Erik SoetyoHujan mengguyur begitu lebat seakan tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang. Di depan mataku, wanita yang selama ini menemaniku dan membuatku yakin dalam hubungan sedang menangis menutup wajah manisnya dengan dua tangan.
Hatiku sakit luar biasa. Keadaannya sangat kacau sampai Ibunya ikut menangis melihat putrinya sudah aku sakiti. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena aku sadar, kemampuanku tak bisa melindunginya.
Dengan langkah gontai aku keluar rumah kecil milik kekasihku dan menerobos hujan. Di dalam mobil aku termenung, membayangkan satu detik kedepan bagaimana hidupku?
Hingga mobilku terparkir disebuah rumah besar yang aku tinggali. Rumah itu bukan milikku, aku memang dipaksa tinggal di sana tapi lama-lama aku tidak masalah. Karena hangat rumah itu membuka diriku yang lain.
"Erik." Aku menoleh, mendapati sepasang suami istri yang sangat aku hormati.
Dengan senyum kaku aku menyapa mereka.
"S-saya sudah memutuskan hubungan dengan Gisha... Jadi, jangan sentuh dia." Kataku yang membuat laki-laki bertubuh tinggi di depan mataku menunduk.
Aku tidak bisa mengatakan apa pun lagi. Maka dari itu aku naik ke kamarku. Jiwaku benar-benar disedot habis karena keputusan yang harus aku ambil.
Kupikir, memang hidup sebagai suruhan sudah ditakdirkan tak memiliki pilihan. Seperti pasangan... aku tidak memiliki hak untuk memilih.
Hidupku hancur karena satu perempuan yang aku pikir dia hanya sebatas atasanku. Aku tidak pernah menyangka kalau perempuan itu mampu membuatku seperti ini.
Sebelumnya dia mengatakan cinta dengan wajah malu-malunya. Aku terkejut, bukan senang atau marah. Tapi, aku merasa tidak pantas. Perempuan itu jauh digapai untuk orang sepertiku. Dia terlalu sempurna.
Maka dari itu, aku memilih diam. Karena saat itu hatiku sudah terpaut pada Gisha Nuli. Seorang perawat disebuah rumah sakit swasta. Gisha sangat manis dengan senyumannya. Dia juga pribadi yang lemah lembut. Melihat Gisha, rasa kepemilikanku bangun begitu saja. Aku ingin dirinya dan melindungi perempuan itu sepanjang hidupku.
Kami berhubungan dan hari-hariku begitu bahagia. Tapi, perempuan itu... Lara Atmaja. Dia membuatku muak akan apa yang dia lakukan.
Bukan sekali dua kali dia menggodaku. Dia juga pernah nekat memberikan aku obat perangsang dan membawaku ke hotel.
Dia bersikap seperti perempuan murahan. Dan aku sangat membencinya. Dia tahu aku memiliki Gisha, tapi dia menebalkan wajahnya. Dia juga membuat Gisha dipecat dari rumah sakit dan kekasihku harus rela bekerja di puskesmas kecil.
Aku terus menolak Lara. Kadang aku lepas kendali tak melihatnya seperti atasanku lagi karena sikapnya yang murahan. Tapi, kadang aku kembali menghormatinya.
Kakak lelakinya, Dean Atmaja adalah atasanku. Sosok yang sangat aku hormati dan membuatku berhutang nyawa. Karena keluarga Atmaja, aku bisa menahan rasa muakku pada Lara.
"Lo dan Lara sama pentingnya buat gue. Tapi... gue minta satu hal, Rik. Jangan melampaui batas lo." Itu Kata Dean saat dirinya tahu aku tidak sengaja mendorong Lara karena perempuan itu mabuk menghampiriku yang bersama Gisha dan menjambak kekasihku.
Ternyata... perempuan itu bisa berbuat lebih gila. Dia bisa membuatku hidup dalam penjara pernikahan.
Dengan mudahnya Tristan Atmaja memberiku pilihan. Menikahi putrinya atau pergi menemui mayat kekasihku. Saat itu, jantungku rasanya terjun bebas ke telapak kakiku.
Aku tidak mau memilih... aku hanya ingin Gisha...
Aku tahu jika Tristan Atmaja memberikan pilihan karena putrinya. Putri yang egois dan buta mencintaiku.