Kamis (10.59), 11 April 2019
-------------------------
Queenza meneguk habis darah milik Kingsley dalam gelas kecil di hadapannya. Matanya berkilat hijau saat ia tampak begitu menikmati cairan merah pekat itu.
Kingsley memperhatikan dari seberang meja makan tempat mereka tengah menikmati sarapan. Dia sama sekali belum memberitahu Queenza mengenai dugaan Tristan. Semakin banyak Queenza meminum darah Kingsley, akan semakin mengerikan luka yang Queenza alami terhadap tubuh Kingsley.
Lagipula itu baru dugaan. Belum tentu memang demikian. Karena itu Kingsley tidak mau membuat Queenza cemas dan menolak darahnya. Dia tidak tega melihat gadisnya tersiksa karena rasa lapar yang menyerang.
"Kurang?" tanya Kingsley saat melihat Queenza masih menjilati bibirnya, seolah cairan merah yang baru diminumnya adalah minuman lezat yang tak boleh dibiarkan tersisa sedikit pun.
Sadar apa yang dilakukannya, Queenza menggeleng pelan dengan pipi merona malu. Dia buru-buru berdiri seraya menumpuk piring dan gelas kotor bekas makan mereka lalu membawanya ke bak cuci piring.
Usai mencuci piring, Queenza berbalik lalu keningnya berkerut menyadari Kinglsey masih di tempat semula, duduk di kursi meja makan dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Pandangannya lurus mengarah ke tengah meja namun jelas pikirannya melayang ke tempat lain.
Queenza menghampiri Kingsley lalu melambai-lambaikan tangan di depan wajah Kingsley. Kingsley tersentak kaget lalu mendongak menatap Queenza.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?"
Selama lima detik, Kingsley tak mengatakan apapun, hanya menatap wajah Queenza lurus. Lalu dia menoleh kembali memusatkan perhatian pada titik di tengah meja.
"Aku sendiri tidak tahu mengapa. Tapi aku terus menerus merasa cemas sejak bangun tidur tadi pagi. Seperti akan ada hal buruk yang terjadi."
Queenza terdiam, mencoba membaca hatinya sendiri. Dia tidak merasakan apapun. Terakhir kali mereka diserang oleh pasukan elit guardian, Queenza yang merasa cemas. Tapi sekarang tidak. Perasaannya seperti hari-hari biasa. Bahkan sangat bersemangat karena Emily mengajaknya les memasak.
"Mungkin hanya perasaanmu," Queenza menenangkan sambil meletakkan tangan kirinya di bahu kanan Kingsley, berharap bisa sedikit mengurangi kecemasan lelaki itu.
"Semoga memang begitu." Kingsley memegang lembut tangan Queenza di bahunya lalu mendongak menatap Queenza yang masih berdiri di sampingnya. "Jika hal buruk terjadi padaku, tinggallah bersama Jervis dan lanjutkan hidupmu."
"Apa yang kau bicarakan?" Queenza mengerutkan kening dengan raut tak suka. "Bukankah kau hanya bisa terbunuh melalui diriku? Jika hal buruk terjadi padamu, berarti aku juga mengalami hal yang sama."
Kingsley hanya mengulas senyum, tidak berniat menjelaskan bahwa kemungkinan besar tidak harus membunuh Queenza agar bisa membunuh Kingsley. Hanya dengan melukai Queenza di titik vital, kemungkinan Kingsley akan tewas seketika.
"Jadi, apa rencanamu hari ini?" tanya Kingsley, mengalihkan pembicaraan.
"Aku akan pergi les memasak bersama Emily." Queenza tersenyum lebar. "Aku berniat melakukan banyak hal di sini sebelum kita benar-benar tinggal di Immorland seperti keinginanmu."
"Hanya sampai aku berhasil mengalahkan orang-orang yang menginginkan kematian kita. Setelah itu kau akan bebas ingin tinggal di mana. Kau bisa melanjutkan kehidupan di sini dan juga memiliki kehidupan baru di Immorland."
Queenza tersenyum lalu mengangguk. "Lalu kau sendiri, apa rencanamu hari ini?"
"Seperti biasa, ke rumah Jervis. Besok lusa kami akan menyerang Kerajaan Ogre. Jadi ada banyak hal yang harus disiapkan. Apalagi kaum ogre terkenal sangat sulit diajak berunding. Mungkin kami akan benar-benar berperang."
"Kami? Kau tidak mengajakku?"
"Setelah kupikir lagi, lebih aman bagimu tetap di sini. Bersama Emily dan Jervis. Ada Awel juga, serta pasukan Jervis yang lain."
"Baiklah jika menurutmu itu yang terbaik." Queenza mengangguk. "Sebaiknya aku segera bersiap sebelum Emily datang."
Sepeninggal Queenza, Kingsley masih tetap diam di tempatnya semula. Sambil memusatkan diri untuk mengendus energi di sekitarnya, menjangkau jarak sejauh yang ia mampu.
Tidak ada ancaman apapun. Semua normal seperti hari-hari biasa.
Belum juga mendapat jawaban atas kegelisahannya, dia merasakan kehadiran Tristan dan Emily di halaman rumah Queenza. Mendadak Kingsley berdiri saat merasakan langkah buru-buru Tristan, seolah ada sesuatu yang ingin lekas sang panglima sampaikan.
KLEK.
Kingsley membuka pintu depan sebelum Tristan dan Emily mencapai teras.
"Ada apa?" tanya Kingsley melihat raut cemas Tristan.
"Kau sudah baca chat di grup WA?"
"Belum. Paket internetku habis." Sebenarnya itu juga salah satu alasan mengapa Kingsley gelisah sejak bangun tidur.
"Anak buah Jervis yang sedang berada di Immorland mendapat pesan langsung dari Kaisar Kevlar. Katanya Kaisar Kevlar menantangmu duel hidup dan mati. Kau harus tiba di Kerajaan Ackerley sebelum pukul sembilan pagi ini."
Kingsley menyeringai. "Akhirnya tiba juga waktunya merebut kembali kerajaanku."
"Tapi—aku merasa ini adalah jebakan. Kevlar jelas jauh lebih lemah darimu. Kenapa dia berani menghantarkan nyawa dengan melawanmu jika dia tidak memiliki rencana licik?"
"Aku juga berpikir begitu. Pasti dia sudah meminta bantuan pada orang yang selama ini berada di balik punggungnya. Tapi mereka tetap tidak akan menang melawanku selama Queenza aman. Jadi aku akan datang sendiri ke sana sementara kau dan lainnya melindungi Queenza di sini."
"Tidak, aku akan ikut bersamamu," bantah Tristan. "Kita tidak tahu siapa yang membantu Kevlar. Mungkin saja orang itu tidak membutuhkan Queenza untuk menghabisimu."
"Kenapa kita tidak pergi bersama saja seperti saat menyerang Kerajaan Vampir?" usul Emily. "Kalau kita berpencar, kemungkinan Queenza terluka akan lebih besar."
"Malah kupikir memang itu yang diharapkan Kevlar," kata Kingsley. "Dia ingin kita membawa Queenza serta."
"Kalau begitu kita berdua saja yang pergi ke Kerajaan Ackerley," saran Tristan. "Biar Emily, Jervis, dan lainnya melindungi Queenza. Akan sangat sulit bagi mereka mendekati Queenza dengan orang-orang kuat yang ada di sekitarnya."
"Baiklah," Kingsley menyetujui seraya berbalik ke dalam rumah. "Aku akan ganti pakaian. Setelah itu kita antar dulu Queenza dan Emily ke rumah Jervis. Queenza juga masih di—"
Mendadak langkah Kingsley terhenti. Dia membeku di tempat. Begitu pula dengan Tristan. Lalu detik berikutnya Kingsley sudah melesat ke dalam rumah.
"Ada apa?" tanya Emily bingung.
"Mendadak Queenza menghilang," kata Tristan dengan suara amat pelan.
"Bagaimana bisa?" Emily tampak panik.
"Tidak tahu. Beberapa detik yang lalu aroma manis darahnya dan aura manusianya masih terasa jelas. Lalu tiba-tiba menghilang begitu saja." Seketika bulu kuduk Tristan meremang. "Nyawa Kingsley berada dalam bahaya."
------------------------
~~>> Aya Emily <<~~

KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...