Jilid 42

1.7K 30 0
                                    

Mata para tamu kini memandang penuh perhatian dan dengan hati tegang, karena mereka maklum bahwa guru silat muda itu agaknya sudah marah sekali dan menyerang dengan sungguh-sungguh, walaupun serangannya bukan merupakan tendangan atau pukulan, melainkan tubrukan untuk menerkam dan memeluk gadis itu!

Akan tetapi, dengan gerakan yang amat lincah, tahu-tahu tubuh gadis itu sudah menyelinap ke bawah kiri dan tubrukan itu luput. Guru silat itu tadi sudah melihat bayangan tubuh itu menyelinap ke kiri, tubrukannya dirobah menjadi terkaman ke samping dan kini dua lengannya itu menerkam dari atas dan bawah, kedua kakinya siap menyusulkan tendangan andaikata nona itu mengelak lagi.

Akan tetapi sekali ini Kui Eng tidak mengelak, bahkan menghadapi serangan itu sambil membalikkan tubuhnya dan dua pasang kaki tangan itu bergerak cepat, seperti ada empat ekor ular menotok ke depan dan tiba-tiba saja guru silat muda itu mengeluarkan teriakan aneh dan tubuhnyapun roboh berlutut di depan Kui Eng!

Tentu saja semua orang menjadi heran dan terkejut sekali. Dalam dua kali serangan saja, guru silat itu telah roboh berlutut dan mereka tidak melihat bagaimana caranya sampai guru silat itu roboh.

Guru silat itu sendiri menjadi pucat wajahnya. Tadi, ketika dia menerkam, tiba-tiba saja kedua siku dan lututnya terpukul, dan seketika kedua lengan dan kakinya menjadi lumpuh sehingga dia tidak mampu berdiri lagi dan terpaksa jatuh berlutut. Bagaimanapun juga, kini tahulah dia bahwa gadis itu memang sungguh seorang yang memiliki kesaktian dan sama sekali bukan lawannya.

"Maafkan saya, nona....... saya....... mengaku kalah.......!" katanya lirih dan ketakutan karena dia belum mampu menggerakkan kaki tangannya.

"Hemm, belajarlah silat dengan baik, bukan memamerkan tenaga gajah," kata Kui Eng.

Dan seperti orang menyuruh pergi, tangannya bergerak cepat sekali menyentuh ke pundak, dan ujung sepatunya menyentuh pinggang. Seketika tubuh yang lumpuh itu dapat bangkit lagi, dan dengan muka yang kini berobah merah sekali, guru silat itu memberi hormat kepada Kui Eng lalu melompat turun dan kembali ke tempat duduknya tanpa banyak cakap lagi.

Tepuk tangan riuh menyambut kemenangan ini, akan tetapi beberapa orang mengerutkan alisnya. Benarkah guru silat itu kalah sedemikian mudahnya? Ataukah guru silat itu memang sengaja 'dibeli' untuk berperan sebagai orang yang dikalahkan?

Ciu-wangwe adalah seorang yang kaya raya, mampu membayar apa saja dan guru silat itu merupakan orang baru di Kan-ton, siapa tahu dia memang sengaja bermain sandiwara agar dikalahkan dalam dua gebrakan saja!

Akan tetapi, mereka yang memiliki kepandaian lebih tinggi berpendapat lain. Mereka melihat bahwa selain guru silat itu memang tidak begitu pandai, ternyata bahwa gadis hartawan ini benar-benar lihai sehingga mereka memandang kagum, dan ketika Kui Eng mempersilahkan jagoan lain untuk naik, tidak ada seorangpun berani menyambutnya.

Yang paling gembira adalah Ciu-wangwe. Ternyata puterinya mampu membuktikan omongannya. Guru silat yang hebat tadi dirobohkan hanya dalam waktu sebentar saja! Makin percayalah dia bahwa kakek sakti itu memang benar telah mewariskan kepandaiannya kepada Kui Eng.

"Cu-wi yang mulia! Benarkah tidak ada lagi jagoan yang mau memberi petunjuk kepadaku? Ah, dan aku mendengar bahwa Kan-ton adalah gudangnya jago silat yang tinggi ilmunya. Apakah cu-wi ingin mengecewakan hatiku?"

Kui Eng berkata karena memang ia kecewa sekali. Ia ingin memamerkan kepandaiannya dan juga mendatangkan kesan agar keluarganya ditakuti orang dan hati ayahnya menjadi tenteram. Kiranya di antara para jagoan itu, yang maju hanyalah seorang guru silat mentah!

Wang-taijin, kepala daerah Kan-ton, merasa tersinggung mendengar ucapan gadis itu. Seorang gadis yang sombong, pikirnya. Memang di sudut hatinya, Wang-taijin merasa tidak suka kepada hartawan ini, karena dia mendengar bahwa orang she Ciu ini merupakan pedagang dan penyelundup candu terbesar di Kan-ton dan Tung-kang, seorang yang bersekongkol dengan orang-orang kulit putih.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang