"Udah, Bang Yayan makan yah. Jangan nangis lagi dooong, please"
Julian manggut-manggut, kemudian melanjutkan makannya.
Arsen masih termangu pada wajah Julian yang sembab. Dia masih heran, "Lagian, kenapa Bang Yayan mesti nangis sih, Bang? Gak biasanya. Arsen kan jadi ikut sedih"
"Gue juga punya hati kali, Sen! Munafik tuh yang bilang cowok gak bisa nangis. Semacho-machonya cowok, kalo udah tulus sayang sama orang, pasti bakalan nangis kalo di bentak kayak tadi" ujar Julian.
"Iyaahhh, maap! Tadi tuh Arsen laper banget, Bang! Terus kebawa emosi. Jadinya ya gitu deh"
"Iyah, gapapa, Tuan Muda! Sekarang makan yah! Gue tau lo tadi kelaperan. Megangin perut terus. Makanya gue bawa lo kesini"
"Ih, kok hebat sih, Bang! Tau-tauan?"
"Gue liat dari spion motor" jawab Julian.
"Ooohh... tapi makasih ya, Bang! Udah peka" ujar Arsen sambil terus melahap makanannya.
"Sama-sama Arsen" jawab Julian.
~
Waktu demi waktu berlalu. Hari berganti bulan. Namun cinta Julian kepada Arsen tetap sama. Bahkan tak urung perlahan memudar. Yang ada semakin bertambah dan bertambah untuk kesekian kalinya.
Ambu pun sama sekali tidak mengetahui bahwa cucunya dan Arsen masih berhubungan baik, bahkan bertahan sampai sejauh ini.
Menjelang ujian nasional, Arsen dan Julian semakin dipadati oleh beberapa kesibukan. Bimbingan belajar. Pelepasan masa jabatan ekstrakurikuler. Pengayaan malam di sekolah. Simulasi dan lain sebagainya.
Julian sibuk dan mati-matian belajar untuk meraih beasiswanya masuk di UI. Arsen pun memilih untuk masuk di universitas yang sama dengan Julian, asal dia bisa terus bersama dengan Julian.
"Sekarang gue udah gak bisa lagi kasih liat PR-PR gue ke elo!" ujar Julian di bangku kelasnya.
"Kenapa, Bang?" tanya Arsen, meratap.
"Sekarang udah masa tenggang kita, Sayang! Masa mau selamanya nyontek terus sih?" tanya Julian, "Ya harus usaha dong. Belajar yang giat! Jangan bolos sama nongkrong terus!" jawab Julian.
Arsen cemberut menjawab, "Belajar terus juga gak enak, Abang Yayaaaaann! Kliyengan kepala Arsen!"
"Seenggaknya liat hasilnya nanti dong. Kan bisa" jawab Julian.
"Kita pasti lulus, Bang! Percaya deh!"
"Lulus sih, lulus! Tapi nilai? Gimana? Lo mai nilai lo jelek terus gak bisa masuk UI??? Lo sih enak, nilai pas-pasan asal lulus, masih bisa masuk ke kampus mana aja yang lo pengen! Horang gedongaaaaaann!"
"Emangnya enak, masuk di kampus yang sama ama pacaaarr??? Kalo gak dijelalatin cewek-cewek sama homo-homo lain! Horang ganteeeeeeng!!!"
"Siapa suruh punya pacar ganteng???" ledek Julian sambil mencolek batang hidung Arsen.
Arsen tersenyum lebar, "Ngelunjak anda ya, Pak???"
"Bodo!" cetus Julian.
Lalu Arsen menggelitiki perut Julian dengan gelak tawa yang mengudara di kelas tersebut.
"Eherrmmm... permisi yaaa suami istri! Gue mau ngerjain tugas dulu, biar gak tujuh puluh nilainyaaaa!!!" ledek Nanto, kemudian duduk di bangkunya sambil membuka buku.
"To! Si Juju mana?" tanya Julian.
"Di kopsis! Fotocopy kisi-kisi Fisika!" jawab Nanto sambil fokus mencatat.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU (END 18+)
Teen FictionWARNING : LGBT CONTENT!!! (18+) HOMOPHOBIC START TO RUN OUT OF THIS READS. THANKS. (Baik Nama tokoh, tempat, alur, keseluruhan cerita, semuanya hanyalah fiktif belaka. Mengandung kalimat kasar dan tidak di anjurkan untuk di baca oleh usia dibawah 18...