K&Q S.3 - 21

43K 7.3K 1K
                                    

Sabtu (23.40), 27 Juni 2020

Huaaaa... baru selesai -_- Jam segini masih ada yang belum tidur gak ya?

Happy reading!

-------------------------

Gurat kemerahan mulai mewarnai langit sebagai tanda fajar mulai menyingsing. Selama itu, Queenza tak berani memejamkan mata meski hanya sebentar karena Kingsley tak kunjung terjaga. Sesekali sepanjang malam Queenza menyusuri sekitar mereka. Tapi tak terlalu jauh. Dia selalu memastikan Kingsley masih berada dalam jarak pandangnya.

Tak ada apapun di sekitar mereka kecuali pepohonan yang teramat tenang dan kegelapan yang seolah akan menelan mereka sewaktu-waktu. Sebagai makhluk yang berasal dari bangsa dryad, biasanya hutan selalu menjadi teman Queenza. Terutama hutan di Immorland yang seolah hidup layaknya makhluk lain.

Tapi di sini, untuk pertama kalinya sepanjang hidup, Queenza merasa takut berada di hutan. Berada di antara pepohonan. Mereka tampaknya tak bersahabat. Bahkan Queenza takut mereka—apapun makhluk penghuni hutan ini—merasa terganggu lalu menyerang dirinya dan Kingsley.

Saat semburat kemerahan fajar semakin merekah, rasa takut Queenza semakin meningkat. Tapi bukan karena sekelilingnya. Melainkan karena sang suami belum juga membuka mata. Meski gerakan naik-turun di dada Kingsley masih teratur, dia takut Kingsley tak pernah membuka mata lagi.

"Kings... bangun..." mohon Queenza dengan suara memelas. Tapi dia tak berani mendekat. Khawatir energi Kingsley semakin terserap habis olehnya.

"Kings, ayolah..."

Tapi kali ini Queenza tak perlu menunggu lebih lama lagi. Entah karena panggilannya atau bukan, perlahan kelopak mata Kingsley bergerak lalu terangkat, menampakkan mata biru yang begitu dirindukan Queenza.

Melihat itu Queenza terengah dengan bibir terbuka dan air mata bergulir. Tak bisa dia gambarkan betapa lega sekaligus terkejut dirinya saat Kingsley terjaga secara tiba-tiba.

"Kings..." isaknya sambil menutup mulut dengan punggung tangan. Saat ini Queenza duduk bersimpuh di atas tanah yang tertutup dedaunan. Sengaja menjaga jarak kira-kira satu meter dari Kingsley. Dia tak ingin terlalu jauh, sekaligus tak bisa mendekat.

Kingsley menoleh, lalu mata birunya beradu dengan mata hitam Queenza. "Kenapa... jauh sekali?" Kingsley bertanya dengan susah payah. "Kemarilah..."

Queenza menggeleng. "Kau sudah sangat lemah."

Kingsley memilih mengalah. Dia tidak punya tenaga, bahkan untuk sekedar berdebat. "Di mana... kita?" tanya Kingsley dengan nada lemah sambil menatap langit yang mulai terang.

"Di hutan barat." Queenza menyeka air matanya dengan punggung tangan. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kita lakukan di sini. Sementara kau semakin lemah... aku taku sekali."

Susah payah Kingsley mengangkat tangannya ke arah Queenza. "Kemarilah..."

"Tidak."

"Kemari... atau aku akan... membencimu."

Queenza menatap Kingsley dengan sorot memelas. "Cobalah untuk berada di posisiku!" serunya pelan. "Aku benar-benar takut menyakitimu. Aku takut sentuhanku malah membunuhmu."

"Kemari... Queen..."

"Kings..."

"Jangan sampai... aku mengulang ucapanku lagi..."

Queenza menggigit bibir untuk menahan isakannya. Tapi akhirnya dia menyerah. Dia menghampiri Kingsley lalu mengangkat kepala Kingsley rebah di pahanya. "Jangan mati." Ada nada mengancam dalam kalimat Queenza sementara jemarinya membelai lembut pipi sang suami. Air matanya tak berhenti mengalir.

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang