Jilid 184

1K 19 0
                                    

Bahkan mendiang Coa Bhok yang lihai, wakil ketua Thian-te-pang, sute dari Ma Ki Sun, roboh oleh Siu Coan. Akan tetapi Lui Siok Ek yang setia kepada gurunya, tidak perduli akan bahaya dan dia sudah maju mewakili suhunya.

Kini, melihat bahwa yang menghadapinya bukan Siu Coan, melainkan gadis cantik itu, hatinya merasa agak lega. Biarpun gadis itu tadi memperlihatkan ilmu gin-kang yang luar biasa, dia tidak merasa gentar seperti kalau harus melawan Siu Coan, dan dia sudah sudah mencabut pedangnya.

"Singgg.......!"

Nampak sinar berkilau ketika pedang itu dicabutnya dan diputar-putarnya di atas kepala membentuk gulungan sinar pedang. Kiki menghadapi Lui Siok Ek sambil tersenyum mengejek. Ia tidak mengeluarkan pedangnya, melainkan menghadapi lawan itu dengan tangan kosong, karena begitu melihat gerakan pedang lawan, walaupun ia tahu bahwa lawannya cukup tangguh, namun ia merasa kuat untuk menandinginya.

"Majulah!" katanya sambil tersenyum.

"Apa perlunya kau memutar-mutar pedang itu? Di sini tidak ada anak kecil untuk ditakut-takuti!"

Diejek seperti itu, tentu saja Lui Siok Ek menjadi marah. Dia adalah jagoan nomor satu di antara semua murid dan anggauta Thian-te-pang, dan kini gadis yang masih ingusan ini mengatakan bahwa pedangnya hanya pantas untuk menakut-nakuti anak kecil. Akan tetapi dia adalah seorang gagah, tentu saja merasa malu kalau harus menyerang seorang gadis muda sekali itu dengan pedang sedangkan lawannya bertangan kosong.

"Bocah sombong, jangan banyak tingkah. Keluarkan senjatamu dan tandingi aku!"

Kiki memperlebar senyumnya. Tahi lalat di pipinya membuat senyumnya nampak manis sekali, akan tetapi ucapannya menyengat perasaan lawan.

"Aku tidak biasa mempergunakan senjata terhadap lawan yang tidak ternama. Majulah dan pergunakan pedangmu, kedua tanganku sudah cukup untuk menghadapi pisau dapurmu itu."

Muka Lui Siok Ek menjadi semakin merah, matanya melotot. Tidak saja dia diejek sebagai lawan yang tidak ternama, akan tetapi sekarang pedangnya malah dikatakan pisau dapur! Padahal, dengan pedangnya ini, entah sudah berapa puluh lawan roboh olehnya.

"Perempuan lancang mulut! Aku adalah Lui Siok Ek, murid nomor satu di Thian-te-pang, dan kalau engkau tidak pandai menggunakan senjata, biarlah kuIawan engkau dengan tangan kosong pula!"

Dia lalu menyimpan pedang ke dalam sarung pedangnya dan memasang kuda-kuda dengan sikap gagah di depan Kiki. Mula-mula kedua kakinya terpentang lebar, tangan kiri membentuk cakar ke atas kepala, tangan kanan ditekuk di depan pusar, kemudian perlahan-lahan namun dengan sikap tegap dan dua kakinya membuat gerakan melingkar dan kedua lengannya juga membuat silang-silang di depan dada, kemudian kembali kepada posisi semula, akan tetapi kini lebih dekat di depan Kiki. Gadis ini melihat semua itu sambil tersenyum geli.

"Hanya murid?"

Kiki tertawa sambil menutup mulutnya dengan lagak mengejek sekali.

"Sayang, muridku tidak kubawa, kalau ada dia, tentu akan kusuruh dia melawanmu."

"Cerewet! Bersiaplah dan mari kita bertanding, bukan hanya berkicau!" bentak Lui Siok Ek marah.

"Kaukira sejak tadi aku mengapa? Aku sudah siap sebelum engkau menjual lagak. Nah, seranglah!" kata Kiki, akan tetapi tubuhnya tidak membuat gerakan apa-apa, tidak memasang kuda-kuda seperti umumnya orang hendak berkelahi atau bersilat.

Kiki berdiri begitu saja seenaknya, bahkan tangan kirinya bertolak pinggang dan sikapnya acuh, seolah-olah ia tidak sedang menghadapi seorang lawan yang siap menyerangnya, melainkan sedang bercakap-cakap dengan seorang sahabat yang akrab.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang