Kata orang cinta itu dipertahankan. Tapi, kata Agnes, lihat dulu apa dan siapa yang dipertahankan.Itu yang Agnes ucapkan setiap ada orang yang bertanya, kalo cinta kenapa tidak bertahan?
Agnes ingin sekali melempar siapa pun dari atas gedung karena sudah bertanya seperti itu. Karena pada nyatanya, cinta tidak lah cukup untuk sebuah pondasi pernikahan.
Benar, siapa juga yang mau bertahan dengan Benjamin Ahmad, lelaki super sibuk yang tidak pernah memiliki waktu untuk anak dan istrinya. Mungkin, Benjamin itu lelaki setia. Menolak setiap godaan rekan bisnisnya untuk memiliki simpanan. Tapi, untuk meminta waktunya kurang dari 10 jam saja, maka Ben tidak bisa memberikannya.
Dan Agnes, dia tidak bisa lagi bersama Ben. Lima tahun menyelami bahterah rumah tangga, bisa dia hitung berapa kali Ben bisa seharian ada disampingnya.
Dari awal memang salah, Agnes menerima Ben tanpa mempertimbangkan kemungkinan masa depan. Harusnya, dia tidak ngotot jika Ben adalah cinta pada pandangan pertamanya. Karena, cinta pada pandangan pertamanya itu berubah menjadi ruang kosong yang menyesakkan untuknya.
"Bu, Den Gares demam." Suara ART yang bertugas menjaga anak pertama Agnes langsung menyambutnya yang baru datang.
Agnes langsung bergerak cepat menuju kamar anak semata wayangnya. Di sana dia melihat bocah 4 tahun yang sudah terbalut selimut tebal serta kain basah di dahinya.
"Gares..." Agnes masuk ke dalam selimut dan langsung memeluk tubuh putranya.
Gares Putra Ahmad, bocah itu menggigil kedinginan tapi suhu badannya luar biasa panas. Agnes benar-benar kelimpungan saat putranya merintih kesakitan.
"Dari jam berapa, Bi?" Tanya Agnes sambil menyeka keringat Gares.
"Dari sore, Bu. Abis main badannya udah panas."
Agnes sudah panik luar biasa setiap tarikan nafas berat dari hidung putranya. Dengan cepat dia menggendong Gares dan menyuruh Bi Asmi memanggil supir untuk bersiap.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit anak, Agnes menangis dalam diam. Dia terus menyeka keringat Gares dengan sayang dan membisikkan betapa cintanya dia pada malaikat kecilnya itu.
Gares diperiksa dokter dan di vonis terkena gejala tipes. Agnes terlalu lelah hari ini. Dari kantor dia harus bertemu pengacaranya untuk mendiskusikan perceraian dirinya dan Benjamin. Lalu sore tadi dia harus direpotkan oleh salah satu kliennya yang meminta bertemu sebelum pergi ke Cina. Dia tidak mengira kalau pulang ke rumah harus mendapati Gares terbaring lemah.
Selesai menyelesaikan administrasi untuk Gares, wanita berumur 31 tahun itu berjalan lunglai. Memikirkan betapa kacaunya tahun ini dia lewati.
Ini bukan pertama kalinya dia harus mengantar Gares ke rumah sakit. Lima bulan lalu, anaknya terkena DBD dan sekarang gejala tifus.
Entah kenapa putranya yang jarang terkena penyakit kini sering sekali mondar mandir rumah sakit.
Baru saja Agnes mau membuka pintu ruang rawat Garea, tangannya langsung ditarik mundur.
Di depannya pria yang masih memakai lengkap jas dan kemeja terlihat merah padam dengan rahang mengetat.
Dia adalah Benjami Ahmad. Sang suami yang ingin dia ceraikan secepatnya.
"Ini akibatnya kamu terlalu sibuk menjatuhkan aku!" Bentaknya keras sampai perawat yang baru keluar dari ruang rawat lain tersentak.
Agnes memasang wajah tak enak dan meminta maaf pada suster yang tak berani mendekat karena aura Benjamin yang sangat dingin.