Senin (21.11), 29 Juli 2019
Akhirnya udah season 3 lagi 🤭
-----------------------------
Blithe adalah gadis manusia yang cerdas dan selalu tampak ceria meski dia tidak terlahir di keluarga yang kaya. Dia lahir di desa kecil di Sachsen, pada tahun 771. Menurut orang tuanya, Blithe lahir sekitar setengah tahun sebelum Raja Karloman-penguasa wilayah timur dan selatan eropa-wafat lalu seluruh kekuasaannya jatuh ke tangan Raja Karel Agung.
Di masa itu, membaca dan menulis belum menjadi kebutuhan masyarakat. Tapi Blithe selalu haus akan ilmu. Dia tidak pernah malu bertanya dan selalu duduk tenang mendengarkan warga desanya yang beruntung menjadi prajurit kerajaan dan bercerita banyak hal, atau berbagi ilmu.
Di usia tujuh belas tahun, Blithe sudah mampu mengajari anak-anak kecil membaca dan menulis. Cukup sulit melakukannya karena para penduduk menganggap yang dilakukan Blithe hanya membuang waktu. Sama sekali tak berguna. Tapi Blithe tak menyerah. Apalagi orang tuanya tidak pernah melarang apa yang dilakukan Blithe.
Lalu suatu hari, Blithe, ibunya, beberapa wanita dan gadis lain pergi ke hutan untuk mengumpulkan bahan makanan. Ini semacam tradisi. Tiap beberapa bulan sekali, para wanita berbondong-bondong pergi ke hutan. Sementara para lelaki mengumpulkan bahan makanan dari laut. Lalu para penduduk yang lebih tua yang akan mengolah semua itu menjadi makanan khas daerah. Setelahnya, bersama-sama mereka akan menikmati makanan dengan diiringi musik dan tari-tarian.
Tiba di hutan, semua orang mulai sibuk mencari sambil bercakap-cakap. Sesekali terdengar gelak tawa. Blithe yang tidak terlalu pandai mencari bahan obrolan di tengah keramaian hanya diam mendengarkan. Lalu tiba-tiba perhatiannya tertuju pada sesuatu berwarna merah dibalik dedaunan.
Sejenak Blithe melirik ibunya untuk memberitahu apa yang dilihatnya. Tapi urung melihat ibunya tengah asyik bersenda gurau. Akhirnya dia memilih memisahkan diri tanpa izin menuju benda merah yang menarik perhatiannya.
Blithe berjalan agak jauh dan harus menyibak kerimbunan dedaunan lebat karena benda yang dilihatnya lebih jauh dari dugaan. Tapi kemudian senyumnya merekah melihat benda itu adalah buah Cranberry yang tumbuh menjalar di antara pepohonan lebat.
Dengan perasaan girang, Blithe berniat berbalik untuk memberitahu para wanita bahwa dia menemukan buah-buahan ini. Satu keranjangnya saja tidak akan cukup untuk menampung butir-butir Cranberry yang tumbuh banyak di depannya. Tapi tiba-tiba pendengar Blithe menangkap erangan pelan. Keningnya berkerut, merasa suara itu asing di tengah hutan yang biasanya selalu diwarnai suara-suara hewan.
Penasaran, Blithe memilih mencari sumber suara. Dia berjalan hati-hati dan bersikap waspada, takut kalau ternyata itu adalah hewan buas. Setelah melewati beberapa rimbunan lagi, Blithe tertegun melihat asal suara yang didengarnya. Ternyata itu adalah manusia. Tubuh dan pakaiannya putih membuatnya nyaris tampak bercahaya di kerimbunan hutan. Dan pakaiannya, apa dia kaum bangsawan?
"Enngghh...."
Lagi-lagi dia mengerang, terdengar tersiksa dan amat kesakitan. Tubuhnya berbaring tak bergerak di atas rumput dengan posisi kepala membelakangi Blithe.
Ragu, Blithe berjalan hati-hati mendekati orang itu.
Meski Blithe bukanlah gadis penakut, tapi tetap saja dia harus waspada. Hidup di zaman perang dan perebutan kekuasaan membuat Blithe belajar banyak mengenai dasar-dasar bertarung untuk melindungi dirinya sendiri.
Begitu posisinya cukup dekat dengan orang itu, Blithe berjalan memutar. Lalu matanya terbelalak melihat bagian depan tubuh orang itu berwarna merah, sangat kontras dengan warna pakaian yang dikenakannya. Dan Blithe tahu betul asal warna merah itu. Darah.
Seketika insting untuk menolong dalam diri Blithe membuatnya bergegas hendak bersimpuh di dekat orang itu dan memeriksa keadaannya. Tapi dia membeku dengan pandangan mengarah pada telinga dan sesuatu yang mengintip di punggung orang itu.
Telinga runcing. Dan sesuatu seperti sayap berada di belakang punggungnya. Lalu-refleks Blithe memekik kecil seraya melompat mundur menyadari bahwa di bawah kakinya, tepatnya di sekitar orang itu, bertebaran benda-benda yang tampak seperti helai bulu sayap burung.
Kali ini Blithe didera rasa takut dan panik. Mengalihkan perhatian dari helai bulu putih yang bertebaran itu, Blithe kembali menatap lelaki yang masih berbaring diam dengan darah yang tampaknya juga keluar dari mulutnya.
Siapa dia? Apa dia makhluk dari dimensi lain seperti kabar yang beredar?
Ya, memang akhir-akhir ini banyak terdengar kabar adanya dimensi lain dengan makhluk-makhluk yang memiliki kekuatan luar biasa. Bahkan kabarnya Raja Karel Agung bersekutu dengan makhluk-makhluk itu untuk membantunya memperluas pemerintahan. Tapi itu hanya kabar burung yang tidak ada buktinya.
Kalau begitu, lelaki di depannya ini makhluk apa? pikir Blithe. Jelas dia bukanlah manusia.
Tiba-tiba kelopak mata itu terbuka, menampilkan mata biru yang indah dibaliknya. "To-long...," hanya itu yang dikatakannya dengan lemah.
Lebih didorong rasa iba, Blithe mati-matian menghalau semua perasaan takut di hatinya. Dia meninggalkan keranjang yang dibawanya lalu mendekat dan duduk bersimpuh di dekat kepala orang itu.
"A-apa Anda bisa bangun?" tanya Blithe terbata.
Sejenak mata itu terpejam, membuat Blithe berpikir lelaki itu pingsan. Tapi lalu mata itu terbuka lagi, tampak jelas di sana dia tengah menahan sakit. "Ti-dak...," sahutnya lemah.
"Saya-tidak mungkin bisa membawa Anda sendirian. Saya harus memanggil yang lain. Bisakah Anda menunggu sebentar?"
Dia mengangguk lemah. Sangat lemah. Tapi Blithe bisa melihatnya.
"Kalau begitu saya akan segera kembali."
Blithe hendak berdiri namun urung mendengar pertanyaan lemah lelaki itu.
"Si-apa...."
"Apa?" Blithe tidak jelas menangkap ucapannya.
"Nama-mu...."
"Oh, Blithe. Anda bisa memanggil saya begitu." Blithe menyunggingkan senyum. Entah mengapa perasaan takutnya perlahan sirna.
Dia mengedip sekali yang Blithe artikan sebagai anggukan. Lalu Blithe menggigit bibir sejenak, menimbang dengan cepat, apa cukup sopan menanyakan balik nama orang itu. Tapi akhirnya rasa penasaran yang menang.
"Lalu Anda? Boleh saya tahu nama Anda?"
"Thane."
Suaranya masih sama lemah seperti tadi. Tapi Blithe menangkap ucapannya dengan jelas.
"Saya akan segera kembali, Tuan Thane. Anda akan selamat," janjinya diiringi seulas senyum. Lalu dia berdiri dan buru-buru menuju para wanita untuk meminta bantuan.
---------------------------
Goodbye 2019 and Welcome 2020
Happy new year buat semua pembaca. Semoga kita bisa terus terikat sebagai keluarga melalui karya-karyaku. Love you all 😚~~>> Aya Emily <<~~

KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...