Jilid 13

2.5K 47 0
                                    

Tai-lek Hek-wan masih berdiri sambil mendekap buntalan berisi peti panjang Giok-liong-kiam itu, mukanya pucat dan dia merasa betapa kedua kakinya menggigil. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa dia berhadapan dengan dua orang yang memiliki nama besar yang amat terkenal di seluruh Negara. Kiranya wanita itu adalah seorang tokoh perkumpulan Ang-hong-pai (Perkumpulan Tawon Merah) yang ditakuti dunia kang-ouw seperti orang menakuti gerombolan setan.

Sedangkan nama Pek-bin Tiat-ciang (Tangan Besi Bermuka Putih) juga tidak kalah terkenalnya, sebagai seorang petualang yang ringan tangan dan mudah saja membunuh orang. Entah sudah berapa banyaknya orang, baik dari golongan sesat maupun kaum pendekar, yang tewas di tangan jagoan ini.

Kedua orang ini termasuk tokoh-tokoh sesat yang lihai sekali. Matilah aku, karena dia maklum bahwa kepandaiannya jauh sekali berada di bawah kedua orang ini. Akan tetapi pikirannya yang cerdik itu diputar mencari akal. Bagaimanapun juga, wanita baju merah itu tadi memperlihatkan sikap lunak dan mau mengampuninya, sedangkan laki-laki muka putih tampan menyeramkan ini belum tentu mau membiarkan dia hidup.

Sementara itu, wanita tokoh Ang-hong-pai itu sudah menerjang dengan ganasnya, menggunakan pukulan-pukulan yang dilakukan dengan jari-jari tangan terbuka, totokan-totokan yang mengarah jalan darah yang mematikan.

"Heiiittt.......!" bentaknya nyaring ketika kedua tangannya menyambar dengan kecepatan kilat.

"Wah, ganas.......!"

Laki-laki muka putih itupun menggeser kaki dan menangkis dengan cepat pula.

"Plak! Plakk!"

Laki-laki itu terkejut karena biarpun dia sendiri berjuluk Tiat-ciang (Tangan besi), akan tetapi ketika lengannya bertemu dengan tangan wanita itu, dia merasa seolah-olah bertemu dengan daging lunak tak bertulang. Tahulah dia bahwa wanita lihai itu dalam menghadapi kekerasan tangannya telah mempergunakan ilmu Bian-kun atau tangan yang berobah menjadi kapas, mempergunakan sin-kang (tenaga sakti) untuk melawan yang keras dengan yang lunak.

Menghadapi tangan yang lunak itu, Pek-bin Tiat-ciang merasa seolah-olah tangannya seperti besi memukul kapas di udara, sama sekali tidak berbekas. Maka diapun bersilat dengan hati-hati sekali, maklum bahwa wanita itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan.

Sambil membentak marah, diapun lalu mengerahkan tenaga saktinya, tidak lagi berani main-main atau senyum-senyum, melainkan menyerang dengan amat kuat. Angin pukulan bertiup dahsyat ketika Tiat-ciang melakukan serangannya. Akan tetapi wanita itu dengan gerakan indah dapat mengelak sambil mengibaskan tangan menangkis dari samping.

"Rasakan kau!" bentak Tiat-ciang sambil mengeraskan tangannya yang tertangkis, karena sekali ini dia mengerahkan seluruh tenaganya yang membuat tangan itu seolah-olah berobah menjadi baja.

"Dukkk.......!"

Wanita itu menyeringai menahan jeritnya karena tangannya terasa nyeri bukan main. Rasa nyeri seperti menusuk jantungnya, seolah-olah tulang-tulang tangannya menjadi remuk. Karena rasa nyeri ini, tubuhnya agak terhuyung dan kesempatan ini dipergunakan oleh Tiat-ciang untuk menubruk dengan kedua tangan terpentang.

Akan tetapi betapa kaget rasa hatinya ketika tiba-tiba dari samping ada angin pukulan menyambar, dan ternyata Tai-lek Hek-wan yang menyerangnya! Hek-wan yang cerdik tidak lama mengambil keputusan dan dia sudah maju membantu tokoh Ang-hong-pai. Dia merasa lebih aman kalau tokoh wanita itu yang menang, maka diapun membantu ketika melihat wanita itu terdesak.

"Plakkk!"

Tangkisan Tiat-ciang membuat tubuh Hek-wan terlempar dan diapun bergulingan sampai jauh. Baru dia berhenti ketika tubuhnya tertahan oleh sesuatu. Kiranya yang menahannya itu adalah mayat si kumis tebal, orang pertama Lam-hai Ngo-houw dan tanpa disengaja dia melihat buntalan madat.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang