Jilid 86

1.1K 26 0
                                    

Dan semua orang tertawa bergelak.

Wajah Diana menjadi semakin pucat dan matanya terbelalak.

"Bunuh saja aku kalau begitu....... bunuh saja aku, jangan ganggu aku.......!" tangisnya.

"Aduh....... sayang kalau dibunuh begitu saja. Sebelum dibunuh, bagaimana kalau engkau bersenang-senang dulu dengan kami semalam ini?"

"Berikan saja kepadaku kalau mau dibunuh."

"Untukku saja"

Kembali mereka tertawa-tawa bergelak. Orang-orang kasar ini memang tidak memikirkan bahwa mereka dapat celaka kalau gadis itu kelak mengadu kepada pamannya.

Mereka adalah orang-orang yang sudah biasa melakukan perbuatan-perbuatan apa saja demi memuaskan nafsu dan kesenangan diri sendiri tanpa mengingat akan akibat-akibatnya. Yang mereka takuti adalah Koan Jit, bukan para komandan kulit putih. Andaikata Diana mengancam mereka untuk melaporkan kepada Koan Jit, agaknya mereka itu akan teringat dan menjadi jerih.

"Sekarang begini," tiba-tiba si kumis melintang berkata.

"Kalau nona mau memberi ciuman yang mesra kepadaku, aku akan mempertimbangkan permintaanmu tadi. Bagaimana? Ha-ha-ha....... hayo cium yang mesra, nona."

Dan si kumis melintang itu membantu Diana bangkit duduk, kemudian dia mendekatkan mukanya yang dihias kumis melintang. Hampir muntah Diana ketika mukanya berdekatan seperti itu, tercium bau apak dan memuakkan.

Ia memejamkan mata dan tentu saja tidak mau melakukan ciuman yang diminta. Ia hanya takut kalau si kumis itu yang akan menciumnya dengan paksa, maka ia memejamkan mata, dan menangis.

Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan terdengar bentakan seorang pria yang lantang.

"Kalian ini manusia ataukah binatang? Hayo lepaskan gadis itu!"

Si kumis melintang terkejut, melepaskan tubuh Diana yang jatuh rebah terlentang kembali. Seperti sepuluh orang itu yang sudah berloncatan bangun, Diana juga memandang ke arah seorang pemuda yang tiba-tiba muncul di situ. Cuaca masih cukup terang sehingga ia dapat melihat seorang pemuda yang gagah, yang muncul dan mengeluarkan bentakan tadi.

Seorang pemuda yang bertubuh tegap, berpakaian sederhana seperti pakaian seorang petani, dengan rambut hitam panjang dikuncir tebal bergantung di belakang punggungnya. Wajahnya nampak tampan dan cerah, matanya bersinar tajam akan tetapi lembut. Timbul kekhawatiran di dalam hati Diana.

Pemuda itu biarpun tampan dan wajahnya membayangkan wibawa, namun melihat pakaiannya tidak ada bedanya dengan pemuda-pemuda dusun Lauw Sek, maka munculnya pemuda itu tentu hanya akan berupa bunuh diri saja. Mana mungkin pemuda ini akan mampu mencegah perbuatan sepuluh orang jahat itu?

Dapat dibayangkan betapa marah si kumis melintang dan sembilan orang kawannya melihat munculnya seorang pemuda petani yang berani menegur mereka, bahkan menyuruh mereka melepaskan Diana. Si kumis melintang melangkah maju sampai dekat sekali di depan pemuda itu dan memandang dengan mata melotot dan wajahnya beringas penuh ancaman.

"Bocah keparat....... apakah kau sudah bosan hidup?"

Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan lagi kepada pemuda itu untuk bicara, si kumis melintang sudah mengayun kepalan kanannya menghantam ke arah pemuda itu.

Si kumis ini merupakan jagoan di antara teman-temannya dan pandai ilmu silat, juga memiliki tenaga besar yang kuat. Akan tetapi agaknya, bagi pemuda itu, dia bukan apa-apa. Pukulan ke arah dagu itu dielakkan dengan amat mudah, hanya miringkan kepala saja.

Dan begitu pemuda itu menggerakkan tangan kirinya, tubuh si kumis terpelanting keras dan terbanting ke atas tanah. Dia berteriak dan meringis kesakitan, mencoba untuk bangkit, akan tetapi jatuh lagi karena agaknya ketika terbanting keras tadi, urat kakinya terkilir.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang