Jilid 5

3.3K 49 0
                                    

Terdapat kecocokan antara dia dan mendiang Siauw Teng. Sasterawan ini menghargai kegagahan dan kejujuran Siauw Teng, sebaliknya bekas guru silat itupun kagum akan kepandaian sasterawan itu menulis indah dan membuat sajak. Apalagi di antara keduanya ada suatu ikatan batin, yaitu keduanya berjiwa patriot.

Kematian Siauw Teng amat menyedihkan hati sahabat itu, sehingga begitu mendengar akan musibah yang menimpa keluarga sahabatnya, siucai itu menghibur dirinya dengan minum arak sampai mabok dan tidak ingat apa-apa lagi. Tan-siucai sudah tahu bahwa sahabatnya adalah seorang pemadat.

Sudah berkali-kali dia menasihatkan, akan tetapi Siauw Teng yang juga pada hakekatnya sudah tahu akan keburukan dan bahayanya menghisap madat, sudah tercengkeram dan tidak mungkin dapat melepaskannya lagi.

Akan tetapi Tan-siucai yang mengenal baik kegagahan temannya, tidak percaya bahwa temannya itu melakukan bunuh diri bersama istrinya. Juga dia merasa berduka sekali mendengar akan hilangnya Siauw Lian Hong, anak perempuan yang diam-diam diharapkannya kelak akan dapat dijodohkan dengan putera tunggalnya.

Dia tidak percaya sahabatnya melakukan bunuh diri. Maka dia merasa penasaran, dan mulailah dia melakukan penyelidikan pada para tetangga sahabatnya itu. Dalam penyelidikannya ini, orang-orang yang menaruh rasa hormat kepada Tan-siucai menceritakan apa adanya.

Seorang di antara mereka ada yang melihat ketika pada pagi hari sebelum terjadi musibah itu, istri Siauw Kauw-su kelihatan berjalan diantar oleh dua orang petugas Ciu Wan-gwe.

"Saya sempat bertanya dan ia menjawab bahwa ia akan pergi membantu dengan pekerjaan menjahit di rumah keluarga Ciu yang akan mengadakan pesta pernikahan," demikian seorang tetangga wanita menceritakan.

Cerita ini tentu saja tidak berarti bagi orang banyak, karena dianggap biasa. Akan tetapi tidak demikian dengan Tan-siucai, apalagi ketika dia mendengar bahwa sahabatnya itu pernah menerima pemberian banyak madat oleh Ciu Wan-gwe.

Timbul kecurigaannya. Mengapa pedagang madat yang kaya itu memberi madat kepada sahabatnya yang dia tahu tidak akan mampu membeli banyak madat? Dan kenapa pula istri sahabatnya harus membantu di rumah keluarga kaya itu? Dia sudah mendengar desas desus akan sifat mata keranjang Ciu Wan-gwe, yang kabarnya sudah banyak mengganggu anak istri orang mengandalkan harta dan kekuasaannya.

Akan tetapi apakah yang dapat dilakukan seorang Tan-siucai, sasterawan lemah miskin itu terhadap seorang Ciu Wan-gwe yang kaya raya dan berpengaruh, bahkan menjadi sahabat dari para pembesar di kota Kanton? Tiba saatnya pesta pernikahan puteri Ciu Wan-gwe. Seperti biasa, jika yang mempunyai kerja itu orang kaya, sumbangan dipilih yang paling berharga.

Sebaliknya, kalau yang mempunyai kerja itu orang miskin, jarang ada yang mengirim sumbangan, kalaupun ada, maka sumbangan itupun tidak berharga.

Hal ini jelas membuktikan bahwa dibalik pemberian sumbangan itu, walaupun tidak diakui oleh para penyumbangnya, tersembunyi pamrih, mengharapkan imbalan yang besar dan menguntungkan pula. Betapa tidak? Memang sudah membudaya bagi kehidupan manusia di dunia ini untuk menyembunyikan pamrih di dalam setiap perbuatannya!

Di antara sumbangan-sumbangan dari tamu-tamu Ciu Wan-gwe, ada satu sumbangan berupa gulungan kertas, dan setelah dibuka ternyata berisi sebuah sajak yang berbunyi:

Selamat kepada sepasang mempelai,
Semoga hidup penuh bahagia dan damai,
Semoga tidak rusak rumah tangga mereka,
Oleh madat seperti Siauw yang sengsara!

Tentu saja hati hartawan Ciu terkejut bukan main ketika dia membaca sajak itu, dan cepat-cepat dia menyuruh orang-orangnya menyingkirkan sajak itu agar tidak terbaca oleh para tamu. Dia mengutus orang-orangnya untuk mendatangi pemberi sumbangan, dan tahulah dia bahwa pemberi sumbangan itu tidak dapat membaca, dan bahwa sajak itu dipesan dari Tan-siucai. Jadi Tan-siucailah orangnya yang bertanggung jawab.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang