Jilid 55

1.5K 24 0
                                    

"Hai, kawan. Berhenti dulu!"

Dengan sikap tenang, sambil memegang lengan Sheila, Seng Bu berhenti dan membalikkan tubuhnya. Si gendut itu dengan langkah lebar menghampirinya, diikuti seorang laki-laki bermata juling.

"Benarkah katamu, A-kong?" tanya si gendut kepada si mata juling.

Si mata juling mendekat dan sepasang matanya yang juling meneliti Sheila. Gadis inipun merasa seperti pernah melihat laki-laki bermata juling ini.

"Tidak salah lagi! Ketika aku mengunjungi keponakanku yang bekerja sebagai pelayan di rumahnya, aku pernah melihat gadis ini!" kata si juling, dan sekarang Sheila teringat bahwa memang si juling ini pernah mengunjungi seorang di antara para pelayannya yang oleh pelayan itu diperkenalkan sebagai seorang pamannya dari dusun.

Si gendut kini menghadapi Seng Bu.

"Kawan, gadis ini adalah puteri Opsir Hellway."

"Kalau begitu, mengapa? Aku tidak tahu siapa, akan tetapi siapapun gadis ini, ia harus menjadi korban di makam ayahku!" kata Seng Bu dengan sikap tenang.

"Tidak, kawan. Ia puteri opsir, merupakan tangkapan penting. Ia harus kami bawa sebagai tawanan penting. Pemimpin kami akan girang sekali mendapatkan tawanan opsir itu. Opsir itu di samping Kapten Elliot merupakan musuh-musuh besar, dan puterinya tentu merupakan tawanan penting sekali!"

"Tidak bisa. Akulah yang menangkapnya dan ia adalah tawananku!" kata Seng Bu.

Si gendut mengerutkan alisnya.

"Kawan, kami adalah para pejuang, dan dalam perjuangan, urusan pribadi harus dikesampingkan. Berikan gadis ini kepada kami dan jasamu akan kami catat, kami laporkan kepada atasan kami!"

"Aku tidak perduli. Gadis ini menjadi tawananku dan siapapun tidak boleh merampasnya!"

"Kau mau menjadi pengkhianat?" Bentak si gendut.

"Aku bukan anak buahmu, aku tidak mengkhianati siapa-siapa."

"Tidak perlu banyak cakap, rampas saja gadis itu!" terdengar teriakan-teriakan.

Seng Bu maklum akan gawatnya keadaan, maka cepat ia menotok jalan darah di pundak Sheila yang membuat gadis itu seketika menjadi lemas dan tidak mampu bergerak. Kemudian dengan tangan kirinya, Seng Bu memondong tubuh yang lemas itu di atas pundak kirinya.

Sejenak jari-jarinya menyentuh kulit daging yang lunak dan halus, akan tetapi semua perasaan aneh ini ditekannya dan diapun meloncat ke depan. Orang-orang itu berteriak-teriak dan beberapa orang sudah menghadang.

Akan tetapi Seng Bu menerjang mereka dan empat orang terpelanting ke kanan kiri ketika kaki tangannya bergerak.

Seng Bu hanya menggerakkan golok untuk menangkis senjata-senjata yang diarahkan kepadanya, terutama sekali untuk menjaga agar tubuh yang dipondongnya tidak sampai terkena bacokan atau tusukan. Begitu goloknya menangkis sambil mengerahkan tenaganya, dia membuat beberapa buah senjata lawan beterbangan.

Tentu saja orang-orang itu merasa terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa pemuda itu demikian lihainya. Hal ini menimbulkan kecurigaan mereka, dan mereka lalu mengepung. Si gendut yang memegang ruyung besar itu lalu menubruk, menggerakkan ruyungnya menghantam ke arah tubuh Sheila yang dipanggul di atas pundak kiri Seng Bu.

"Wuuuutttt....... tranggg!!"

Golok Seng Bu menangkis dan si gendut hampir terpelanting. Dia mengeluarkan seruan kaget. Si gendut yang memimpin kelompok orang itu terkenal dengan julukan Gajah Sakti.

Dari julukannya ini saja dapat diduga bahwa dia tentu memiliki tenaga yang kuat seperti gajah. Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ruyungnya yang besar dan berat itu tadi ditangkis oleh Seng Bu, tubuhnya terpelanting dan hampir saja terlempar!

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang