"Aku bawain ini nih buat kamu!" ujar Zara, sambil menyodorkan bungkusan yang sedari tadi di pegangnya ke Julian.
Julian pun menerimanya. "Apa ini Ra?" tanya Julian.
"Martabak! Rasa durian!" ujar Zara, "Kamu kan suka durian!"
"Wah, kalau ini sih, gue gak nolak!" ujar Julian. "Makasih ya"
"Sama-sama Julian!" lalu Zara memeluk lagi tubuh Julian yang atletis tersebut. Mereka berdua duduk di sofa rumah Julian. Mama Julian dan Mama Zara sedang mengadakan arisan di rumah teman mereka.
"Ra! Gue ini belum mandi loh, abis latian lagi! Lu gak risih apa meluk-meluk gue?" tanya Julian.
"Enggak kok! Julian tetap wangi biarpun keringetan!" jawab Zara.
Julian sudah mulai risih dengan ucapan Zara barusan. Entah mengapa Zara kerap kali mengganggunya. Lebih-lebih dari Arsen. Kalau disuruh memilih, Arsen atau Zara, Julian akan memilih Arsen. Karena gangguang Arsen masih jauh lebih normal ketimbang Zara yang terus meminta kabar dan bertemu setiap hari.
"Zara... kayaknya kita gak bisa begini terus deh!" ujar Julian dengan nada hati-hati.
"Begini gimana?" tanya Zara.
"Ya begini! Lo harus sama-sama gue tiap pulang sekolah! Gue harus nemenin lu! Gue juga punya waktu sendiri, Ra!" jelas Julian.
"Oh, jadi... Julian mau kita gak sama-sama lagi?"
"Sama-sama boleh, tapi kan gak harus setiap hari, Ra!"
"Kan kemaren Julian udah ngilang tanpa kabar seharian. Di cariin gak ada. Di telpon gak di angkat!"
"Kan udah di bilang, gue ke kunci di toilet sekolah, Raaa"
"Nggak! Aku gak mau! Lagian kamu tuh gak mikir apa, kita kan udah di jodohin!"
"Tapi buat apa kita bareng, kalau gak didasari sama cinta kan, Ra???"
"Aku cinta sama Julian!" tegas Zara.
"Tapi gue enggak, Ra!" jawab Julian.
Zara menekuk alisnya, kesal. "Pokoknya Zara gak mau tau! Julian harus..."
"Gue udah punya pacar, Ra!!!" tegas Julian dan membuat Zara terdiam.
"Serius??" tanya Zara tak percaya.
"Iya, dan gue sayang sama dia!" jelas Julian.
Zara tak peduli. "Ah, gampang! Paling juga tuh cewek kalah saing sama aku! Aku kan cantik, putih, mulus. Seperti cewek-cewek korea!"
Julian memutar bola matanya. Fix. Tidak ada cara lain yang bisa di lakukannya. Sial. Dia harus mengatakan ini, "Lu salah!"
"Hah?"
"Dia cowok!"
Zara menganga, kemudian dia berdiri dari duduknya, "Jadi selama ini..."
"Iya, Zara. Gue ini gay! Gue sama sekali gak suka sama lu. Apalagi cinta. Gue cuma menghargai persahabatan Nyokap kita aja kok. Itu pun mereka kan cuma becanda doang, dan sekadar ngeledek aja! Gak serius!"
Zara semakin menggebu-gebu. Napasnya mendadak kencang, "Gue pengen ketemu sama orangnya!"
Julian tercekat. Mampus. Gimana nih. "Oke! Kapan?" Julian merasa tertantang.
"Besok!!!"
"Fine!"
"Kalau misalnya bener lu punya pacar, gue gak akan ganggu lu lagi Julian!" cetus Zara.
"Deal! Gue bawa orangnya besok!"
"Oke! Gue tunggu!!!" Zara bergegas pergi. Tapi dia balik lagi dan mengambil bungkusan martabak yang belum tersentuh itu. "Sini martabaknya!!!" kemudian dia pun pergi meninggalkan Julian.
Julian geleng-geleng. "Dasar cewek aneh!"
~
Malamnya, sudah pukul dua belas. Julian tidak bisa tidur. Dia sedang menunggu. Menunggu sesuatu. Bukan makanan, ataupun ritual malam sebelum tidur. Tapi chat, panggilan telepon, ataupun video call dari Arsen. Julian heran. Tidak biasanya Arsen tidak mengirimkan pesan chat kepadanya. Biasanya, akan ada ratusan huruf P di kolom chat Arsen pada ponselnya. Atau panggilan tak terjawab. Atau foto-foto selfie Arsen yang sengaja ia kirimkan. Atau juga voice note suara Arsen yang berisik. Bahkan dering video call yang terus mengganggu.
Tapi malam ini... tidak.
Julian mengherankan hal tersebut. "Kok gue ngerasa ada yang kurang ya malam ini. Kenapa si Arsen gak iseng ngechat gue? Biasanya ngeganggu tuh anak!"
Rencananya, Julian akan meminta bantuannya soal tantangan Zara tadi sore, saat Arsen akan memulai chat atau menelponnya. Tapi seketika rencana Julian batal karena terlawan oleh gengsinya untuk mengirimkan pesan chat lebih dulu pada Arsen.
Julian terus melihat kolom pesan Arsen pada whatsappnya. "Gak ada last seen-nya lagi! Sial!"
Jam pada ponselnya menunjukkan angka 00:17. Julian berdecak, karena penasaran. "Apa karna gue belum save nomor dia ya, makanya gak keliatan?"
Julian pun mencoba untuk menyimpan nomor Arsen pada kontaknya. Nama Arsen Arzafka sekarang sudah tertera di profil whatsappnya. Seiring foto Arsen pun langsung terlihat disana. Arsen memang tampan dan imut. Membuat Julian menjadi berpikir, "Seeeen... Sen! Lo ini ganteng! Tajir! Tapi kenapa lu suka sama gue? Padahal banyak cewek yang ngejar-ngejar lu! Bahkan mereka minta nomor lu ke gue!" Julian geleng-geleng, kemudian dia melihat lagi kolom chat Arsen di ponselnya. Terakhir dilihat, hari ini pukul 00:19.
"Tuh kan... dia aktif! Diliat tadi, lagi whatsappnya. Tapi tumben banget dia gak ngechat gue?" gumam Julian.
~
"No!!! Jangan, Sen!" teriak Nanto di ujung telpon. "Lo jangan dulu chat ataupun hubungin si Bang Yayan kesayangan lo itu!"
Arsen cemberut, gemas. "Tapi tangan gue gateeellll pengen bangen hubungin dia. Paling enggak biarpun dia cuman ngebales bacot, bodo, geli, atau cuman di read aja, gapapa. Seenggaknya gue tau kabar dia, Tooo!!!"
"Plis, Arsen! Lo jangan labil! Lo sendiri yang bilang tadi sore, kesel-kesel, marah-marah, rengek-rengek nelpon gue, kalau si Julian itu udah ada calonnya. Cewek tulen, pula! Lo sendiri yang nanya ke gue, apa mau mundur aja??? Kenapa lu malah jadi labil begini sih?" tanya Nanto di telpon.
"Tapi kan... aduh, gue gak bisa lama-lama gak kangen sama dia, Tooo! Rahim gue anget, kalo inget-inget dia!"
"Eh, homo! Lu laki, mana punya rahim, cuk?" cetus Nanto.
"Pribahasanya gitulaaah. Gak tahan gue!!!" cetus Arsen.
"Lu tahanin dulu aja, Sen! Toh, dia selama ini cuek kan ke elo???" jawab Nanto.
Arsen sesekali membenarkan cetusan Nanto di ujung telpon. "Iya sih"
"Nah, makanya. Mending lu ubahlah dulu sasaran lu! Gue banyak kok kenalan homo! Atau... gue comblangin lu ke kak Randai aja? Gue rasa, kak Randai punya feeling deh ke elo!"
"Cckk! Hati gue masih nempel ke Julian, Toooo!"
"Yaudah kalau gitu, lu coba dulu hindarin dia. Satu minggu aja, gimana?"
Arsen terdiam sejenak. Memikirkan ucapan Nanto.
"Satu minggu doang, di coba dulu"
"GAK!!! Satu hari aja! Besok gue akan coba cuekin dia! Dan lo gak boleh ganggu gugat!" TUT. Telpon ditutup.
Satu hari ngehindarin Bang Yayan?
Satu jam aja serasa setahun. Tapi Arsen tidak boleh kalah dengan hatinya. Dia harus mencoba. Toh, tujuannya juga sekaligus untuk memberikan tes pada Julian. Apa tanggapannya jika Arsen menghindarinya.TO BE CONTINUED...
Buat yang belum follow, jangan lupa follow saya ya.
Terus berikan vote dan komen juga ya, agar ceritanya terus berkembang. Jangan lupa di share juga ke temen-temen kalian. :*
Terima kasih. Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU (END 18+)
Genç KurguWARNING : LGBT CONTENT!!! (18+) HOMOPHOBIC START TO RUN OUT OF THIS READS. THANKS. (Baik Nama tokoh, tempat, alur, keseluruhan cerita, semuanya hanyalah fiktif belaka. Mengandung kalimat kasar dan tidak di anjurkan untuk di baca oleh usia dibawah 18...