Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam menggunakan mobil, Arsen dan Robert tiba di daerah terpencil di ujung Jawa Barat. Mereka mencari sebuah desa bernama Desa Lumajang. Namanya memang persis dengan sebuah kabupaten di Jawa Timur, tapi disini berbeda. Penduduk Desa Lumajang sudah pasti asli orang sunda dan mayoritas berbahasa sunda.
"Udah sampe belum sih, Bert?" tanya Arsen pada Robert ketika dia terbangun dari tidurnya di mobil. Mereka pergi sejak pukul 9 pagi. Dan sekarang jam sudah memasuki pukul 3 sore.
"Ini udah mau masuk daerahnya, Tuan. Tapi saya belum juga menemukan gapuranya" ujar Robert.
"Duuuh, gimana dong?" tanya Arsen, bingung.
"Ini bukan gapuranya, Mas? Di sebelah kiri!" tanya Robert ketika dia melihat ke arah gapura di sebelah kanan.
Arsen turun mendongakkan kepalanya ke jendela depan mobil. Dia seketika tersenyum sumringah, "Naaaahhhh!!! Iya nih, selamat datang di Desa Lumajang!"
"Berarti kita masuk ya, Tuan!"
"Iya iya! Abis itu kalo ada orang, tanya aja ke orang itu rumahnya Ambu Nasidah, Bert!"
"Siap Tuan!" Robert menurut. Lalu dia pun menghentikan mobilnya di depan orang yang tengah membawa pacul dan memakai topi caping. Robert pun menanyakan, "Permisi, Pak. Numpang tanya, Bapak tau rumahnya Ambu... Ambu siapa tadi, Tuan??" Robert malah bertanya pada Arsen lagi.
"Nasidah! Nasidah!" Arsen berkata tidak sabar.
Robert kembali pada Bapak tadi, "Ambu Nasidah..."
"Oooohhh, Ambu Nasidah?"
"Iya, Pak!"
"Eta! Diditu! Imah nu deket sawah teya! Pokona mah rumah yang paling ujung, di pinggir sawah, A!" ujar Bapak tersebut.
Robert dan Arsen menjurus memandang ke arah jalan di depan. Seiring Robert pun paham, "Baik, Pak. Terima kasih, Pak!"
"Sami-sami!" ujar si Bapak tadi.
"Eh, kasih duit, Bert!" suruh Arsen pada Robert.
"Oh iya" Robert pun mengeluarkan uang senilai lima puluh ribu dari dompetnya, lalu hendak memberikannya pada Bapak tadi. "Ini, Pak! Buat Bapak!"
"Oh, tidak usah, A! Tidak usah! Saya teh ikhlas nolongnya. Lagian kan cuma nanya jalan saja, masa pake dikasih uang segala" ujar Bapak itu.
Robert dan Arsen saling berpandangan seketika.
"Punten atuh, A! Saya permisi dulu!" ujar Bapak tadi.
"Sekali lagi makasih, Pak!"
"Iya, sami-sami"
Robert pun kembali menjalankan mobilnya. Seiring mereka pun tiba di depan rumah tua berwarna putih pudar serta atapnya sangat lapuk dan berlumut. Di depan rumah itu terdapat beberapa tanaman hias yang subur. Dan di depan pagar rumah itu terdapat aliran air yang besar seperti comberan, namun airnya sangat jernih, bahkan beberapa kali ikan mas terlihat berenang di air tersebut. Sedangkan jauh di ujung sawah, terlihat gunung yang begitu memancarkan keindahan, melengkapi warna di tengah bias biru warna awan.
Arsen turut menghampiri rumah tersebut. Pintu di rumah itu dibiarkan terbuka lebar, namun tak terlihat seorangpun disana. Lalu kemudian Arsen pun turut mengucapkan salam. "Assalamualaikum..."
"Permisi..." Robert turut bersuara, namun tetap tak ada jawaban.
"Cari siapa, A?" tanya seoeang tetangga di samping kiri rumah tersebut.
Arsen pun terengah, dan mendekat pada tetangga tersebut. "Permisi, Bu! Saya mau cari Ambu Nasidah"
"Ooohhh, kalau jam segini Ambu teh lagi ada disawahnya" ujar ibu-ibu tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU (END 18+)
Teen FictionWARNING : LGBT CONTENT!!! (18+) HOMOPHOBIC START TO RUN OUT OF THIS READS. THANKS. (Baik Nama tokoh, tempat, alur, keseluruhan cerita, semuanya hanyalah fiktif belaka. Mengandung kalimat kasar dan tidak di anjurkan untuk di baca oleh usia dibawah 18...