Jilid 145

1.1K 22 0
                                    

"Kejar! Tangkap mereka!" bentak Song Kim sambil mengejar.

Rekan-rekannya juga ikut mengejar, demikian pula para prajurit. Keadaan menjadi kacau-balau. Para rerajurit lari ke sana-sini, bersimpang siur karena mereka tentu saja tidak dapat mengejar tiga orang muda yang berloncatan dengan cepatnya itu dan tidak tahu harus mengejar kemana. Yang dapat mengejar dan tidak tertinggal terlalu jauh hanyalah Lee Song Kim dan beberapa orang rekannya saja.

Melihat betapa Lee Song Kim dan beberapa orang jagoan kota raja terus mengejar, Ci Kong segera berkata kepada dua orang gadis itu.

"Kita harus berpencar, mengambil jalan masing-masing, dan kita laporkan semua hasil penyelidikan kita kepada suhu masing-masing."

Dua orang gadis itu setuju, dan Lian Hong berkata.

"Biar aku mengambil jalan utara, enci Eng mengambil jalan timur, dan Ci Kong melalui pintu selatan. Selamat berpisah!"

Lian Hong lalu memutar tubuhnya utara, Kui Eng juga lari ke timur, dan Ci Kong membalik ke arah selatan. Melihat betapa tiga orang itu berpencar, Song Kim menjadi bingung. Akan tetapi dasar mata keranjang, dia berpikir bahwa yang terpenting adalah menawan Kui Eng, maka diapun terus melakukan pengejaran terhadap Kui Eng tanpa memperdulikan yang lain.

Para rekannya juga terpencar, ada yang mengejar ke utara, ada yang ke selatan. Akan tetapi mereka itu merasa jerih terhadap orang yang mereka kejar, sehingga ketika Lian Hong dan Ci Kong berhasil keluar dari pintu gerbang, mereka tidak melanjutkan pengejaran mereka.

<>

Demikian pula dengan Song Kim. Tak disangkanya bahwa Kui Eng dapat berlari cepat sekali, meloncati pagar tembok yang amat tinggi dan keluar dari kota raja. Dia merasa jerih karena khawatir kalau-kalau di luar tembok kota raja, gadis itu mempunyai kawan-kawan yang lihai, sedangkan dia hanya seorang diri saja. Maka dengan uring-uringan, dia kembali ke kota raja untuk mempersiapkan pasukan besar, dan dengan pasukan ini dia akan melakukan pengejaran dan pencarian.

Kui Eng berlari secepatnya dan malam yang gelap membantunya. Setelah tiba di luar kota Tang-san, di tepi Kanal Besar yang menyambung aliran Sungai Huang-ho dan Yang-ce-kiang di selatan, sampai ke Tang-san dekat kota raja, malam sudah menjadi pagi. Ia merasa lega bahwa tidak nampak seorangpun pengejar lagi dan iapun berhenti di tepi sungai kanal itu untuk beristirahat.

Matahari naik semakin tinggi di timur dan Kui Eng lalu bangkit dari istirahatnya, bermaksud untuk melanjutkan perjalanan. Karena tidak merasa perlu menyamar lagi, ia menanggalkan pakaian mewah yang hanya merupakan pakaian sebelah luar saja, sedangkan di dalam adalah pakaiannya yang biasa dan iapun melepaskan sanggulnya dan mengikat rambutnya dengan pita.

Kini ia berubah menjadi seorang gadis kang-ouw yang suka melakukan perjalanan jauh seorang diri, berpakaian ringkas. Pakaian gadis kaya itu ia lemparkan ke dalam air sungai, dan perhiasan-perhiasan emas permata yang tadinya dipakainya, ia simpan ke dalam saku bajunya.

"Kau perempuan genit menjemukan!" Tiba-tiba terdengar ada orang membentak.

Kui Eng terkejut sekali, akan tetapi juga terheran-heran karena yang membentak itu adalah seorang wanita. Ketika ia membalikkan tubuhnya, ternyata di depannya telah berdiri seorang gadis yang sebaya dengannya, cantik manis dan gagah, akan tetapi sinar matanya menunjukkan bahwa gadis itu galak dan sedang marah. Tentu saja Kui Eng yang juga memiliki watak galak dan keras hati itu, menjadi merah mukanya, ketika datang-datang, gadis yang tak dikenalnya itu memakinya.

"Eh, eh, apakah engkau ini orang gila?" Ia membalas.

"Datang-datang memaki orang!"

Gadis itu bukan lain adalah Kiki! Malam tadi ia berada di antara kerumunan penonton di luar pagar taman bunga Lee Song Kim. Melihat bekas suhengnya, orang yang hampir saja memperkosanya, ia sudah marah sekali. Akan tetapi ia tidak bodoh dan tidak mau dengan nekat menyerang di tempat itu.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang