Jilid 162

1K 20 0
                                    

"Kalian masih belum pergi? Larilah ke dalam dan bantu mereka membebaskan diri......."

Lima orang itu menjadi bengong dan ragu-ragu. Mereka adalah pendekar pendekar perkasa, pejuang-pejuang yang gigih dan pantang mundur.

Kini, melihat Koan Jit berdiri seorang diri menghadapi lawan, bagaimana mungkin mereka dapat pergi meninggalkan Koan Jit menentang musuh dan menantang maut seorang diri begitu saja? Betapa pengecut sikap mereka kalau mereka membiarkan Koan Jit mati sedangkan mereka melarikan diri!

Karena bimbang, lima orang muda itu memandang dengan mata terbelalak. Koan Jit berdiri tegak, dengan sikap tenang dan gagah, tangan kanan memegang sebuah peluru atau bom bersumbu, diangkat ke atas dan ditempelkan pada langit-langit terowongan, sedangkan tangan kirinya memegang sebuah peluru lain yang sumbunya juga sudah bernyala.

"Tembaakkk!"

Perintah Song Kim sambil mundur-mundur panik melihat peluru-peluru bersumbu itu, juga para perajurit menjadi panik dan ketakutan. Terdengarlah ledakan-ledakan ketika senapan-senapan itu memuntahkan peluru-pelurunya.

Jelas nampak beberapa peluru itu menyengat tubuh Koan Jit yang tidak mampu mengelak lagi di tempat sempit itu, dan agaknya memang dia tidak mau mengelak lagi. Nampak bajunya penuh tanda lubang ketika peluru-peluru itu menembus kulit tubuhnya.

"Kalian cepat lariiii........"

Tiba-tiba Koan Jit berseru, suaranya parau, dan pada saat itu dia melontarkan peluru bersumbu yang berada di tangan kirinya.

"Awaaassss!!"

Siu Coan tiba-tiba menubruk empat orang temannya dan menyeret mereka untuk lari ke dalam terowongan lalu menjatuhkan diri bertiarap agak jauh dari mulut terowongan. Baru saja tubuh mereka menyentuh lantai, terdengar suara ledakan keras sekali beruntun dua kali, bergemuruh suaranya memekakkan telinga sampai agak lama, sehingga mereka berlima itu tidak berani mengangkat muka.

Kemudian sunyi! Tidak terdengar apa-apa lagi, kecuali rontoknya batu-batu kecil dan tanah di sekeliling mereka. Tidak ada suara manusia, tidak ada suara berisik.

Lima orang itu bangun dan merangkak, terbatuk-batuk karena tempat itu penuh dengan asap dan debu, kemudian mereka bangkit dan setengah merangkul menghampiri mulut terowongan. Tidak ada mulut terowongan lagi, karena kini terowongan itu tertutup sama sekali. Kiranya terowongan itu, di bagian depan, telah runtuh sama sekali, menutupi mulut terowongan.

"Suheng......." terdengar Siu Coan memanggil, sambil meraba-raba di antara tumpukan tanah dan batu.

Tentu saja tidak terdengar jawaban dan empat orang temannya kini juga mendekatinya. Mereka meraba-raba di tempat yang menjadi remang-remang gelap itu, dan akhirnya Siu Coan terdengar mengeluh.

"Suheng, ahhhh....... Suheng!" Siu Coan terdengar menangis!

Ci Kong dan tiga orang gadis itu menjadi terkejut dan heran, mereka mendekati, dan ketika mereka melihat pemuda gagah itu menangis sambil memegangi sebuah sepatu, mengertilah mereka. Kiranya yang tertinggal dari Koan Jit hanyalah sebuah sepatu! Agaknya tubuhnya hancur lebur oleh ledakan tadi atau tertimbun.

Terdengar Kiki juga menangis perlahan. Gadis ini hanya nampak di luarnya saja galak dan keras, namun sebenarnya hatinya lembut sekali sehingga ia merasa amat terharu melihat Siu Coan menangisi sebuah sepatu.

Kematian Koan Jit memang amat mengesankan hati lima orang gagah itu. Kematian seorang patriot, seorang gagah perkasa yang rela mengurbankan nyawa demi menyelamatkan orang-orang lain. Biarpun Koan Jit pernah menjadi seorang tokoh sesat yang luar blasa kejamnya dan jahatnya, namun pada saat akhir-akhir hidupnya, dia adalah seorang gagah perkasa yang patut dikagumi.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang