Jilid 98

1.2K 25 0
                                    

"Omitohud, pinceng siap mendengarkan, San-tok."

"Tadinya, rahasia ini akan kusimpan sampai mati, karena memang aku ingin mengalihkan perhatian seluruh tokoh-tokoh agar tidak mengetahui rahasiaku ini. Akan tetapi setelah kita mengadakan pertemuan di tempat pesta Hai-tok, pendirianku berubah. Aku hendak bicara tentang rahasia Giok-liong-kiam!"

Mendengar ini, Siauw-bin-hud yang biasanya tenang itupun kini mengangkat muka memandang penuh perhatian. Apalagi Tee-tok. Dia memandang rekannya dengan sinar mata mencorong dan penuh curiga.

"Jembel gunung! Jangan katakan bahwa engkau sudah merampas Giok-liong-kiam dari tangan murid pertama Thian-tok yang murtad itu!"

San-tok mengangguk-angguk.

"Terus terang saja, memang aku belum berhasil menemukan Giok-liong-kiam, akan tetapi dapat dikatakan bahwa Giok-liong-kiam sudah berada di tanganku! Akan tetapi sebelum aku melanjutkan ceritaku yang akan membuka rahasia Giok-liong-kiam, aku ingin minta pendapat kalian lebih dulu."

"Pendapat bagaimana?" tanya Siauw-bin-hud.

"Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang akan mampu menemukan harta karun itu dan menyerahkannya untuk keperluan perjuangan menumbangkan pemerintah penjajah dan menentang bangsa kulit putih? Apa hadiah untuknya?"

"San-tok, apakah kau masih pura-pura lagi? Bukankah kau sendiri yang mengajukan usul bahwa dia yang berhasil itu akan memperoleh pedang pusaka Giok-liong-kiam, dan selanjutnya dianggap sebagai pahlawan dan jagoan nomor satu di dunia?" Tee-tok menegur.

"Itu benar, dan hal itu sudah menjadi persetujuan bersama," sambung Siauw-bin-hud.

"Aku tidak akan menyangkal persetujuan itu, Siauw-bin-hud, akan tetapi aku ingin menambahkan sedikit, yaitu bahwa apabila aku yang berhasil menemukan harta karun itu, mengingat bahwa muridku Siauw Lian Hong yang banyak berjasa dalam hal itu, aku ingin agar engkau suka menyetujui Hong Hong menjadi jodoh muridmu, Tan Ci Kong."

Mendengar ini, Tee-tok terkejut dan cepat mencela.

"Ah, itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Giok-liong-kiam! San-tok, baru saja aku hendak minta kepada Siauw-bin-hud agar muridnya itu dijodohkan dengan muridku Ciu Kui Eng. Karena engkau sudah menyatakan lebih dulu, biarlah akupun mengajukan pinangan dan kita lihat, siapa di antara murid-murid kita yang akan diterima menjadi calon isteri murid Siauw-bin-hud."

Kini Siauw-bin-hud yang merasa terkejut dan dia memandang kepada wajah dua datuk sesat itu dengan hati yang agak cemas. Pinangan orang biasa saja merupakan hal yang wajar dan menerima atau menolaknya merupakan peristiwa biasa yang takkan mendatangkan akibat apapun. Akan tetapi pinangan orang-orang seperti mereka ini, kalau ditolak tentu akan mendatangkan akibat buruk, dan kini yang mengajukan pinangan sekaligus adalah dua orang!

Menerima yang satu tentu akan menolak yang lain, dan dia menjadi serba salah. Akan tetapi, Siauw bin-hud hanya sedetik dua detik saja dicekam kecemasan. Dia sudah tersenyum kembali.

"Omitohud, betapa lucunya kalian ini, ha-ha-ha-ha!" Kakek tua renta itupun tertawa bergelak, suara ketawa yang halus dan penuh kegembiraan.

Sejenak dua orang datuk sesat itu saling pandang dengan sikap bermusuhan, akan tetapi mendengar suara ketawa itu, San-tok berkata.

"Siauw-bin-hud, apa engkau merasa terlalu tinggi bagi orang macam aku?"

"Engkau berani memandang rendah kepadaku, dan muridku tidak pantas menjadi jodoh murid Siauw-lim-pai?" Tee-tok juga menegur.

Dua orang datuk sesat itu nampak penasaran sekali dan Siauw-bin-hud menarik napas panjang, akan tetapi masih tersenyum lebar. Baru bayangan bahwa pinangan itu ditolak saja sudah membuat kedua orang datuk ini nampak penasaran dan marah. Apalagi kalau benar-benar ditolak! Dia tidak takut akan ancaman mereka, akan tetapi dia mengkhawatirkan perpecahan akan terjadi di antara mereka, padahal dalam menghadapi kekalutan tanah air, mereka sudah sepakat untuk bekerja sama.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang