Apa yang disebut berkorban dalam cinta?Berjuang atau melepaskan?
Setiap orang memiliki jalannya untuk menggapai "cinta". Ada yang berani bertindah agar cintanya terbalas, ada yang berbuat diam tidak masalah cintanya tak terbalas.
Dari dua itu, aku memilih keduanya.
Berjuang mendapatkannya tapi diam seolah tidak ada perasaan untuknya. Seperti ini adalah jalan aman untukku. Mengingat aku seorang perempuan yang seharusnya menunggu dan dikejar. Seperti kata banyak orang di luar sana. Tapi, ini sudah 2021, di mana emansipasi wanita sudah ada di mana-mana. Di mana perempuan sudah setara dengan laki-laki.
Tapi, tidak semua perempuan agresif terlihat menyenangkan bukan di mata laki-laki?
Aku memiliki banyak contoh perempuan agresif yang akhirnya dipandang aneh oleh banyak orang. Hal ini membuatku mengerti, jika ego lelaki adalah berjuang untuk mendapatkan.
Jadi, di sinilah aku. Maju perlahan-lahan memasuki hatinya tapi memasang wajah profesional seakan tidak ada tatapan memuja untuknya.
"Dokter Ara, kita ke rumah Mas Angga sekarang?" Aku yang sedang memakai jas dokterku menoleh dari pintu ruangan yang memang selalu aku biarkan terbuka.
Di sana, Fitri selaku suster yang sering bekerja denganku berdiri dengan seragam biru mudanya.
Aku mengangguk dan tersenyum, "lima menit lagi ya. Suruh Feri siap-siap. Kita berangkat pakai mobil saya."
Fitri yang lebih tua dua tahun denganku mengangguk lalu pergi untuk bersiap. Aku menghela nafas sambil merenggangkan otot-ototku yang terasa kaku.
Jam makan siangku terlewat karena baru saja menangani pasien yang harus aku tanganin lebih lama dari seharusnya. Mungkin nanti diperjalanan aku akan membeli roti saja karena jam janjiku bersama Angga sangat penting.
Aku adalah seorang dokter dalam bidang fisioterapi. Aku bekerja di sebuah klinik terapi yang ada di tengah Ibukota. Di umur ke 29 tahun aku mengabdi merawat banyak pasien dari muda sampai tua. Melihat perkembangan mereka dari tubuh sekaku kayu dan akhirnya bisa berlari mengelilingi lapangan menjadi kebanggaan untukku. Seperti, akhirnya tidak sia-sia selama ini berjuang mengarungi tahap pendidikan sebagai fisioterapi dan bisa membuat banyak orang tersenyum.
Dari semua pasienku, ada satu pasien yang sudah dua tahun ini harus aku tanganin. Namanya Angga Nawas, dia lelaki berumur 31 tahun. Mengalami kecelakaan helikopter karena dia seorang pilot, koma hampir 3 tahun lamanya dan bangun dengan kondisi tubuh lumpuh.
Bukan hanya tubuhnya yang lumpuh, tapi kondisi setengah wajahnya yang terdapat bekas luka bakar. Menutupi wajah tampannya semasa muda. Tubuhnya kurus dengan luka panjang menjalar dari bahu kiri sampai pahanya.
Tugasku adalah mambantu Angga agar bisa berjalan. Dan selama dua tahun ini, aku bersyukur Tuhan masih mau memberi kesempatan untuk Angga, dia sudah bisa berdiri dan jalan tiga sampai tujuh langkah. Dia juga sudah bisa menggerakan tangannya untuk menyuapkan makanan. Angga juga sudah bisa berdiri kurang dari lima menit.
Selain dia pasien penting untukku, dia juga adalah lelaki yang bisa membuatku jatuh cinta tanpa alasan.
Iya... aku mencintai pasienku.
Terdengar tidak etis sebenarnya, tapi getaran yang aku rasakan untuk Angga tidak bisa aku hentikan. Berdekatan dengannya selama dua tahun ini membuatku jatuh cinta diam-diam.
Melihat Angga berjuang dari kelumpuhan, dia menahan sakit sampai mandi keringat, atau berteriak kesakitan karena terjatuh, rasanya menyesakkan tapi aku ingin dia segera sembuh. Berlari mengelilingi lapangan seperti pasienku yang lainnya.