12b

145K 16.4K 859
                                    

Sabtu (21.25), 29 Desember 2018

Yang paling ngeselin itu, pas asyik nulis trus ada orang yang ngajak ngobrol tanpa mau ngerti kalau aku gak mau diganggu -_-

----------------------------

Setelah lebih dari tiga jam berlalu, akhirnya Kingsley berhasil membujuk Queenza agar pulang. Tapi tentu saja, sang ratu tidak mau pulang dengan mudah. Dia bersedia menuruti Kingsley setelah mendapat benda bulat yang bisa melayang di udara dengan tali panjang sebagai penahannya.

"Balon?" tanya Kingsley lalu mendesah. "Queen, aku sudah bilang tidak bawa uang."

"Kalau begitu aku tidak mau pulang." Queenza angkat bahu lalu menyandarkan punggung dengan nyaman di kursi taman tempat mereka berdua duduk.

Kingsley menghela napas seraya menatap kumpulan balon yang diikat menjadi satu oleh si penjual. Jujur saja, sangat mudah memutus salah satu tali balon itu lalu mengarahkan angin agar Kingsley bisa mengambilnya. Tapi—itu sama saja dengan mencuri. Seorang Kaisar yang terhormat tidak boleh melakukan hal hina seperti itu. Apalagi yang dicuri hanya balon.

"Tidak mau?" Queenza berdiri sambil menatap langit yang mulai gelap. "Kalau begitu aku pergi jalan-jalan lagi. Masih banyak yang membuatku penasaran di sini."

Kingsley turut berdiri lalu menangkap pergelangan tangan Queenza sebelum gadis itu menjauh. "Baiklah. Kau mau yang warna apa?"

"Tentu saja hijau. Kau lupa warna kesukaanku?" ada nada kesal dalam suara Queenza.

Kingsley mendengus. "Kau terus mengatakan benci padaku tapi tidak mau aku melupakanmu dan berpaling pada wanita lain."

Wajah Queenza memerah tapi dia tetap mempertahankan sikap tenangnya. "Apa aku pergi saja?"

"Dasar tukang mengancam," gerutu Kingsley.

"Saya belajar banyak dari Anda, Yang Mulia Kaisar Kingsley."

"Ah, senangnya. Sudah lama aku tidak mendengar panggilan itu."

"Balon!"

Kingsley meringis lalu mengalihkan perhatian pada balon-balon yang bergerak pelan seiring belaian angin. Ibu jari dan jari tengah Kingsley menyatu lalu ia jentikkan ke arah tali salah satu balon. Tampak segaris tipis cahaya merah melesat lalu memutus tali balon yang diinginkan Kingsley hingga balon itu melayang bebas menyambut langit malam.

"Maaf, Pak," gumam Kingsley pelan saat melihat raut kecewa si penjual balon.

"Kau berlebihan. Dia masih punya banyak. Aku hanya minta satu."

Kingsley berbalik menghadap Queenza. "Tapi itu mata pencahariannya. Satu balon tentu sangat berarti baginya."

"Ah, sudahlah. Aku mau ambil balonnya saja." Dalam sekejap Queenza menghilang meninggalkan Kingsley yang masih dipenuhi rasa bersalah.

Dulu Queenza tidak pernah bersikap tak acuh seperti ini. Dulu ratunya adalah wanita lemah lembut yang penuh senyum. Tapi sepertinya semua sifat itu perlahan terkikis. Dia dipaksa menjadi wanita tangguh sejak kematian tak wajar ibu dan ayahnya. Kematian yang didalangi seluruh keluarga Queenza sendiri—bahkan sebagian besar kaum dryad. Namun hingga kini, Queenza tidak pernah tahu. Kingsley menutup rapat bibirnya akan kejadian itu karena tidak ingin sang ratu lebih terluka.

Puncaknya saat kematian Kingsley. Hingga kini Kingsley masih penasaran bagaimana sang ratu juga tewas. Jelas dia melalui masa-masa sulit hingga akhirnya tubuhnya mengkristal. Dan hal itu tentu juga mempengaruhi kepribadian Queenza saat ini.

Menghela napas, Kingsley putuskan menyusul Queenza. Dia memejamkan mata sejenak, dan ketika membuka matanya kembali tampak ratunya tengah memegang balon dengan kedua tangan sementara perhatiannya tampak fokus melihat ruang terbuka dalam balon.

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang