Jilid 24

2.1K 37 0
                                    

Tiba-tiba matanya tertarik oleh gerakan seorang pemuda remaja lain. Pemuda remaja itu bertubuh jangkung, dan usianya sebaya dengan dia, mukanya kurus pula akan tetapi matanya jelilatan. Seperti dia pula, pemuda itu pakaiannya penuh tambalan dan pemuda itu mendekati tempat penjualan bakpao dari belakang. Pada saat si pedagang bakpao sibuk melayani beberapa orang pembeli yang merubungnya, tiba-tiba saja pemuda jangkung itu menyambar dua buah bakpao dari tumpukan di belakang tanpa diketahui oleh si pedagang atau para pembelinya.

Akan tetapi Seng Bu melihatnya! Engkau harus selalu menentang kejahatan, demikian pelajaran yang diterima dari ayahnya. Biarpun si pedagang bakpao tadi menghardiknya, akan tetapi kini bakpaonya dicuri orang dan dia melihatnya. Dia harus mencegahnya, kalau tidak berarti dia menjadi pembantu pencuri, demikian pelajaran yang diingatnya. Tanpa ragu lagi diapun lalu lari mengejar pemuda remaja yang melarikan dua buah bakpao itu.

Setelah tiba di luar pasar, barulah Seng Bu berhasil menyusul pencuri itu dan dia segera mencengkeram pundak pemuda remaja tinggi kurus itu dari belakang.

"Eh, mau apa kau?" bentak pemuda itu dengan marah sambil membalikkan tubuhnya menghadapi Seng Bu, matanya yang tajam itu memancarkan kemarahan.

"Kau telah mencuri bakpao!" bentak Seng Bu marah, apalagi melihat bahwa bakpao yang sebuah tinggal separo, agaknya telah dimakan oleh pencuri itu sambil lari tadi.

"Apakah engkau pemilik bakpao itu? Jelas bukan, engkau tentu seorang pemuda gelandangan. Habis kau mau apa?"

"Kembalikan bakpao itu kepada pemiliknya!"

Seng Bu memandang kepada bakpao yang tinggal separuh itu. Nampak daging di dalamnya dan kembali perutnya merintih. Akan tetapi dia teringat akan pelajaran ayahnya dan betapa hinanya menerima sogokan seorang pencuri!

"Aku tidak sudi makan barang curian. Hayo kembalikan atau aku akan menyeretmu ke sana!"

Sepasang mata yang tadi memandang dengan ejekan itu menjadi tajam karena kemarahan.

"Kau mau menyeretku? Setan buruk, kaukira aku takut kepadamu?"

Pemuda jangkung itu menantang sambil mengantongi bakpaonya.

"Kau pencuri yang perlu dihajar!" Seng Bu berseru dan diapun lalu menyerang dengan pukulan tangannya.

Pemuda remaja jangkung itu menangkis dan balas memukul. Terjadilah perkelahian dan terdengar suara 'bak-bik-buk' ketika keduanya saling pukul.

Dari gerakan mereka dapat diketahui bahwa keduanya tidak mempergunakan ilmu silat melainkan berkelahi dengan kasar dan liar. Akan tetapi keduanya memiliki tenaga besar dan tubuh yang kuat, sehingga beberapa pukulan yang mereka terima tidak membuat mereka roboh atau mengaku kalah.

Perkelahian ini segera menarik perhatian orang dan mereka dirubung banyak orang yang menjadi gembira nonton perkelahian yang seru ini. Tak seorangpun melerai, bahkan ada suara-suara berpihak, memilih jago masingmasing.

Perkelahian antara dua orang remaja yang tidak paham ilmu silat tentu saja lebih ramai dan menegangkan dari pada perkelahian antara ahli-ahli silat. Seorang ahli silat pantang terkena pukulan dan memiliki kepandaian untuk menghindarkan diri. Akan tetapi dua orang pemuda remaja itu membagi-bagi pukulan yang diterima oleh badan mereka sehingga nampaknya lebih ramai.

"Ha-ha-ha-ha, kalian dua jagoan kecil. Bukan di sini tempat berkelahi. Mari ikut aku ke tempat yang lebih enak!" Berkata demikian, kakek itu melangkah maju melerai dan menyentuh pundak dekat tengkuk kedua orang anak remaja yang sedang berkelahi itu.

Tiba-tiba saja keduanya menghentikan perkelahian, memandang kepada kakek gendut itu dan tanpa bersuara lagi, seperti dua ekor anak kerbau, mereka mengikuti kakek itu yang meninggalkan tempat itu. Penonton juga bubaran, melanjutkan pekerjaan masing-masing, dan sebentar saja perkelahian antara dua orang anak gelandangan itupun dilupakan orang.

Pedang Naga Kemala - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang