri tegak lurus, kaki kanan diangkat dan ditekuk, ujung kaki kanan menyentuh lutut kiri, tangan kiri dilingkarkan di depan dada dan tangan kanan menunjuk ke atas dengan jari-jari terbuka. Jurus ini nampak gagah sekali dan kembali Song Kim terpesona. Betapa cantik dan gagahnya gadis, ini pikirnya.

Dan diapun tidak mau kalah. Dia memasang aksi dengan kuda-kuda yang kokoh kuat, kedua kakinya terpentang lebar dan kedua lutut ditekuk, kedua tangan mengepal di pinggang.

Kuda-kuda ini adalah kuda-kuda biasa yang kokoh dan dianggap merupakan kuda-kuda paling baik untuk menghadapi serangan lawan yang tangguh. Diam-diam Ceng Hiang mengenal kuda-kuda yang kokoh itu, akan tetapi dara ini memang sudah tahu dan mendengar banyak tentang kelihaian Song Kim, maka iapun tidak mau bersikap sungkan lagi.

"Haiiittt......."

Ia berteriak sambil menyerang, menurunkan kaki kanan dan tiba-tiba kaki kirinya menendang sedemikian cepatnya, menotok ke arah pinggang kanan lawan, sedangkan tangan kiri yang tadinya diangkat tinggi-tinggi itu meluncur turun dan menotok ke arah pundak. Istimewa sekali serangan yang merupakan totokan dalam waktu yang sama dengan ujung sepatu dan ujung tangan itu, di kedua tempat terpisah namun cukup berbahaya kalau mengenai sasaran dapat membuat lawan menjadi lumpuh seketika!

Lee Song Kim memang agak memandang rendah gadis ini. Mana mungkin gadis yang demikian cantiknya, demikian halus dan lembutnya, puteri tunggal seorang pangeran, dapat memiliki kepandaian silat yang berarti?

Andaikata mewarisi ilmu silat keluarga Pulau Es sekalipun, latihannya tentu kurang sempurna. Pikiran inilah yang membuat dia tetap tersenyum melihat datangnya serangan itu, walaupun diakuinya bahwa serangan itu istimewa, aneh dan cepat.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang