Jilid 136

1K 25 0
                                    

Menghadapi serangan-serangan yang demikian berbahaya, Ci Kong juga cepat bergerak melakukan perlawanan sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya dan mengeluarkan jurus-jurus pilihan untuk menandingi dua orang tosu yang lihai itu.

Tan Ci Kong adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang istimewa. Menurut tingkat, sebenarnya tingkatnya masih rendah, hanya terhitung murid keponakan dari empat orang pimpinan Siauw-lim-pai. Akan tetapi, karena dia menerima gemblengan langsung dari kakek Siauw-bin-hud, maka tingkat kepandaiannya dapat dikatakan sebanding dengan tingkat kepandaian ketua Siauw-lim-pai yang sekarang, yaitu Thian He Hwesio! Maka, begitu kini menghadapi dua orang lawan tangguh, dia mengeluarkan kepandaiannya dan dua orang tosu itu segera terdesak mundur!

Hal ini amat mengejutkan Ciok Im Cu dan Ban Hwa Sengjin. Mereka adalah tokoh-tokoh kelas satu dari perkumpulan masing-masing, dan kini mereka berdua maju mengeroyok seorang anggauta Siauw-lim-pai yang masih begini muda, mereka tidak mampu menang bahkan dalam waktu beberapa puluh jurus saja mereka telah terdesak mundur! Hal ini membuat kedua tokoh itu menjadi malu dan penasaran, kemudian marah sekali.

Ciok Im Cu nampak meloncat mundur, menggosok-gosok kedua tangannya, mulutnya berkemak-kemik, dan ternyata dia sedang mengerahkan tenaganya menggunakan ilmu hitam atau sihirnya. Kemudian tiba-tiba dari mulutnya terdengar bunyi tangis! Tangis yang amat menyedihkan, tangis ratap memilukan disertai isak dan sesenggukan. Dan kakek inipun sambil mengeluarkan bunyi tangis itu, menerjang maju lagi dengan hebatnya.

Ci Kong tadinya terheran-heran mendengar kakek itu menangis. Akan tetapi dia menjadi terkejut karena suara tangis itu menjadi berlipat ganda banyaknya, datang dari segala penjuru seakan-akan dia terkepung oleh puluhan orang yang sedang menangis sedih! Dan pada saat itu, Ciok Im Cu sudah menyerangnya pula.

Ci Kong menguatkan batinnya untuk melawan pengaruh tangis itu, namun tetap saja kedua matanya menjadi basah air mata! Dia terkejut dan maklum bahwa kakek itu mempergunakan ilmu hitam, karena dia sudah mendengar betapa orang-orang Pek-lian-pai yang beragama Pek-lian-kauw itu pandai mempergunakan ilmu sihir atau ilmu hitam. Akan tetapi, biarpun dia memperkuat batinnya untuk menolak pengaruh ilmu itu, karena matanya basah, pandang matanya menjadi kabur dan diapun terdesak hebat oleh serangan Ciok Im Cu.

Pada saat Ci Kong terhuyung itu, tiba-tiba Ban-hwa Seng-jin mengeluarkan bentakan nyaring dan menyerangnya dari samping. Ci Kong cepat memutar tubuh dan lengannya menangkis dengan kerasnya. Tangan kakek dari Pat-kwa-pai itu terpental, akan tetapi ketika tangannya terpental, ada sebuah benda kecil panjang terlempar dan menyentuh leher Ci Kong.

Pemuda itu terkejut karena tiba-tiba saja lehernya terasa nyeri. Dia cepat merengut benda yang menempel itu dan ternyata seekor ular kecil yang telah menggigit lehernya.

Kiranya kakek Pat-kwa-pai tadi memegang ular ketika menyerang, dan ketika lengannya tertangkis, ular itu terlempar ke arah lebernya. Dia tidak tahu bahwa tokoh Pat-kwa-pai itu adalah seorang ahli ular beracun dan sengaja melepas ular itu pada saat dia tidak menyangkanya sama sekali.

Dengan marah Ci Kong mencengkeram kepala ular sampai hancur, kemudian dia membentak marah untuk membalas serangan lawan. Akan tetapi, tiba-tiba luka di leher yang kecil akibat gigitan ular itu terasa panas sekali, pandang matanya berkunang dan diapun roboh terpelanting dan tidak ingat apa-apa lagi.

Pada saat Ci Kong terpelanting itulah, Kui Eng, Lian Hong dan Diana nampak muncul di sebuah tikungan. Melihat munculnya tiga orang wanita yang kelihatan amat gesit dan berlari dengan kecepatan luar biasa itu, Ciok Im Cu dan Ban Hwa Seng-jin cepat melarikan diri.

Mereka merasa jerih. Baru menghadapi seorang pemuda tadi saja, hampir mereka berdua kalah. Kalau tidak mempergunakan ilmu hitam dan ular, mungkin mereka berdua akan kalah menghadapi pemuda tadi. Mereka menjadi jerih karena tentu banyak terdapat orang pandai di tempat itu dan tanpa banyak cakap lagi, keduanya lalu cepat melarikan diri.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang