Jilid 36

1.9K 32 0
                                    

"Ha-ha-ha, Siauw-bin-hud, kalau kau sudah mengaku kalah, pergilah dan jangan ganggu aku!" Thian-tok berkata dan kini dua orang muridnya yang merasa heran.

Biasanya, tidak mungkin guru mereka itu membiarkan orang yang datang mengganggu pergi begitu saja dan menghabiskan perkara itu sampai di situ! Dari sikap ini saja mereka dapat menduga bahwa suhu mereka itu merasa jerih terhadap hwesio tua ini. Hal itu membuat mereka merasa penasaran sekali.

"Thian-tok, pinceng tidak mau merebut keunggulan jagoan, akan tetapi pinceng sudah berjanji kepada para orang gagah untuk mencari perampas Giok-liong-kiam yang menyamar pinceng. Kalau engkau tidak mau menyerahkan pusaka itu kepada pinceng untuk dikembalikan kepada yang berhak, marilah kau ikut pinceng ke Siauw-lim-si dan engkau menghadapi sendiri mereka yang menuntut dikembalikannya pusaka itu."

"Hua-ha-ha, enak saja kau membuang kentut, hwesio busuk!"

Thian-tok tertawa bergelak dan memaki dengan nada mengejek sekali.

"Aku merampas pusaka itu menggunakan kepandaian, dan kau hendak mengambilnya dariku hanya dengan menggunakan bujukan suara kentut busuk? Kalau engkau mampu mengalahkan aku, baru aku mau bicara tentang Giok-liong-kiam, kalau engkau tidak berani melawanku, pergilah dan jangan perlihatkan lagi kepala gundulmu itu di sini!"

"Ha-ha-ha, Thian-tok, jangan seperti anak kecil yang memperebutkan mainan. Pinceng hanya ingin meluruskan perkara yang bengkok, bukan untuk memperebutkan sesuatu denganmu."

Siauw-bin-hud masih tertawa-tawa gembira, agaknya kata-kata yang menghina dari Thian-tok sama sekali tidak dirasakannya.

Ci Kong mengerutkan alisnya yang tebal. Hatinya sudah terasa panas sekali. Dia seorang pemuda sederhana yang menerima gemblengan lahir batin dari Siauw-bin-hud selama enam tahun, juga wataknya bijaksana, sabar dan serius.

Akan tetapi, mendengar betapa susiok-couwnya yang amat dihormatinya itu kini dimaki-maki dengan kata-kata kotor oleh seorang datuk sesat, dia merasa penasaran sekali dan menganggap bahwa sikap susiok-couwnya terlalu lemah. Orang yang begitu jahat seperti Thian-tok ini tidak perlu dikasih hati, pikirnya, karena makin lemah sikap kita, tentu akan makin diinjaknya.

"Heh-heh, Siauw-bin-hud, engkau mengaku kalah tanpa bertanding, mana mungkin itu? Kalau saja engkau mengaku bahwa engkau takut melawan aku, nah....... baru aku mau bicara tanpa bertanding. Gundul busuk, kau berlututlah dan mengaku takut!" kata Thian-tok sambil menyeringai dengan sikap merendahkan sekali.

Anehnya, Siauw-bin-hud hanya tersenyum saja, dengan sinar mata penuh kesabaran seperti dewasa melihat tingkah seorang anak kecil yang nakal. Akan tetapi, Ci Kong sudah cepat melangkah maju.

"Susiok-couw, segala sesuatu mempunyai batas. Orang ini terlalu menghina dan memandang rendah, biarlah saya yang mencoba-coba menghadapi dan menandingi ilmunya!"

Mendengar Ci Kong menantang gurunya, Ong Siu Coan murid Thian-tok segera berseru.

"Orang sombong, kalau engkau yang maju, tidak perlu suhu menghadapimu, akupun cukuplah. Sambut seranganku!"

Ong Siu Coan selain cerdik dan berwatak aneh, juga gagah perkasa, dan melihat gurunya ditantang oleh pemuda yang menjadi cucu keponakan seperguruan Siauw-bin-hud, dia menjadi marah. Juga dengan cerdik dia mendahului maju untuk menyenangkan hati gurunya, karena perbuatannya itu tentu saja merupakan suatu kebaktian dan kesetiaan seorang murid yang baik.

Begitu mengeluarkan tantangan dan celaan terhadap Ci Kong yang dipandangnya rendah, karena bagaimanapun juga, pemuda itu hanyalah cucu murid Siauw-bin-hud, tentu hanya merupakan seorang murid Siauw-lim-pai tingkat rendah saja. Siu Coan sudah mengirim serangan dengan dahsyatnya.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang