Jilid 101

1.1K 20 0
                                    

Seperti biasa suaranya ramah dan halus kepada isterinya, akan tetapi alisnya tetap berkerut karena dia merasa tidak enak hatinya. Isterinya tersenyum, maklum akan kecurigaan suaminya terhadap bangsanya.

"Baik kuterjemahkan untukmu." Ia lalu membaca surat itu, sudah diterjemahkannya dengan baik sekali.

Ternyata isi surat itu hanya pemberitahuan kepada nona Sheila Hellway bahwa pemerintah Inggeris menganggap Mr. Hellway dan isterinya yang gugur dalam keributan Perang Candu itu sebagai pahlawan-pahlawan, dan kini pemerintah mengambil keputusan untuk minta pertimbangan Sheila, apakah kuburan orang tuanya itu akan dipindahkan ke Inggeris, ataukah dimakamkan kembali secara kehormatan militer. Dan untuk itu, diminta kehadiran Sheila ke markas pasukan Inggeris di kapal, di pantai Kanton.

Dengan alis berkerut Gan Seng Bu bertanya.

"Isteriku, setelah engkau menerima surat seperti itu, lalu bagaimana niatmu?"

Sheila tersenyum, masih maklum bahwa suaminya tetap saja berkuatir.

"Tentu saja aku harus datang dan menghadiri upacara itu. Aku akan minta agar makam orang tuaku dikubur di sini saja agar mudah bagiku untuk sewaktu-waktu berziarah."

"Perlu benarkah engkau menghadiri? Bagaimana kalau engkau membalas surat saja menyatakan keinginanmu itu?"

Sheila merangkul suaminya, tidak perduli di situ ada dua orang utusan yang memandang mereka dan mencium lembut pipi suaminya. Seng Bu tidak merasa canggung karena memang sudah biasa memperoleh perlakuan seperti itu dari isterinya yang amat bebas memperlihatkan kasih sayangnya.

"Seng Bu, pemindahan kerangka orang tuaku amatlah penting, Bukan? Aku harus menghadirinya sendiri, kalau tidak aku akan selalu merasa menyesal kelak. Jangan khawatir, Kapten Charles Elliot tidak akan berani menggangguku. Aku adalah warga negara Inggeris dan berhak penuh untuk menentukan kemauanku sendiri. Harap jangan khawatir, tidak ada yang akan berani mengganggu diriku."

Seng Bu masih mengeritkan alisnya, menoleh kepada dua orang utusan itu dengan sinar mata mencorong sehingga dua orang itu menundukkan muka dengan sikap jerih. Mereka merasa gentar melihat sinar mata yang mencorong dari pendekar itu.

"Kapan engkau akan pergi ke Kanton?" akhirnya Seng Bu bertanya, tidak mempunyai alasan lagi untuk mencegah kepergian isterinya.

"Kurasa sekarang juga, Seng Bu. Hari masih pagi dan aku akan pergi bersama mereka ini. Engkau tidak keberatan, bukan?"

Seng Bu memandang ragu, kemudian berkata dengan suara penuh kepastian.

"Sheila, aku tidak keberatan karena memang perlu sekali engkau menghadiri urusan itu, akan tetapi aku akan mengawalmu kesana."

"Seng Bu.......!"

Sheila membelalakkan matanya. Suaminya adalah seorang pejuang dan tentu saja amat berbahaya bagi Seng Bu untuk muncul di dalam kota Kanton dimana selain banyak terdapat pasukan kulit putih, juga terdapat pasukan pemerintah yang tentu akan menangkapnya karena nama Seng Bu sudah dikenal sebagai pemberontak.

Seng Bu tersenyum dan merangkul isterinya, mencubit dagunya dengan mesra sambil berkata.

"Jangan khawatir. Kalau mereka tidak mengganggumu, tentu mereka tidak akan menggangguku pula. Selain itu, apakah engkau tidak percaya kepadaku bahwa aku dapat membela dan melindungi diriku sendiri, termasuk dirimu?"

"Tapi itu berbahaya sekali, Seng Bu!"

"Tidak kalah besarnya dengan bahaya yang mengancammu, Sheila. Kita pergi berdua atau kita tidak pergi sama sekali."

Sheila mengenal kekerasan hati suaminya. Ia berpikir bahwa di markas Inggeris, ia akan mampu melindungi suaminya. Tak seorangpun di sana akan berani mengganggu Seng Bu yang sudah menjadi suaminya, ayah dari calon anak mereka. Kapten Charles Elliot adalah seorang gentleman tulen, tidak mungkin mau bertindak curang. Maka iapun mengangguk. "Baiklah, mari kita pergi bersama."

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang