Jilid 64

1.4K 28 0
                                    

"Ong Siu Coan, keluarkanlah senjatamu!" tantangnya sambil melintangkan pedangnya di depan dada.

Akan tetapi Siu Coan tersenyum, suaranya lantang terdengar oleh semua orang ketika dia bicara. Pada waktu itu, keributan itu sudah terdengar oleh orang-orang yang berada di luar ruangan sehingga kini lubang pintu dan jendela penuh dengan kepala-kepala tersembul memandang ke dalam, kepala para anggauta Thian-te-pang.

"Aku datang bukan untuk berkelahi, melainkan mengatakan hal-hal yang sebenarnya. Akan tetapi kalau Coa-pangcu yang bernafsu untuk menyerang dan membunuhku, silahkan. Aku sendiri sama sekali tidak takut menghadapi pedangmu dengan tangan kosong saja."

"Orang she Ong! Kalau tidak engkau yang menggeletak mati di ujung pedangku, akulah yang harus mampus di tanganmu. Lihat senjata!"

Dan kakek itu sudah menerjang maju dan mengirim serangan dengan pedangnya secara kilat dan dahsyat sekali.

Betapapun cepatnya tusukan pedang yang menuju ke arah tenggorokan Siu Coan itu, namun Siu Coan lebih cepat lagi. Tubuhnya sudah mencelat ke kiri dan tusukan itu mengenai angin kosong. Sebagai seorang ahli pedang yang tangguh, begitu pedangnya luput mengenai sasaran, pergelangan tangannya bergerak dan pedang itu membuat gerakan memutar terus menyambar dengan bacokan yang lebih dahsyat lagi ke arah leher Siu Coan.

Pemuda itu merendahkan tubuh membiarkan pedang lewat dan cepat dia meloncat ke atas ketika pedang itu sudah datang lagi dari lain jurusan membabat kedua kakinya! Pedang itu terus bergerak cepat menghujankan serangan dan sebentar kemudian pedang itu sudah lenyap bentuknya dan berobah menjadi segulungan sinar putih yang menyambar-nyambar.

Akan tetapi bentuk tubuh Siu Coan juga sudah lenyap. Hanya bayangan tubuhnya saja yang berloncatan ke sana-sini sehingga pedang yang bayangannya berobah banyak itu seolah-olah hanya menyerang bayangan kosong saja! Semua mata yang nonton perkelahian itu hampir tak pernah dikejapkan.

Semua orang memandang dengan hati tegang. Para murid dan anggauta Thian-te-pang maklum betapa lihainya wakil ketua itu bermain pedang, dan kini Siu Coan menghadapinya dengan tangan kosong saja! Mereka sudah membayangkan bahwa tak lama lagi tentu tubuh pemuda itu akan roboh mandi darah, tewas atau terluka berat.

Akan tetapi, makin cepat pedang itu berkelebat, makin cepat pula tubuh Siu Coan bergerak menghindar, sehingga jangankan tubuh pemuda itu dilanggar pedang, bahkan ujung baju pemuda itupun tidak pernah tergores pedang sama sekali! Dan agaknya pemuda itu dapat menghindarkan diri dengan amat mudahnya, hal ini terbukti dari suara ketawanya yang kadang-kadang terdengar, bahkan terdengar pula suaranya penuh ejekan.

"Nah, bukankah kau sudah terlalu tua dan gerakanmu terlalu lemah dan lamban, Coa-pangcu?"

Mendengar suara ketawa dan ejekan ini, para penonton menjadi terheran-heran dan kagum bukan main. Dianggap oleh mereka bahwa agaknya tidak masuk akal kalau ada orang mampu menghadapi pedang Coa Bhok dengan tangan kosong, dan masih sempat tertawa-tawa bahkan mengeluarkan suara mengejek. Mereka tahu bahwa Siu Coan lihai, akan tetapi tidak pernah menduga bahwa pemuda itu memiliki kesaktian seperti itu!

Juga ketua Thian-te-pang, Ma Ki Sun, terbelalak kaget. Kakek ini adalah suhengnya dari Coa Bhok dan lebih lihai daripada sutenya. Akan tetapi dia tidaklah seangkuh Coa Bhok yang terlalu percaya akan kepandaian sendiri sehingga suka memandang ringan orang lain.

Melihat betapa selama lebih dari duapuluh jurus sutenya yang menggunakan pedang itu terus menerus menyerang pemuda itu tanpa berhasil sedikitpun juga, bahkan melihat pemuda itu benar-benar memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi tingkatnya dari pada sutenya. Dia merasa heran dan terkejut akan kenyataan ini, akan tetapi dia masih cukup waspada untuk berseru kepada sutenya.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang