Jilid 61

1.5K 28 0
                                    

Gadis itupun tidak kalah menariknya. Seorang gadis berusia kurang lebih delapan belas tahun, dengan wajah yang manis, sepasang matanya lebar dan jeli.

Memang pakaiannya butut penuh tambalan biarpun bersih, dan sepasang rambut yang gemuk hitam dan panjang itu dikuncir dua secara sederhana, tidak mengenakan perhiasan secuilpun, akan tetapi gadis ini memiliki wajah manis dan kulit yang nampak pada muka, leher dan tangannya amat putih bersih dan halus mulus.

Tubuhnya juga memiliki bentuk yang padat dan ramping menggairahkan, bagaikan setangkai bunga yang sedang mekar mengharum. Seperti juga kakek itu, gadis ini mempunyai sebuah kipas yang tersembul di kantong bajunya.

Siapakah mereka? Mereka adalah penghuni-penghuni puncak Naga Putih di Pegunungan Wu-yi-san, dan kakek itu bukan lain adalah Bu-beng San-kai (Jembel Gunung Tanpa Nama) atau lebih terkenal lagi dengan julukan San-tok (Racun Gunung), seorang di antara Empat Racun yang pernah menjadi datuk-datuk paling sakti di antara para datuk kaum sesat! Dan gadis itu adalah muridnya, murid tunggalnya yang bernama Siauw Lian Hong!

Kita telah mengenal Lian Hong, puteri tunggal mendiang guru silat Siauw Teng di dusun Tung-kang dekat Kanton itu. Seperti telah diceritakan di bagian depan, dua tahun yang lalu Lian Hong ikut bersama gurunya mengunjungi Siauw-lim-si dimana Siauw-bin-hud menceritakan kepada para tamunya bahwa pusaka Giok-liong-kiam kini berada di tangan Hek-eng-mo Koan Jit, murid Thian-tok yang merampas pusaka itu dari tangan gurunya.

Ketika meninggalkan Siauw-lim-pai, San-tok lalu memberi kesempatan kepada muridnya untuk pergi merantau selama dua tahun, selain untuk mencari jejak orang bernama Koan Jit itu, juga untuk meluaskan pengalaman dan memperdalam ilmu kepandaian yang selama ini dilatihnya.

Kakek ini sudah percaya sepenuhnya kepada muridnya. Akan tetapi, belum juga lewat dua tahun, gadis itu telah kembali ke puncak Naga Putih di Pegunungan Wu-yi-san, menemui suhunya yang sedang tekun bersamadhi.

Kakek itu tentu saja girang melihat muridnya yang amat disayangnya, dan lebih girang lagi hatinya melihat kenyataan bahwa muridnya itu juga mengenakan pakaian yang dihias tambalan! Hal ini saja menunjukkan bahwa murid itu berbakti dan setia kepadanya, melanjutkan 'tradisi' keturunan perguruan yang suka memakai pakaian tambalan!

Lian Hong memberi hormat sambil berlutut di depan kaki gurunya yang juga menjadi kakek angkatnya itu, dan kakek itu lalu bangkit dari pertapaannya. Dia mendengar laporan muridnya bahwa murid itu terpaksa menghentikan usahanya mencari jejak Hek-eng-mo Koan Jit yang menguasai pusaka Giok-liong-kiam, karena keadaan keruh oleh adanya Perang Candu.

Kemudian gadis itu mengatakan bahwa karena sukar mencari jejak orang di waktu keadaan sekacau itu, dimana terjadi pertempuran-pertempuran kacau balau antara pasukan kulit putih yang menyerang dengan kapal-kapal besar, dan golongan yang anti pemerintah, juga golongan yang anti kulit putih, maka ia mengambil keputusan untuk menghentikan penyelidikannya dan pulang ke Puncak Naga Putih.

"Ah, Hong Hong, kenapa urusan perang saja membuat engkau mundur?"

San-tok mencela muridnya. "Kalau kita tidak mencari pusaka itu, tentu yang lain akan dapat menemukan lebih dulu. Mungkin dalam keadaan kacau karena perang, pusaka itu tidak ada artinya, akan tetapi kelak kalau sudah tidak ada perang, orang-orang akan kembali memperhatikan pusaka itu. Pemilik pusaka itu sama dengan bukti bahwa dia adalah orang yang paling lihai di dunia persilatan, dan kalau engkau mampu merampasnya, maka namamu akan terangkat paling tinggi dan aku sebagai gurumu akan ikut merasa bangga."

"Suhu, sebetulnya pusaka itu tidak terlalu menarik bagiku. Aku lebih tertarik untuk mencari musuh-musuh besarku, pembunuh ayah ibuku. Akan tetapi ketika aku pergi ke Tung-kang, ternyata si jahanam Ciu Lok Tai telah tewas bersama keluarganya ketika diserbu oleh pasukan pemerintah. Dan akupun belum berhasil mencari dua orang musuh lain, yaitu Gan Ki Bin dan Lok Hun yang sudah lama pindah dari Tung-kang dan tidak lagi menjadi pengawal-pengawal Ciu-wangwe."

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang