Jumat (21.31), 08 November 2019
----------------------------
Tiga minggu pasca pernikahan, Kingsley semakin yakin ada yang salah dengan dirinya. Kondisi tubuhnya kian melemah. Bahkan terkadang dia merasa pening yang menyengat hingga pandangannya menjadi buram.
Namun Kingsley sengaja menyembunyikan keanehan pada dirinya. Dia tidak mau membuat semua orang khawatir. Terutama Queenza. Dan juga sangat sulit terus berusaha meyakinkan Tristan bahwa dirinya baik-baik saja. Tristan semakin tajam mengawasi Kingsley. Memperhatikan gerak-geriknya hingga membuat Kingsley sendiri kesal.
Seperti pagi ini begitu bangun tidur, rasa nyeri menyerang kepalanya dengan hebat, membuat tubuh Kingsley berkeringat dan dia harus mengertakkan gigi kuat-kuat menahan erang kesakitan agar tidak membangunkan Queenza yang memeluknya rapat. Begitu rasa nyeri itu memudar, hati-hati dia turun dari ranjang menuju ruang pemandian yang menjadi satu dengan kamar.
Kingsley duduk di depan meja rias milik Queenza memperhatikan dirinya sendiri. Seperti yang ia duga, ada darah yang mengalir dari hidungnya. Buru-buru Kingsley membersihkan darah itu dengan tisu di meja rias Queenza. Beruntung alirannya tidak banyak. Namun pasti akan membuat Queenza panik jika melihat berapa lembar tisu yang harus Kingsley gunakan hingga akhirnya darah dari hidungnya bersih.
Begitu tak ada lagi noda darah dari hidung Kingsley, ia menggenggam seluruh tisu yang digunakannya dengan satu tangan lalu hendak membakarnya menjadi debu. Tapi anehnya, kekuatan sederhana itu terasa sangat sulit. Tak mau menyerah, Kingsley menggenggam tangannya lebih kuat. Hingga keringatnya bercucuran dan napasnya terengah payah, barulah tisu di tangannya berubah menjadi abu sisa pembakaran.
Jemari Kingsley terbuka lalu dia menatap tangannya dengan napas terengah. Tidak ada yang berubah. Kecuali tubuhnya yang kian melemah dari hari ke hari. Ah, bukan hanya melemah. Serangan rasa sakit yang kerap kali melilit kepalanya juga mulai membuatnya bertanya-tanya dan sedikit—takut.
"Kings!"
Panggilan dari luar kamar membuat Kingsley buru-buru membersihkan tangannya dari abu sisa pembakaran. Lalu dia berusaha bersikap biasa ketika pintu menuju ruang pemandian terbuka dan Queenza masuk dengan hanya mengenakan baju tidur.
"Kau tidak membangunkanku," gerutu Queenza seraya mendekati Kingsley lalu mengecup tengkuk Kingsley lembut. Mudah melakukannya karena Kingsley hanya mengenakan celana piama dan bertelanjang dada.
"Aku tidak mau mengganggu tidurmu," Kingsley membela diri seraya menarik Queenza lembut lalu mengarahkan sang istri agar duduk di pangkuannya.
Bibir Queenza mengerucut. "Selalu alasan yang sama. Sangat menyebalkan tiap aku membuka mata di pagi hari, kau sudah berpenampilan rapi hendak pergi. Sementara aku masih penuh liur."
Kingsley tergelak yang langsung mendapat hadiah pukulan dari Queenza di bahunya. Lalu mendadak kening Queenza berkerut dengan pandangan mengarah pada puncak kepala Kingsley.
"Ada apa?" tanya Kingsley penasaran.
Jemari Queenza terangkat lalu membelai lembut helai rambut Kingsley. "Apa warna rambutmu berubah atau ini hanya efek cahaya?"
Kingsley yang semula mendongak menatap Queenza langsung beralih menatap cermin, memperhatikan rambutnya secara seksama. "Masih hitam seperti biasa," gumam Kingsley seraya turut menyentuh helai rambutnya sendiri.
"Tidak. Warnanya jadi agak—perak?"
Kening Kingsley berkerut. "Perak?"
Queenza mengangguk pelan dengan jemari yang sesekali memilin helai rambut Kingsley.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...