Rabu (21.15), 06 Februari 2019
Part ini cocok dibaca malam-malam biar tambah baper, hahaha..........
Padahal emang buntu seharian ☺☺☺
-----------------------
Ternyata Kingsley terlalu besar menggunakan kekuatannya untuk menghempas Kenzie hingga sempat melukai bagian dalam tubuhnya. Kenzie sendiri tampak kaget saat menyadari darah mengalir dari hidung dan sudut mulut. Seketika pertanyaan konyol Kingsley sebelumnya terlupakan. Queenza panik dan langsung berlari ke dalam rumah mengambil tissue dan air. Sementara Emily memapah Kenzie agar duduk kembali.
"Tidak apa-apa. Darahnya sudah berhenti mengalir," Kenzie menenangkan Queenza yang sedang membersihkan darah di bawah hidung Kenzie dengan tissue.
"Minumlah. Kau pasti syok." Emily menyodorkan gelas yang langsung diterima Kenzie.
"Bukan syok. Hanya sedikit kaget."
"Terserahlah, Tuan sok Kuat." Emily angkat bahu sambil tersenyum geli lalu menoleh ke arah Tristan. Seketika senyumnya menghilang melihat raut wajah Tristan yang tampak menahan amarah ketika membalas tatapannya.
Ya, Tristan memang lelaki super dingin. Bahkan mungkin kapan dia tersenyum bisa dihitung dengan jari. Tapi Emily tahu betul saat Tristan marah, sedih, frustasi, kecewa, bahkan ingin membunuh orang meski rautnya tetap datar seperti biasa.
Sebelum Emily sempat mengatakan apapun, mendadak Tristan berdiri, "Ayo, pulang!" lalu dia berbalik menuju pintu tanpa menunggu Emily, bahkan tanpa pamit pada tuan rumah serta tamu mereka.
Emily menggigit bibir seraya berdiri. Tampaknya Tristan benar-benar marah. Marah besar.
Dan yang membuat Emily gelisah, kemarahan itu ditujukan padanya. Padahal Emily tidak melakukan apapun yang menurutnya bisa memicu amarah Tristan.
"Kau sudah mau pulang?" tanya Queenza.
Emily mengangguk sambil berusaha mengulas senyum. "Ya. Aku mau ambil tasku dulu. Dan pedang ini kutitipkan di sini. Kalau kau ingin berlatih, gunakan saja."
Queenza mengangguk.
Setelah Emily dan Tristan pergi, Queenza kembali memusatkan perhatian pada Kenzie. Dia mencelupkan tissue yang masih bersih lalu dia gunakan untuk menghapus noda darah yang masih tersisa di bawah hidung dan dagu Kenzie.
"Ehem, apa kalian sudah selesai bermesra-mesraan?" tanya Kingsley dengan nada dingin.
Ucapan Kingsley membuat Queenza tersentak kaget lalu buru-buru menarik tangannya. Dia menoleh ke arah Kingsley dengan bibir mengerucut kesal.
"Siapa yang mesra-mesraan? Jangan asal bicara. Kau yang membuat Kenzie terluka."
Kingsley mengabaikan ucapan Queenza. "Kalau kalian sudah selesai, aku ingin bicara berdua denganmu." Tatapan Kingsley tajam saat mengarah pada Kenzie. "Di luar." Tegasnya lalu berdiri, tanpa menunggu tanggapan langsung keluar rumah.
"Ada apa sih dengannya?" tanya Queenza kesal. "Dia pasti masih berpikir kau memiliki niat jahat."
"Mungkin," sahut Kenzie sambil tersenyum. Padahal dalam hati dia tahu betul alasan sikap Kingsley. Kenzie pun akan bersikap demikian jika sesuatu yang sudah diklaim sebagai miliknya diincar orang lain. Tapi Kenzie sama sekali tidak takut dan merasa perbuatannya tidak salah. Toh belum ada cincin pengikat di jari manis Queenza. "Sebaiknya aku mencari tahu apa yang akan dibicarakannya." Lalu Kenzie berdiri, mengikuti Kingsley keluar rumah.
Kingsley tampak berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada tepat di depan pintu pagar yang hanya setinggi dadanya. Pandangannya lurus ke luar, ke arah jalanan di depan rumah Queenza yang jarang dilalui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...