Jilid 135

1.2K 21 0
                                    

"Jangan khawatir kepada sumoi Diana, enci Eng. Biarpun ia berkulit putih, bermata biru dan berambut emas, namun hatinya bersih dan ia memiliki kegagahan."

Karena sudah terlanjur berada di situ dan mendengar bahwa San-tok sedang pergi mencari gurunya, Kui Eng lalu menerima undangan Lian Hong dan Diana untuk tinggal di situ selama beberapa hari. Iapun ingin sekali menikmati keindahan tamasya alam di sekitar Pegunungan Wu-yi-san.

Terdapat suara keakraban yang mendalam di antara tiga orang gadis ini. Setiap hari mereka berlatih silat, bercakap-cakap atau berjalan-jalan ke puncak-puncak lain dari pegunungan Wu-yi-san dengan penuh kegembiraan.

Sepekan lamanya Kui Eng tinggal di puncak Naga Putih di Pegunungan Wu-yi-san, setiap hari nampak bergembira bersama Diana dan Lian Hong. Hari ke delapan, iapun pamit untuk pulang karena khawatir kalau-kalau ia ditunggu-tunggu oleh suhunya. Biarpun dengan hati berat, Diana dan Lian Hong menyetujuinya dan mengantarnya sampai ke lereng puncak itu.

"Ah, aku ingin agar engkau selalu dapat berada di sini bersama kami, Kui Eng. Senang sekali dekat dengan engkau yang manis dan gagah," kata Diana.

Kui Eng tersenyum.

"Engkaulah yang manis, Diana. Dan kelak engkaupun akan menjadi seorang gadis yang gagah perkasa. Mudah-mudahan saja kelak engkau dapat berguna bagi bangsamu, setidaknya dapat menginsyafkan bangsamu yang melakukan kelaliman di tanah air kami."

"Enci Kui Eng....... kenapa tergesa-gesa amat? Menanti beberapa hari lagi di sini kurasa tidak ada salahnya," kata Lian Hong.

"Hong-moi, kenapa engkau ingin bersenang saja? Bukankah tenaga kita dibutuhkan oleh tanah air dan bangsa? Kalau kita yang muda-muda ini hanya ingin bersenang-senang saja, lalu sampai kapan bangsa kita tercengkeram oleh penjajah?

"Kurasa sudah terlalu lama kaum muda bangsa kita tertidur sehingga orang-orang Mancu itu seenaknya saja menjajah kita sampai turun-temurun. Aku harus cepat bertemu kembali dengan suhu dan secepatnya menghubungi teman-teman seperjuangan.

"Bukankah suhu kebagian tugas mengabarkan tentang kepalsuan Giok-liong-kiam yang berada di tangan Koan Jit itu agar mereka semua menghentikan perebutan pusaka itu? Nah, cukup sampai di sini saja kalian mengantar, selamat tinggal sampai jumpa pula!"

Akan tetapi pada saat itu, Kui Eng dan Lian Hong terkejut. Pendengaran mereka yang terlatih dan peka itu dapat menangkap suara orang berkelahi, jauh di bawah sana. Keduanya saling pandang.

"Ada perkelahian!" kata Lian Hong dan Kui Eng mengangguk.

"Apa yang kalian maksudkan?" tanya Diana yang tidak dapat menangkap suara perkelahian yang dilakukan oleh orang-orang pandai itu.

"Mari, sumoi, di bawah sana ada orang-orang berkelahi. Jangan-jangan suhu yang berkelahi, mari kita turun dan lihat!"

Lian Hong lalu merentangkan tangan Diana dan bersama Kui Eng menggandeng tangan diana turun dari lereng itu, menuju ke arah suara perkelahian. Siapakah yang berkelahi di kaki bukit itu?

Seorang pemuda yang gagah perkasa sedang menghadapi pengeroyokan dua orang tosu (pendeta Agama To) yang juga lihai sekali. Ci Kong, pemuda itu, setelah beberapa lamanya mewakili Siauw-bin-hud membujuk para pendekar dan perkumpulan silat yang besar untuk dalam keadaan sekacau itu mengadakan persatuan dengan segala golongan untuk menghimpun kekuatan menghadapi penjajah dan orang kulit putih.

Kini menerima tugas dari suhunya untuk menghubungi San-tok, Tee-tok dan Hai-tok, untuk memberitahu bahwa Siauw-bin-hud kini hendak bertapa selama kurang lebih satu bulan. Kakek ini memang sudah seringkali menerima getaran batin untuk melakukan tapa dan kini dia hendak bertapa untuk mencari cara terbaik untuk perjuangan kaum patriot.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang