Jilid 182

1K 25 0
                                    

Song Kim yang amat cerdik itu, begitu mendengar ucapan suhunya seperti itu, tanpa membuang waktu lagi dia segera menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Hai-tok, memberi hormat dan berkata.

"Ayah........!"

Dan Hai-tok menerima penghormatan itu sambil tersenyum girang.

Dengan berkerut, Kiki melangkah maju.

"Song Kim, di antara kita masih ada perhitungan yang belum kita bereskan! Bangkitlah dan mari kita bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa tanpa ada campur tangan orang lain! Aku tantang kau, dan kalau engkau tidak berani menerima tantanganku, berarti engkau hanya seorang laki-laki pengecut dan hina, rendah dan tak tahu malu!"

Song Kim memang cerdik. Tadi dia sudah melihat gerakan-gerakan Kiki, dan dia maklum bahwa sumoinya itu telah memperoleh ilmu lain yang membuat sumoinya dapat bergerak amat cepatnya. Mungkin sekarang dia tidak akan mampu mengalahkan sumoinya, maka setelah selesai memberi penghormatan ke ayah angkatnya, diapun bangkit berdiri tanpa menjauhi ayahnya dan berkata dengan halus.

"Sumoi, apakah sebabnya engkau menantangku? Perhitungan apakah yang ada di antara kita?"

"Keparat! Engkau masih pura-pura tidak tahu dan berani bertanya lagi? Lupakah engkau akan apa yang kau lakukan terhadap diriku ketika aku berangkat meninggalkan Pulau Layar? Engkau menyerangku di dalam perahu dan dengan curang merobohkan aku. Kemudian engkau....... engkau berusaha untuk memperkosaku!"

Song Kim tertawa, meniru suara ketawa guru atau ayah angkatnya yang jarang tertawa itu.

"Hemm, sumoi........ hal itu hanya membuktikan bahwa aku jauh lebih cerdik dan pada engkau, sehingga engkau dapat kutundukkan di dalam perahu. Akan tetapi, tidak ada alasannya sama sekali bagimu untuk membalas dendam kepadaku, karena bukankah engkau belum ternodai."

"Jahanam! Kalau sudah ternoda, lebih baik aku mati!" teriak Kiki marah.

Hai-tok berkata, nada suaranya tegas kepada Kiki.

"Kiki, kalau engkau sudah ternoda oleh Song Kim, engkau harus menjadi isterinya. Kalau belum ternoda, sudahlah....... tidak ada urusan lagi antara engkau dan dia."

Melihat betapa ayahnya selalu membela Song Kim, Kiki menjadi marah sekali, akan tetapi ia menghadapi ayahnya, walaupun ia tidak diakui lagi, tetap saja ia tidak berani melawan ayahnya yang juga menjadi gurunya. Mukanya menjadi merah dan ia tidak tahu apakah ia harus marah-marah ataukah menangis.

Melihat ini, Siu Coan cepat maju dan berkata dengan suara lantang.

"Sungguh penasaran sekali kalau dosa-dosa yang dilakukan Lee Song Kim dibiarkan begitu saja! Semua urusan pribadi boleh kita lupakan. Akan tetapi kita tidak sepantasnya melupakan bahwa dia telah menjadi pengkhianat dan telah menangkap para pimpinan pejuang! Dia telah menjadi musuh para pejuang, maka kita semua akan menjadi pengkhianat pula kalau membiarkan saja dia berkeliaran!"

"Dia tidak selamanya menjadi pengkhianat!" Hai-tok cepat membela.

"Orang yang cerdik selalu bertindak menurut angin yang menguntungkan. Sekarang tidak mungkin lagi bagi dia untuk bekerja sama dengan pemerintah Mancu atau orang kulit putih, berarti dia sekarang menjadi sekutu pejuang."

Siauw-bin-hud tertawa lagi. Dia tidak menghendaki terjadi perpecahan antara mereka yang diharapkan akan dapat membantu gerakan para pejuang.

"Omitohud....... di dunia ini, manakah ada yang baik selamanya? Baik dan buruk sudah menjadi pakaian manusia, menguasai diri manusia seperti siang dan malam. Perbuatan-perbuatan yang lalu, yang dianggap jahat dan buruk penuh dosa, dapat saja ditebus dengan perbuatan baik.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang