13a

155K 16.7K 789
                                    

Rabu (22.44), 02 Januari 2019

------------------------

Kingsley membuka pintu kamar Queenza pelan lalu masuk. Di tangannya ada sebuah nampan berisi setangkup roti berlapis selai dan segelas susu. Seingatnya Queenza masa ini memang tidak pernah makan roti lebih dari dua lembar. Tidak seperti Queenza masa lalu yang ternyata sangat rakus.

Tampak Queenza masih berbaring miring di atas ranjang membelakangi pintu. Sudah dua hari dia seperti ini. Hanya keluar kamar untuk melamun. Tapi setidaknya Kingsley bersyukur karena tidak lagi mendengar tangis tertahan Queenza saat gadis itu sendirian.

"Kau tidak bisa seperti ini terus. Memangnya kau tidak ingin sekolah dan bertemu teman-temanmu?" tanya Kingsley seraya meletakkan makanan di atas nakas.

Bahkan jika bukan karena Kingsley yang memaksanya, gadis itu tidak akan makan dan hanya terus berbaring di atas ranjang.

"Queen," panggil Kingsley lembut seraya duduk di sisi ranjang. "Kau tidak lelah berbaring seperti ini terus?"

Tidak ada sahutan.

"Wajar kalau menyakiti makhluk lain terasa berat dan salah bagimu. Bagaimanapun jiwamu seutuhnya masih merupakan manusia. Tapi percayalah. Meski aku hanya sedikit memiliki jiwa manusia dan lebih banyak memiliki jiwa makhluk buas, pembunuhan yang kulakukan masih terasa berat. Dan orang lain pun pasti pernah merasa demikian. Tapi hidup tetap berjalan. Kau tidak bisa menyerah sekarang."

"Tapi aku tidak hidup di dunia kalian," Queenza terisak. "Kau tidak akan mengerti. Orang tuaku selalu mengajarkan bahwa menyakiti orang lain adalah perbuatan salah. Dan aku bukan hanya menyakiti, tapi membunuhnya."

Tangan Kingsley terangkat, lalu dia membelai rambut panjang Queenza lembut. "Ibuku juga mengajarkan begitu. Menyakiti orang lain adalah perbuatan salah. Tapi akhirnya, dia yang terbunuh di depanku, membuat sisi monsterku muncul lalu menghabisi mereka semua." Kingsley tersenyum sedih. Meski sudah puluhan—atau mungkin ribuan tahun berlalu, rasa sakit akan kejadian itu masih terasa jelas.

Queenza tertegun. Dia menoleh melihat kesedihan yang tampak jelas dalam mata Kingsley. "Ibumu yang kau bilang dibakar hidup-hidup itu?" tanya Queenza hati-hati. Dirinya yang melihat kecelakaan orang tuanya bisa merasa begitu sakit. Tidak bisa ia bayangkan betapa hancur hati Kingsley saat menghadapi kejadian itu.

Kingsley mengangguk pelan sebagai tanggapan. "Ya. Dan saat itu pembunuhnya bukan hanya satu orang. Jadi yang kubunuh juga bukan hanya satu. Dan usiaku saat itu masih empat belas tahun. Bisa kau bayangkan bagaimana hancurnya aku saat itu." Kingsley menghela napas, meredakan sesak yang mendadak menghimpit dadanya. "Di usia empat belas tahun ibuku meninggal secara mengerikan dan diwaktu bersamaan aku terpaksa membunuh banyak orang. Aku menjadi buronan saat itu. Diburu seluruh makhluk Immorland karena dianggap sebagai monster yang membunuh ibunya sendiri."

Queenza terkesiap. Dia bangkit dari posisi berbaringnya lalu duduk di hadapan Kingsley dan refleks menggenggam tangan lelaki itu. "Ibumu dibunuh dan kau yang dituduh sebagai pembunuhnya?"

"Miris, kan?" Kingsley tersenyum penuh ironi. "Yah, mereka yang datang membunuh ibuku juga karena berpikir ibuku memelihara monster yaitu aku. Sasaran mereka selanjutnya adalah aku. Tapi sebelum niat itu terwujud, aku yang lebih dulu membunuh mereka semua."

Kingsley menunduk, menatap jemari lentik Queenza yang menggenggam jemarinya. Terasa hangat dan menenangkan. "Aku sempat begitu frustasi dan berpikir akan bunuh diri. Sejak kecil aku hanya hidup berdua dengan ibuku. Bahkan aku tidak kenal makhluk lain selain binatang dan Mochi," kali ini senyum sayang terbit di bibir Kingsley. "Semua yang kutahu hanya sebatas yang ibuku ajarkan. Tapi aku belajar dengan cepat. Aku juga bisa memahami sesuatu hanya dengan memperhatikannya. Menurutmu apa yang harus kulakukan saat itu selain memilih bunuh diri?"

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang