Jilid 131

1K 21 0
                                    

Matanya terbelalak dan membalikkan tubuh, siap untuk menyerang bekas suhengnya, akan tetapi begitu tadi Kiki mengajukan pertanyaan, Song Kim sudah melarikan diri dengan cepat tanpa pamit lagi, meninggalkan tempat itu.

"Iblis keparat....... jahanam.......!" Kiki membentak. "Hendak lari kemana kau?"

Dan Kiki pun melakukan pengejaran. Tentu saja Ceng Hiang terkejut dan juga mengejar. Melihat betapa gadis cantik yang baru saja dilihatnya menjadi penonton itu mampu meloncat dan lari secepat itu, sejenak Ci Kong menjadi bengong, lalu dia menggeleng-geleng kepalanya.

"Wahh....... di dunia begini banyak gadis-gadis cantik yang memiliki ilmu silat tinggi! Jangan-jangan pada suatu waktu, dunia ini akan dikuasai oleh wanita."

Dan diapun cepat melakukan pengejaran karena dia khawatir kalau-kalau Kiki akan terjebak oleh pemuda yang nampaknya tampan dan gagah, akan tetapi ternyata cerdik, curang dan juga jahat itu.

Dengan ilmunya berlari cepat, Ceng Hiang dapat menyusul Kiki dan ia berkata.

"Adikku, mari kita cari dia di gedungnya."

Baru Kiki teringat. Tadinya ia sudah bingung karena bayangan pemuda jahat itu tidak nampak lagi. Dan diam-diam Ceng Hiang terheran mengapa kedua mata adik angkatnya itu basah dan matanya berapi-api, jelas bahwa adiknya itu marah bukan main. Karena mereka berdua berlari secepatnya, mereka tidak sempat bercakap-cakap, juga mereka tidak tahu bahwa tidak jauh di belakang mereka, Ci Kong masih terus lari membayangi mereka, melihat dan ingin melindungi dari jauh.

Melihat betapa puteri pangeran itu dan seorang gadis lain, juga seorang pemuda di belakang mereka, memasuki pintu gerbang sambil berlari cepat, para penjaga di situ memandang terheran-heran Akan tetapi tidak berniat bertanya, apalagi menegur.

Tidak ada prajurit yang tidak tahu siapa adanya Ceng Hiang! Mereka tahu betapa lihainya puteri pangeran dan menganggap bahwa dara itu bersama dua orang kawannya yang juga lihai sekali dan dapat berlari secepat kijang-kijang muda.

Akan tetapi, ketika mereka tiba di gedung tempat kediaman opsir Lee Song Kim, pemuda itu sudah terbang pergi. Para penjaga di situ hanya mengatakan bahwa majikan mereka baru saja pergi membawa buntalan besar, bahkan perginya melalui pintu belakang! Kiki hendak melakukan pengejaran, akan tetapi Ceng Hiang memegang lengan adiknya itu.

"Tak perlu dikejar, sukar sekali mencarinya kalau tidak tahu kemana dia pergi."

Mereka sudah berada di belakang gedung itu dan tidak nampak bayangan Song Kim. Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki di belakang mereka.

"Memang tidak ada gunanya dikejar. Berkejaran di kota tentu bahkan akan menimbulkan kekacauan. Di tempat ramai ini amat mudah baginya sembunyi."

Ceng Hiang menengok dan melihat pemuda tani yang mengagumkan itu telah berdiri pula di situ. Dara ini semakin kagum. Pemuda itu tidak nampak lelah sama sekali, dan ia tadi juga tidak dapat melihat betapa pemuda ini membayangi mereka. Betapa lihainya pemuda ini.

Mendengar suara Ci Kong, Kiki lalu membalikkan tubuhnya dan kini nampak ia menangis. Biarpun tidak terisak-isak, akan tetapi kedua matanya merah dan masih ada air mata mengalir turun.

"Kenapa tidak dari dulu kau beritahu padaku bahwa dia yang melakukan itu!" bentaknya dengan nada suara marah dan memandang kepada pemuda itu dengan mata lebar dan mulut cemberut.

Agaknya dalam setiap saat, gadis ini bisa saja mendadak menyerang Ci Kong sebagai tempat peluapan kemarahannya. Ci Kong mengembangkan kedua tangannya.

"Kiki, bagaimana aku dapat memberi tahu kepadamu kalau aku belum pernah mengenalnya. Tadi ketika aku melihat dia berkelahi denganmu, aku segera mengenalnya dan aku bahkan mengira kalau dia berkelahi denganmu karena urusan dahulu itu."

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang