Jumat (19.48), 09 November 2018
----------------------------
Tidak!
Dirinya tidak bisa.
Ia tidak sanggup membunuh gadis cantik bermata hijau yang kini balas menatapnya dengan sikap tenang, sama sekali tak merasa gentar dengan tubuh Kingsley yang berlumur darah.
Darah orang-orang yang telah membunuh ibunya!
Ragu, Kingsley melangkah mundur. Menjauhkan jemari berkuku panjangnya yang semula mencengkeram leher si gadis bergaun panjang layaknya bangsawan.
Sedari kecil, Kingsley hanya hidup berdua dengan ibunya. Dia bahkan. Pertemuannya dengan orang lain adalah ketika sekelompok lelaki menyeret ibunya dan Kingsley keluar dari gubuk mereka, lalu mengikat sang ibu di salah satu pohon. Jadi jangan heran bila Kingsley bertekad membunuh semua orang yang ditemuinya, sejak sang ibu tewas dalam kobaran api.
"Cepatlah pergi! Sebelum aku berubah pikiran lalu membunuhmu," perintah Kingsley tegas seraya berjalan menuju sungai berbatu di dekat mereka.
Tadi Kingsley tengah mengejar salah satu pembunuh ibunya yang berhasil melarikan diri ke hutan. Bukannya berhasil menangkap lelaki berjenggot putih itu, dia malah bertemu gadis cantik bermata hijau yang nyaris jadi korban pengganti.
Air sungai itu terasa sejuk saat Kingsley membasuh tangannya yang berlumur darah. Perlahan kuku panjangnya kembali pendek, seiring emosinya yang mulai reda.
Selesai membasuh tangan, Kingsley bangkit lalu berbalik. Namun gerakannya terhenti saat melihat gadis bermata hijau itu belum pergi. Malah menghampar kain lebar di atas tanah lalu mendudukinya. Yang lebih mengejutkan lagi, senyum gadis itu mengembang saat tatapan mereka beradu, membuat Kingsley dengan bodohnya menoleh kanan-kiri untuk memastikan tidak ada orang lain di dekatnya.
"Kenapa kau masih di sini?" tanya Kingsley seraya menghampiri tempat gadis bermata hijau tengah duduk. "Kau tidak takut aku membunuhmu?"
Senyum gadis itu semakin lebar. "Kau tidak terlihat seperti pembunuh. Kau tampak seperti anak lelaki yang kelaparan." Lalu gadis itu menepuk tempat di sebelahnya, sebagai isyarat agar Kingsley duduk. "Kebetulan aku juga harus makan siang. Jadi kita makan siang bersama."
Kingsley menggaruk kepalanya dengan bingung. Apa peringatannya kurang jelas?
"Kenapa kau lama sekali? Ibuku akan marah kalau aku tidak makan siang tepat waktu." Gadis itu menunjuk langit. "Matahari akan bergeser sebentar lagi."
Ibu?
Mendadak rasa sakit mencengkeram dada Kingsley. Dirinya sudah tidak punya ibu. Bahkan rumah yang ditinggalinya bersama sang ibu telah hancur menjadi abu, dikelilingi bangkai para pembunuh ibunya.
Tak sabar menunggu Kingsley beranjak dari tempatnya berdiri mematung, gadis bermata hijau itu bangkit berdiri lalu menghampiri Kingsley. Tanpa khawatir pakaiannya kotor karena darah di tubuh dan pakaian Kingsley, dia memegang jemari Kingsley lalu menariknya.
Kingsley hanya bisa menatap bingung ke arah gadis itu saat dirinya didorong agar duduk di kain yang menjadi alas di atas tanah penuh dengan daun kering itu. Lalu si gadis turut duduk seraya meraih keranjang dari anyaman bambu yang ditutup kain merah.
"Aku mengambil roti isi untuk makan siang. Ini buatan Meida, pelayan di rumahku. Dan dia manusia. Masakannya yang paling enak. Semoga kau suka."
Gadis itu menyerahkan makanan di tangannya yang diambil dengan ragu oleh Kingsley. Dia masih tidak mengerti mengapa ada orang yang begitu baik padanya yang sudah membunuh banyak orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...